35. Meet Him

5.1K 249 35
                                    

Berat rasanya hati ini meninggalkan indahnya pemandangan pantai ngobaran. Benar kata Reno kalau kita sudah disini pasti tidak ingin pulang. Mendengar deburan ombaknya saja aku sudah merasa terpanggil untuk datang dan menetap di tepi pantai. Sayang, sunset yang ku inginkan tidak bisa ku dapatkan karena Reno mengajakku pulang.

Aku sempat curiga kalau orang yang datang itu adalah Irvan tetapi Reno sampai bersumpah kalau orang yang ingin bertemu denganku bukanlah Irvan melainkan temanku ketika sekolah menengah akhir. Ia tidak mengatakan orang itu siapa karena itu kejutan untukku katanya.

Saat ini kami sedang dalam perjalanan pulang walaupun aku merasa kurang puas tetapi kami semua menikmatinya terutama aku dan Winda. Namun aku merasa ada yang aneh dari Winda, ia tampak tidak senang ketika Reno mengatakan ada temannya yang ingin bertemu denganku. Wajahnya tampak sinis, akupun tidak tahu dan belum berani bertanya tetapi tebakanku mungkin saja ia membencinya karena telah mengambil waktu liburan kami. Ya anggaplah seperti itu.

"Ren aku mengantuk," ucapku ketika sudah setengah jalan.

"Kau boleh tidur, Ew." sahutnya yang ku angguki seraya menutup mataku.

Aku mungkin lelah setelah berkeliling mencari spot foto dan bermain air di tambah lagi sebelum pulang kami makan terlebih dahulu tak heran bila rasa kantuk kini menerpaku. Tetapi setelah menutup mata bukannya tidur tetapi pikiranku malah tertuju kepada Irvan.

Tidak menutup kemungkinan bahwa hari ini juga Irvan bisa saja menyusulku. Ia akan tahu kemana aku pergi setelah mengecek penerbangan atas namaku tetapi aku tidak yakin ia bisa menemukan penginapanku. Ku rasa ide Reno untuk menumpang di rumah temannya itu tidak buruk karena kalau kami menginap di hotel sudah pasti akan mudah di temukan.

Tetapi kalau kali ini Irvan berbaik hati untuk memberikan waktu untukku ia mungkin tidak akan menyusul karena di dalam surat yang ku tinggalkan tadi pagi selain pesan untuk orangtuaku juga ada pesan untuk Irvan yaitu ia tidak boleh mengkhawatirkanku karena aku akan menjaga diriku baik-baik. Kurang lebihnya surat yang ku tulis berkesimpulan orang-orang terdekatku jangan ada yang mecariku atau bahkan sampai menyusulku.

Aku menghela napas ketika merasakan mobil berhenti diikuti suara mesin yang mati. Aku bahkan tidak tidur karena memikirkan Irvan. Ku buka mataku perlahan ketika mendapati cahaya matahari dari arah barat yang mengarah ke wajahku sampai aku tidak bisa melihat seseorang yang ada di depan mobil kami.

Ku tengokkan wajahku kepada Reno yang ternyata tengah menatapku. Ia berkata, "Aku minta maaf baru bisa mempertemukan kalian."

"Maksudmu?" tanyaku.

"Orang yang selalu kau tanyakan sejak 3 tahun silam."

Setelah mendengar jawabannya tanpa banyak bicara aku langsung membuka pintu mobil dengan tidak sabaran. Bergetar rasanya hatiku ketika melihat seseorang yang sedari dulu ku rindukan, ku nantikan tanpa kejelasan, ku tunggu tanpa rasa bosan kini berada di hadapanku.

Air mata pun jatuh tak tertahankan ketika melihat seseorang yang ku nantikan sejak lama kini ada di hadapanku dalam keadaan yang sangat baik lengkap dengan senyumnya yang menawan. Aku masih tidak percaya dengan ini namun ketika dengan perlahan ia berjalan ke arahku, tanpa ragu aku berlari ke arahnya dan langsung menubruk tubuhnya dengan sejuta kerinduan.

Ku dekap tubuhnya dengan erat, ku cium aroma parfume yang menempel ditubuhnya dengan susah payah karena tangis yang pecah akibat rasa rindu yang tak terbendung. Ku rasakan elusan halus yang ia lakukan di rambutku.

"Maafkan aku, Ew." ucapnya.

Aku masih diam belum bisa berkata apapun karena tangis ini seakan sudah berbicara semuanya. Ini alasanku mengapa dulu aku melarang Reno memanggilku Ewi karena itu adalah sebutan Bayu untukku tetapi Reno tidak mau mendengarkannya dan tetap memanggilku Ewi.

Like a BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang