12. Ada Apa Lagi, Van!

7.2K 247 5
                                    

Tidak bisa ku pungkiri bahwa aku memang bukan wanita baik baik sejak mengenal klub malam, tetapi jangan salah. Aku tidak pernah dekat dengan lelaki manapun setelah sepeninggal Bayu.

Dan lagi, walaupun aku sangat mencintai Bayu. Kami tidak pernah melakukan hal diluar batas. Bayu sangat menghargaiku. Untuk mencium pipiku saja, ia selalu minta izin. Astaga berbeda sekali dengan Irvan.

Setelah kejadian pagi tadi, aku diam seribu bahasa. Aku tidak tahu harus memberi pelajaran apa untuknya.

"Ren, temani aku perawatan luka." pintaku kepada Reno ketika aku disuruh untuk untuk melakukan perawatan luka oleh perawat.

Pagi ini sangat sibuk di rumah sakit. Aku sudah pindah ke ruang bedah. Disini sebenarnya tidak sesibuk di ruang dalam karena tidak terlalu banyak pasien namun keberuntungan seperti tengah datang padaku. Jadwal perawatan luka bertepatan dengan dinas pagiku.

"Maaf, Ew. Aku juga akan perawatan luka." ucapnya seraya menarik troli yang berisi satu set perawatan luka.

Aku menghela napas. Sebenarnya aku bisa sendiri namun akan sangat membantu jika berdua.

"Yasudah kalau begitu." ucapku seraya kembali ke nurse station untuk meminta dampingan dari perawat ruangan karena sebenarnya memang masih harus di dampingi.

Namun ketika aku sampai, disitu ada dokter Farhan yang sedang mengecek status pasien. Aku ingin menyapanya namun dokter Farhan lebih dulu berbicara dengan perawat.

Ia berkata, "Tn. I sudah perawatan luka?"

"Tadi sudah ada mahasiswa yang kesana, dok." sahut perawat ruangan.

Tn. I adalah pasienku.

"Belum ko Bu, saya belum kesana." ucapku ikut bergabung.

Dokter Farhan dan perawat menatapku secara bersamaan.

"Ya sudah biar sama saya saja." ucap dokter Farhan menatap troli yang ku bawa.

"Dok, saya asistenin ya." pintaku.

Sebenarnya ini adalah pasienku tetapi sepertinya Tn. I juga adalah pasien dokter Farhan.

"Boleh," ucap dokter Farhan yang ku sambut dengan senyum. Pagi yang dingin terkalahkan oleh senyuman hangat dokter Farhan.

Setelah mendapat izin, aku mendorong troli menuju kamar pasien dengan dokter Farhan yang berada di sampingku. Ya Tuhan ini adalah berkah yang patut aku syukuri.

Aku ingin bertanya kenapa dokter IGD ada di ruangan namun aku urungkan karena kami sudah sampai di kamar pasien.

"Wi, siapkan kasa basah dan kering." titah dokter Farhan.

Kusiapkan apa yang di minta seraya menatapnya yang tengah membuka balutan. Ia nampak sangat hati-hati. Ah idaman sekali.

"Pak, ini lukanya sudah bagus, sudah kering ya. Besok boleh pulang." ucap dokter Farhan kepada pasien.

"Iya, dok." sahut Tn. I

"Kasa basah," pinta dokter Farhan.

Aku memberinya satu kasa basah. Ia nampak membersihkan luka jahitan yang ada di kaki pasien.

Hanya membutuhkan 2 kasa basah untuk mencuci luka karena memang lukanya sudah bagus. Lalu di ganti oleh kasa kering kemudian diplester. Selesai.

Aku dan dokter Farhan pamit.

"Wi, setelah membereskan alat saya tunggu di cafetaria ya." ucap dokter Farhan.

Aku tak sempat menjawab karena setelah membuang handscoon dan cuci tangan, dokter Farhan langsung pergi begitu saja.

Like a BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang