Sore itu hujan masih turun dengan lebatnya, aku masih setia membolak-balikan buku tebal yang dibelikan Papa satu bulan lalu. Sebenarnya aku telah selesai membacanya sehari setelah papa memberikannya pada ku, tapi aku kembali membacanya karena menyukainya.
Jika seseorang membutuhkan waktu satu pekan atau lebih untuk membaca buku setebal kamus ini, maka aku hanya membutuhkan satu malam untuk menyelesaikannya.
Kecintaan ku pada buku memang aneh, saat seorang gadis seusiaku tergila-gila dengan artis-artis luar negeri seperti k-pop aku lebih tertarik untuk duduk sepanjang hari menatap huruf-huruf yang tercetak di lembar-lembaran kertas tebal itu.
Kata Mama saat mengandung ku beliau memang suka sekali mencium aroma buku, aku tidak tahu apa hubungannya dengan yang jelas aku telah terlahir untuk mencintai buku dan aku menyukai itu.
Aku menghela nafas dalam, melihat kearah luar jendela. Hujan tampak sudah reda meninggalkan rintik-rintik kecil yang mengenang dipermukaan jalan. Aku sudah duduk disini selama kurang lebih dua jam, merasa bosan aku kembali melirik jam yang tertempel didinding. Jarum pendek menujukan pukul 9 malam.
Seharusnya mereka sudah pulang sejam yang lalu, tapi sudah dua jam lebih aku duduk di ruang tamu untuk menunggu kepulangan mereka, Mama dan Papa belum juga datang, saat aku berdiri untuk mengambil minum kedapur, ponsel ku berbunyi menadakan sebuah panggilan masuk.
Aku tersenyum lega saat nama Mama tertera di layar persegi itu. Saat aku menekan tombol hijau untuk menjawab pangilan, entah kenapa tiba-tiba hatiku merasa tidak nyaman. Sebuah suara terdengar diujung sana, aku tidak mengenali siapa pemilik suara itu, samar-samar aku mendengar bunyi serine dan lalu lalang kendaraan.
Aku menjatuhkan ponselku saat orang diseberang sana mengatakan bahwa mobil yang ditumpangi kedua orang tuaku mengalami kecelakaan beruntun. Jantungku seperti berhenti berdetak begitu pula tubuhku yang seperti mati rasa.
Aku menggeleng kuat tidak percaya dengan apa yang barusan aku dengar. Tidak seperti otakku yang menolak informasi itu kakiku melangkah keluar menerobos rintik hujan yang masih setia terjatuh, aku sudah tidak dapat berpikir lagi. Logikaku seperti terjatuh bersamaan dengan rintik-rintik kecil itu.
Kakiku terus melangkah menerjang genangan air hujan. Sekuat tenaga aku berlari hingga kudapati garis-garis polisi membentang mengamankan tempat kejadian. Lokasi kecelakaan memang tidak terlalu jauh dari rumahku. Dengan tubuh mengigil dan kaki telanjang aku mendekat ke mobil itu. Mobil yang pagi tadi masih utuh dan terlihat baik-baik saja.
Orang-orang berseragam dengan jas hujan itu membawa seorang wanita yang kukenal, wanita yang selama ini menjadi penyemangatku, wanita yang telah membesarkanku dengan kasih sayangnya, wanita yang tidak henti-hentinya berdoa untukku disetiap sujud panjangnya, wanita yang telah melahirkan ku. Aku tidak percaya ini. Apa ini mimpi?
"Dek mau kemana?" Tanya seorang yang mengenakan seragam polisi saat aku mendekat ke arah Mama. Tatapan ku kosong, aku linglung, entah kenapa kaki ku tiba-tiba seperti tidak bertulang. Mulutku seperti terkunci, dan air mataku pun tidak bisa keluar dari tempatnya.
"Mama." Lirih ku tertahan ditenggorokan.
Tubuhku sudah basah oleh air hujan. Air mataku masih juga tidak mau keluar.
Mungkin polisi itu mendengar gumamanku sehingga dia menatap ku kasihan. "Apa itu Ibunya?"
Aku mengangguk lemah, dengan sigap polisi itu membawa ku kedalam mobil ambulan itu.
Aku tidak mengerti apa yang dilakukan oleh perempuan berseragam putih itu pada Mama, dia terus menekan dada Mama sesekali melihat kondisi Mama, sepertinya itu adalah upayanya untuk menyelamatkan Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Dua Pilihan (END)
Spiritual(⚠)Follow dulu yuk sebelum membaca!!! Fatimah gadis remaja yang mulai memperbaiki dirinya setelah kejadian tragis yang merenggut nyawa Ayahnya. Kehidupannya mulai berubah saat Ina, sahabat dari kedua orang tuanya datang untuk mengajaknya tinggal ber...