31. Kejadian Sebenarnya

5.5K 249 16
                                    

Aku mengernyit ketika mendengar suara perempuan dari arah pintu. Ku kira yang datang Irvan namun setelah mataku melihatnya ternyata orang itu adalah Winda. Aku menghela napas melihatnya, bukan. Sungguh aku bukan mengharapkan Irvan karena aku memang sedang tidak ingin bertemu dengan pria itu.

"Apakah aku boleh masuk?" tanya Winda dengan senyum yang menjijikan.

"Untuk apa kau bertanya." sahutku seraya mendudukkan tubuhku.

Sejujurnya aku ingin tidur tetapi Winda sudah terlanjur datang kemari, aku tidak mungkin mengusirnya. Ia masih dengan pakaian yang sama seperti tadi pagi namun kali ini wajahnya terlihat kusut tidak segar seperti sebelumnya. Mungkin karena make up nya sudah mulai luntur.

Ia langsung berlari ke arahku kemudian duduk di sampingku. Aku tidak heran dengan kelakuannya namun aku terkejut dengan kedatangannya.

"Aku utusan Irvan." ucapnya menjawab apa yang mengganggu pikiranku.

"Aku tidak mengerti," sahutku bingung.

"Sebenarnya ada apa di antara kalian." ucapnya dengan nada kesal mengabaikan ucapanku sebelumnya.

"Padahal baru tadi pagi aku mendengar kabar baik tentang kalian namun astaga ini belum 24 jam tetapi kalian sudah ribut lagi." sambungnya.

Aku menghela napas panjang lalu ku peluk Winda kemudian ku sandarkan kepalaku dibahunya. Ia benar, ini belum 24 jam setelah kami baikan namun masalah baru sudah menimpa kami berdua. Kami? Bukan kami tetapi ini masalahku. Masalah kebodohanku yang menjadikan ini sebuah masalah karena kalau aku tidak suka padanya sudah pasti aku akan baik-baik saja.

"Kau menangis?" tanya Winda seraya mengelus lengan atasku.

"Tentu saja tidak." bantahku mentah-mentah.

"Kau bohong,"

"Aku tidak bohong, Win. Sebelumnya aku memang menangis tapi sekarang tidak. Aku sudah merasa lebih baik." ucapku masih mengelak.

"Sepertinya kau sudah salah faham Dew," sahutnya tiba-tiba seprti ada maksud membela Irvan dari ucapannya.

"Maksudmu?" tanyaku.

"Kau tahu?" ucapnya balik bertanya.

"Apa?" tanyaku lagi.

Kemudian, mengalirlah cerita dari Winda. Ia mengatakan bahwa ketika ia masih di kantor menunggu Papanya yang sedang rapat tiba-tiba ia mendapat telepon dari nomor yang tidak dikenal. Aku sangat tahu bahwa Winda bukan tipe perempuan yang mudah menerima telepon apalagi ini dari nomor asing tetapi Winda mengatakan bahwa nomor itu terus mengubunginya hingga puluhan kali walaupun ia selalu mengabaikannya.

Hingga hitungan 33 kali Winda baru menjawabnya dan si pemilik nomor itu langsung membentak hingga telinganya sakit. Siapa lagi kalau bukan Irvan, aku juga tidak tahu darimana ia mendapatkan nomor Winda namun yang jelas semuanya bisa ia dapatkan dengan mudah tanpa ku tahu bagaimana ia bisa melakukannya.

Dalam percakapan mereka di telepon, Irvan meminta bantuan Winda untuk membujukku agar aku percaya bahwa semua ini hanya kesalah pahaman saja. Awalnya Winda bingung dengan permintaan Irvan yang tidak ia ketahui namun setelah Irvan meceritakannya. Winda mengerti dengan apa yang terjadi namun menurutnya itu masih belum cukup untuk menjadi bukti bahwa ini hanya sebuah kesalah pahaman semata.

Irvan menceritakan kepada Winda bahwa aku tiba-tiba mengamuk setelah bertemu dengan Bella. Awalnya Irvan juga tidak mengerti dengan kejadian itu karena sebelumnya aku baik-baik saja. Namun setelah memaksa Bella untuk mengaku apa yang sudah ia katakan padaku perlahan Irvan mulai mengerti.

Like a BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang