17. Menagih Bantuan Irvan

5.7K 229 5
                                    

Kring... Kring.. Kring

Suara alarm terdengar nyaring tepat di telingaku. Poor my ears, semoga kamu baik-baik saja. aku minta maaf karena pagi ini sudah menyakitimu.

Ku buka perlahan mataku yang masih berat. Ini semua karena kesepakatan tentang sarapan sialan. Ku dudukkan tubuhku dengan malas lalu ku lihat jam weaker yang sengaja ku simpan tepat disamping tubuhku. Angka menunjukkan pukul 05.30 AM angka yang sama seperti yang ku setting tadi malam.

Ku turunkan kakiku satu persatu menginjak lantai yang masih terasa dingin. Aku berniat untuk menggosok gigi dan cuci muka saja agar tidak memakai banyak waktu.

Setelahnya aku langsung berjalan menuruni tangga menuju dapur. Aku akan memanggang roti dan membuat susu untuk sarapan Irvan. Tetapi aku tidak tahu dimana ia menyimpan rotinya. Ku cari disetiap tempat namun tidak menemukan roti yang kami beli tadi malam. Aku tidak mau masak karena akan lama, lagi pula aku terlalu malas untuk itu.

Tok tok tok

"Van..." panggilku.

Daripada tidak ada yang ku lakukan, aku memutuskan untuk menanyakannya langsung kepada Irvan. Namun setelah ku ketuk pintu seraya memanggil namanya, tidak ada jawaban.

"Irvan..." panggilku lagi.

"Masuk, Wi." ucap Irvan dari dalam.

Ku putar knop pintu dengan perlahan, lalu masuk setelah pintu terbuka sempurna.

"Ada apa?" tanya Irvan.

Pria itu nampak baru selesai mandi karena masih mengenakan handuk di tubuhnya serta handuk kecil yang ia pakai untuk mengeringkan rambutnya.

Aku tidak tahu Irvan mempunyai tubuh yang sangat bagus. Selama ini aku hanya melihatnya dari kaos ketat yang sering ia pakai. Namun kali ini aku bisa melihat otot lengan yang kekar, perut yang sixpack bahkan aku melihat tubuh yang menonjol di bawah sana.

Spontan ku tepuk jidatku setelah pikiran kotor itu terlintas. Astaga ingat tujuan awal Dewi.

"Emm aku.. ini... emmm itu."

"Bicaralah dengan benar." ucapnya seraya berjalan mendekat ke arahku.

Oke tenang Dewi, santai, ini tidak seberapa. Irvan masih mengenakan handuknya, kau bahkan pernah melihat lebih dari ini.

Brak.

Ku tutup pintu kamar ketika Irvan semakin mendekat. Astaga aku tidak bisa untuk tidak gemetar. Aku mungkin pernah melihatnya namun hanya melalui layar kaca. Aku ternyata masih sangat awam. Ku rasa aku masih butuh latihan dan nama yang tepat untuk situasi ini adalah Winda.

"Dew!" teriak Irvan. Ia mungkin sedang mencoba membuka pintu.

Iya benar, aku menguncinya dari luar.

"Dimana rotinya?!" tanyaku dengan suara yang cukup keras.

"Ada di lemari atas pintu ke tiga."

"Buka pintunya!" sambungnya seraya menggedor pintu.

"Nanti setelah aku selesai membuat sarapan." ucapku seraya berjalan menuju tempat yang tadi disebutkan oleh Irvan.

Ternyata ia benar. Aku menemukan roti dan makanan lainnya yang kami beli tadi malam.

Ku siapkan dua lembar roti untuk ku panggang. Namun aku berhenti ketika berdiri di depan mesinnya karena aku baru sadar kalau aku belum pernah memakainya sama sekali. Lalu bagaimana aku menyelesaikannya.

"Dew aku sudah siap. Buka pintunya!" teriak Irvan.

Astaga cepat sekali. Aku tidak percaya.

Ah ya, aku belum cerita mengenai kamar Irvan. Akan ku ceritakan sedikit seraya membuat sarapan. Jadi, pada awalnya Irvan memang tidur di kamar atas dekat kamarku. Namun, ia pindah ke kamar tamu yaitu di bawah. Kamar yang seharusnya dari awal ia tempati. Aku kurang tahu alasan mengapa ia bisa tidur di atas dan sekarang pindah ke bawah tetapi aku merasa lega karena aku bisa leluasa di atas tanpa ada Irvan yang mengawasi.

Like a BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang