16. Semua Karena Belanja Mingguan

6.2K 246 5
                                    

Memasuki pusat perbelanjaan memang bukan kali pertama untukku namun kalau biasanya aku kemari memasuki toko baju atau sekedar nonton bioskop, sekarang aku kemari untuk membeli kebutuhan rumah.

Secarik kertas yang Irvan berikan padaku ketika di restoran ternyata hanyalah list belanjaan yang katanya ia dapatkan langsung dari Ibunya.

Ada untungnya juga ia membawa list karena setelah memasuki tempat kebutuhan rumah tangga aku dibuat bingung dengan segala yang ada.

Kalau tentang sushi, aku tidak bisa komentar banyak karena jujur saja aku hanya asal makan. Bukan berarti aku tidak menikmati, hanya saja memang masih sangat asing di lidahku.

"Dew, ambil troli." titahnya seraya menunjuk ke arah selatan tempat berjejernya semua keranjang belanjaan atau sering disebut troli.

"Aku tidak mau." ucapku berpura-pura membaca list belanjaan.

"Nanti kalau sudah penuh aku yang bawa." ucapnya.

Aku diam berpikir. Itu bukanlah ide yang buruk. Lalu ku ambil troli kemudian ku dorong ke arahnya.

"Kita beli telur dulu." ucapnya.

Padahal aku yang memegang list tapi mengapa jadi ia yang memerintahku. Astaga aku menyesal menuruti keinginannya kalau jadinya seperti ini.

"Wii..." panggil Irvan. Sepertinya ia sudah sadar kalau aku tidak mengikutinya.

Aku berjalan berlawanan arah dengannya. Aku menuju tempat buah sedangkan ia menuju tempat makanan.

Aku tetap berjalan menghiraukan panggilan Irvan karena aku tidak mau di atur-atur olehnya.

"Wi!" sentak Irvan seraya menarik tanganku.

"Apa sih, Van!"

"Aku bilang kita beli telur dulu." ucapnya penuh penekanan.

Aku memutar kedua bola mataku. "Lalu untuk apa kau memberiku kertas sialan ini!"

Irvan nampak diam, matanya tajam menatapku. Ia menarik kedua tanganku kemudian....

"Ah Vaaan!" teriakku ketika Irvan tiba-tiba mengangkat tubuhku dan mendudukannya di troli kemudian ia mendorongnya menuju tempat makanan.

"Van berhenti astaga..." protesku ketika Irvan tetap mendorongnya.

Oke tarik napas panjang lalu keluarkan dengan perlahan. Aku harus menjaga kesehatan jantungku.

Tak ku sangka memasuki tempat makanan akan bertemu dengan banyak orang. Astaga ini memalukan aku akan menutup mataku bila berpapasan dengan orang karena hampir semua orang menatap ke arahku. Ini semua karena Irvan sialan.

"Buka matamu." titah Irvan.

Aku menggeleng seraya masih menutupi wajahku dengan kedua tangan.

"Tidak ada siapapun." ucapnya lagi.

Perlahan ku geser satu jariku yang menghalangi mata untuk melihat apakah memang benar benar tidak ada orang.

"Kemarikan tanganmu." pintanya ketika aku sudah membuka mataku.

Lalu ku berikan tanganku padanya. Kemudian dengan entengnya ia mengangkat tubuhku dari troli lalu mendaratkannya dengan posisi berpelukan.

Dengan cepat aku menjauh dari tubuhnya ketika kakiku sudah manapaki lantai. Kemudian aku bebalik ke arah barat dan hampir teriak karena terkejut mendapati seorang pelayan perempuan yang menjaga stand telur. Astaga Irvan sialan!

Bugh!

Tanganku dengan spontan meninju dadanya. Ah aku malu setengah mati. Ternyata stand telur berada di paling ujung. Pantas saja aku tidak menemukan satu orangpun.

Like a BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang