36. Malapetaka

4.6K 218 16
                                    

Ku tarik selimut lebih tinggi lagi sampai menutupi seluruh tubuhku ketika merasakan hawa dingin yang menyelinap masuk melalui bagian atas tubuhku yang tidak tertutupi selimut.

Ini adalah pagi pertamaku di jogja tak ku sangka udara pagi disini sangat dingin sampai menusuk ke tulang. Pantas saja tadi malam Bayu melarangku untuk menyalakan pendingin ruangan ternyata tanpa pendingin pun sudah dingin.

Ku lihat ke samping kananku berharap menemukan Winda disana tetapi ternyata wanita itu sudah lenyap entah kemana. Mungkin sedang di kamar mandi.

Tadi malam selepas aku dan Bayu menghabiskan waktu berdua di teras rumah, Winda mengeluhkan kalau ia ingin pulang padahal hari ini aku dan Bayu akan pergi ke suatu tempat. Ku beri Winda pengertian dengan perlahan tetapi ia menunjukkan penolakan yang membuatku harus memutar otak bagaimana caranya agar ia betah disini.

"Darimana Win?" tanyaku saat melihatnya memasuki kamar.

"Hanya pergi untuk buang air kecil." ucapnya kembali merebahkan tubuhnya di kasur.

Ku lihat ia membawa ponselnya ketika memasuki kamar. Bukan Winda namanya kalau ia membawa ponsel ke kamar mandi tetapi untuk bertanya rasanya aku masih segan. Aku merasa kalau tadi ia berbohong tetapi aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menerimanya.

"Kau tidak berniat menghubungi orangtuamu?" tanya Winda.

Aku menghela napas mendengar ucapannya. Aku tidak lupa untuk memenuhi janjiku mengenai itu tetapi tak ku sangka keadaanya akan berubah. Aku dan Bayu sudah sepakat untuk menemui orangtuaku secara langsung tetapi lagi lagi rencanaku yang ini belum ku beritahukan kepada Winda karena ku rasa ia tidak akan menyukainya.

Walaupun Winda tidak mengatakannya tetapi dari gelagatnya aku bisa tahu bahwa ia tidak menyukai Bayu. Aku tidak tahu mengapa aku jadi lebih perasa sampai menerka-nerka perasaan seseorang tetapi memang itulah yang terjadi padaku saat ini.

"Aku akan melakukannya setalah kita sarapan." sahutku seraya beranjak dari kasur.

Aku akan membicarakan ini dengan Bayu. Apakah aku harus menghubungi orangtuaku dulu tanpanya atau nanti saja. Aku berjalan menuju kamarnya tetapi langkahku tertahan ketika melihat seseorang yang ku cari tengah berkutat di dapur. Astaga sedang apa dia.

"Bay," panggilku pelan seraya menghampirinya.

Ia menoleh ke arahku dengan celemek yang melekat di tubuhnya lengkap dengan spatula yang ia genggam dengan tangan kanannya.

Ia berkata, "Kau sudah bangun?"

Aku mengangguk, "Sedang apa?" tanyaku.

"Aku sedang membuatkan sarapan untuk kita." ucapnya kembali berkutat di depan kompor.

Ia sedang membuat nasi goreng. Menu khas Indonesia sekali bukan? Hehe aku terkekeh melihatnya memasak. Baru kali ini aku melihatnya membuat makanan.

"Kau perlu bantuan?" tanyaku.

"Tolong ambilkan satu telur di kulkas." ucapnya.

"Hanya satu?" tanyaku sebelum mengambilnya. Kita ada berempat tetapi ia hanya menyuruhku untuk mengambilnya satu yang jelas menimbulkan pertanyaan.

"Iya karena ini spesial untukmu." ucapnya membuatku tersenyum.

"Jadi yang lain tidak pakai telur?" tanyaku seraya memberikan satu telur padanya.

"Pakai hanya saja sudah di mix dengan nasi. Aku masih ingat kalau setiap kau makan nasi goreng telurnya di pisah dan harus dibuat telur mata sapi." ucapnya panjang lebar.

"Abaay." ucapku manja seraya memeluknya dari belakang.

"Kau membuat konsentrasiku buyar, Ew." ucapnya seraya mematikan kompor.

Like a BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang