29. Irvan Bajingan

7K 250 19
                                    

Tok...tok.. tok

Suara ketukan pintu menyambut pagiku hari ini. Entah bagaimana caranya telingaku bisa menangkap suara itu ketika aku masih berada di alam bawah sadar tetapi yang jelas sekarang aku terbangun karenanya walaupun tubuhku masih enggan bergerak dan mataku masih malas untuk terbuka.

Hari ini aku tidak ada kegiatan apapun tetapi tadi malam Winda mengirimiku pesan bahwa ia ingin bertemu denganku di kampus. Ia bukan mengajakku ikut kelas tambahan tetapi ia mengajakku untuk mengobrol di kantin kampus. Ku tebak ia bermaksud menagih cerita perihal aku dan Irvan kemarin.

"Neng, Tuan dan Nyonya sudah menunggu di bawah." ucap Bi Murni.

Ku buka selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhku dengan malas, "Dewi cuci muka dulu nanti menyusul." sahutku.

Setelah mengatakan itu, Bi Murni keluar dari kamarku begitupun denganku yang sedang susah payah mengangkat tubuhku yang menempel di kasur seperti magnet. Aku akan cuci muka lalu makan dengan Papa dan Mama sebelum mereka berangkat ke kantor.

Ini mungkin aneh karena sekarang mereka memilih sarapan bersama sebelum berangkat karena dulu mereka selalu membawa bekal untuk sarapan dan memakannya di kantor. Namun aku tetap harus mensyukurinya karena sekarang mereka lebih perhatian padaku.

Ku basuh wajahku dengan air hangat kemudian menggosok gigiku lalu setelah semuanya selesai aku berjalan keluar menuju meja makan. Ku langkahkan kakiku dengan cepat menuruni tangga namun langkahku melambat ketika melihat ada Irvan di meja makan. Mengapa Bi Murni tidak mengatakan kalau ada Irvan. Tahu ada dia tadi mungkin aku akan mandi saja.

"Selamat pagi sayang," sapa Papa.

"Pagi semuanya." sahutku seraya menatap mereka satu persatu.

Semuanya sudah memakai setelah rapi kecuali aku yang masih memakai piyama tidur. Baiklah aku memang yang paling rajin diantara mereka. Ku dekatkan piring nasi setelah aku berhasil duduk. Ku ambil nasi dan lauk pauk karena hanya piringku yang masih kosong.

"Ko Irvan ada disini, Pah?" tanyaku sebelum melahap suapan pertama.

"Memangnya tidak boleh?" sahut Irvan.

Aku memutar kedua bola mataku mendengar jawabannya padahalkan yang ku tanya Papa bukan dia. Oh ayolah ini masih pagi jangan sampai aku kesal padanya hanya karena hal sepele.

"Irvan yang akan mengantarmu ke kampus karena Pak Arif mengundurkan diri." sahut Mama ketus.

"Pak Arif mengundurkan diri?" tanyaku terkejut.

Apakah ini akan menjadi berita bahagia atau sebaliknya. Aku merasa bahagia mendengarnya tetapi aku merasa bersalah dalam waktu yang sama. Mama nampak kesal ketika mengatakannya. Baiklah ini memang salahku. Pak Arif yang mengundurkan diri, aku yang disalahkan. Situasi ini sudah terbaca.

"Ia tidak tahan denganmu. Kan Mama sudah bilang menurutlah padanya karena ia sudah tua." gerutu Mama sebelum memakan sarapannya.

"Maafkan aku, Ma. Aku sungguh tidak bermaksud menyulitkannya." ucapku.

Benar kan aku yang disalahkan.

"Untuk sementara, kau akan di antar jemput oleh Irvan selagi Mama mencari sopir baru."

"Sopir baru?!" ucapku lebih terkejut lagi.

Astaga akan seperti apa sopir baru yang nanti akan bersamaku. Tidak bisakah mereka memberiku izin mengemudi saja untuk menghemat pengeluaran daripada harus memakai sopir lagi pula aku sudah bisa mengendarinya.

"Akan lebih aman memakai sopir." sahut Papa.

Aku menghela napas ketika Papa yang berbicara. Aku tidak bisa berdebat kalau Papa yang memutuskan walaupun sebenarnya aku ingin membantah rencananya tetapi percuma karena kalau Papa sudah memutuskan tidak ada seorangpun yang berani menyanggah termasuk Mama.

Like a BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang