Yang menyesal

15 1 0
                                    

Kau yang kian hari kian menunduk malu. Pada sebuah fakta yang tak kau tau asal usulnya.

Kau yang kian waktu terus meneteskan sebuah luka pada pipi bulatmu. Tentang sebuah asa yang selalu kau damba dari seekor kumbang disampingmu.

Kau yang kian lama memandang kumbang, tak terasa ragamu berubah mengikuti kemauanmu. Menjadi kumbang kecil yang menggemaskan.

Kau berkaca, betapa cantiknya dirimu. Betapa sempurnanya kamu. Kau tak tau, ada seekor katak yang menurutmu kotor mengincar tubuh cantikmu.

Kau tau ? Kau adalah seekor yang ku damba. Aku yang kian hari memperhatikan jalanmu. Aku yang kian hari menanti tubuhku untuk menjadi sepertimu. Tak kusangka, hal itu hanya bualan imajinasiku semata.

Kau adalah kau. Dan aku takkan berganti menjadi dirimu.

Tak perlu kau lihat sesuatu yang tak perlu. Tak perlu kau tanya betapa jengkelnya aku akan keadaan yang tiap hari menyelimuti tubuhku. Panas, gerah, aku ingin lepas.

Tapi lihat kembali sebuah kotak yang bercerita tentangmu. Mungkin lebih tepatnya sekarang ku sebut dengan buku.

Lihat halaman pertamamu, tentang seseorang yang kian hari menunduk lesu. Bukan karena seekor kepik yang menurutnya lebih lucu. Tapi dia yang membungkuk menahan berat citamu. Dia yang menahan pedih tubuhnya untuk kau injak injak.

Kau yang merasa menyesal. Ku kan bertanya pada seikat hati yang kian lemah tiap waktunya. Apa alasanmu berkata seperti itu ?

Karena kau tak seindah mawar merah seberang jalan ? Karena kau tak punya rumah yang bisa dibanggakan seperti seekor penyu ? Atau karena kelakuanmu sendiri di lain waktu ?

Sekarang hari yang buatku tak menentu. Maka akan ku beberkan sebuah rahasia besar padamu.

Kau lihat mawar itu ? Coba kau tengok ketika malam menyelimuti harimu. Kau dengar ? Dia menangis karena melukai tangan tuannya. Dia menangis tak memberi yang indah pada tuannya. Dia memang cantik untuk sepasang bola mata. Tapi tidak untuk sepasang tangan yang tergesa.

Kau lihat si penyu ? Dia bahagia malam harinya. Bisa menyesap secangkir kopi panas jika malam yang dingin tiba didalam rumah cangkangnya. Tapi kau tengok jika siang yang terik datang. Peluh membanjiri tubuhnya. Berat menimpa punggungnya.

Sekarang ku tanya kembali. Masih ingin menjadi diri yang lain ?

Jika kau merasa menyesal pada dirimu di lain waktu yang telah berlalu. Maka maafkan tubuh tak tau mu dulu. Sekarang kau sudah mulai tua-tak perlu kau malu kau sudah tua, lihat kawanmu yang tak kuat mengikuti jalan mu sampai umur sekian. Maka jangan buat tua-mu malu pada kelakuan kecil yang akan kau lakukan detik ini. Buat dirimu yang dulu tersenyum menatap kau yang kian besar hari ini.

Kau tak perlu menyesalkan apa pun hari ini. Karena ragamu hari ini buah dari hal yang selalu kau sesalkan. Maka banggalah kamu. Kamu telah besar hari ini, kamu telah berjuang memperbaiki mesin rusakmu yang berkarat dengan keras. Maka jangan biarkan kau bekerja dua kali menghilangkan karatmu.

Bekerja keraslah. Dan lihat, kau kan lebih besar nanti.

Jangan lupa ingatkan aku jika aku mulai menambah karat di mesin lamaku yang mulai hilang dimakan usia.

Untuk KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang