6. Saksis

9.9K 325 1
                                    

Sudah dua malam Irvan tidur di kamarku, tepatnya ia tidur disofa kamarku. Aku tidak mengerti dengan apa yang ia lakukan tetapi aku tidak memarahinya. Aku terlalu malas untuk berdebat dengannya.

Sejak kejadian kemarin lusa, ia selalu berada di dekatku walaupun ia tidak mengucapkan sepatah katapun. Aku bingung dengan kelakuannya tetapi seperti yang sudah ku katakan, aku hanya diam saja. Bahkan ketika aku hampir tidak bisa tidur karena suara keyboard yang Irvan timbulkan, aku juga hanya bisa menghela napas panjang berkali-kali.

"Neng mau kemana?" tanya Bi Murni ketika aku keluar dari kamar Papa dengan membawa kunci mobil.

Aku lupa belum menceritakannya. Ternyata, Irvan meliburkan Pak Arif selama orantuaku di New York tetapi sebagai gantinya aku harus kemanapun dengan Irvan. Sebenarnya itu adalah sebuah keputusan yang paling buruk. Setiap pagi aku diantar oleh Irvan, pulang pun dijemput olehnya.

"Keluar, bi,"

Besok aku pindah ruangan dan kebetulan besok aku jaga malam. Jadi, aku punya rencana untuk pergi ke klub bersama Winda. Karena sudah empat hari aku belum bertemu dengannya. Aku rindu padanya, aku rindu dengan cerita dewasanya.

Usiaku dan Winda berselisih satu tahun dimana ia lebih tua dariku. Ia lebih banyak pengalaman dalam urusan dunia luar dari pada aku. Ia tidak membawa pengaruh buruk untukku seperti yang Irvan katakan tempo hari.

Winda sangat baik padaku. Bisa dikatakan, Winda dan aku sama saja. kami sama-sama kurang perhatian dari orangtua. Hanya saja aku masih beruntung Mama masih ada, berbeda dengan Winda yang sudah kehilangan Ibunya sejak SMP.

"Dengan Mas Irvan?"

Sekarang, Bi Murni lebih berpihak kepada Irvan. Ini menyebalkan. Aku tahu hari ini Irvan lembur karena sebelumnya sudah mengirimi aku sms makanya malam ini aku bisa pergi tanpanya. Tetapi Bi Murni menjadi kendala. Aku harus memikirkan alasan untuk bisa pergi.

"Neng?"

"Jadi gini Bi..." ucapku seraya menuntun Bi Murni ke ruang tamu.

"Irvan kan lembur, Dewi mau nemenin Irvan di kantor. Habisnya Dewi suntuk Bi di kamar sendirian." ucapku dengan lembut berharap Bi Murni bisa mengerti walaupun aku ingin muntah ketika mengatakannya.

"Oh gitu ya, Neng."

"Iya Bi.." ucapku dengan raut wajah meyakinkan.

Setelah itu, aku keluar dari rumah dengan sedikit berlari menuju garasi. Selang 20 menit aku sudah sampai di rumah Winda tanpa kendala. Begitu masuk, aku langsung berlari melewati tangga untuk sampai di kamarnya.

"Win!!"

"Winda!" teriakku ketika baru saja berhasil membuka pintu kamarnya.

"Astagaaa!" ucapku seraya menutup mata dan telingaku ketika mendapati wanita itu tengah menonton film dewasa di kamarnya, sendirian.

"Gila ya!" ucapku seraya menghampirinya yang sedang duduk di sofa.

Winda sialan! Ia masih tetap menonton walaupun aku sudah memergokinya. Desahan demi desahan masih melewati telingaku. Agak risih memang tetapi aku tidak bisa melarangnya untuk berhenti menonton.

"Ke Saksis yuk?" ajak Winda.

Saksis adalah tempat hiburan biasa bagi yang tidak tahu. Tetapi akan menjadi tidak biasa bagi yang sudah pernah memasukinya. Aku belum pernah memasukinya, hanya saja Winda pernah menceritakannya karena ia sudah pernah kesana.

Tanpa pikir panjang, aku mengatakan. "Let's go, bitch!"

Aku tidak mungkin mengajak Winda pergi ke klub kingdom karena Irvan pasti akan menebak aku pergi kesana. malam ini aku ingin bebas tanpa Irvan.

Like a BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang