15. Kecewa 2

187 23 3
                                    


Aku mengerjapkan mataku saat melihat rak-rak yang terisi penuh dengan Buku-buku. Masya Allah,  rasanya begitu menyenangkan melihat buku-buku yang tersusun rapi di sepanjang toko ini. Aku menghirup dalam aroma buku yang khas, aku sungguh menyukai baunya.

Tiwi menatapku geli saat dengan takjubnya aku terus membuka-buka buku tentang sejarah islam yang ada didepanku.

"Fatimah, aku ke sana dulu ya," katanya menujuk rak dibagian novel. Aku mengangguk mengiyakan.

Sudah hampir sepuluh menit lebih kami berada di toko buku ini, aku sudah memutuskan buku mana yang ingin aku beli,  pilihan ku jatuh pada buku Fiqih wanita.

"Tiwi aku udah selesai nih," Tiwi tampak mengangguk dan menemani ku kekasir.

Setelah membayar buku kekasir aku pun berjalan ke sepanjang toko yang Tiwi masuki, kini giliran ku lah yang menemaninya.

Dari mulai toko baju hingga sepatu bahkan toko kosmetik pun aku masuki, sepertinya setiap inci dari mall ini sudah kami jelajahi. 

Tiwi terus menyeretku dari tempat yang satu ketempat yang lain tapi hingga saat ini dia belum juga menemukan apa yang dia cari.

Betisku rasanya seperti pegal sekali hanya berkeliling tanpa kepastian.   "Sebenarnya kamu mau beli apa sih?" tanyaku putus asa,  dia tampak cengengesan menggaruk kepalanya.

"Gue juga bingung Tim, tadinya mau beli baju tapi kayaknya nggak ada yang cocok,"

"Trus ngapain kamu ajak aku masuk ke toko Sepatu sama toko kosmetik?" tanyaku malas.

"Kali aja ada yang bagus," Ok aku mulai kesal,  dia kembali cengengesan dan bergelayut manja di lenganku.

"Ya udah kita makan aja yuk!" Ajaknya menarik-narikku menuju eskalator.

"Kan tadi kita udah makan," Kataku agak kesal.

"Tapi laper lagi nih," ku lirik jam yang melingkar ditangan ku,  berisistighfar saat melihat jarum pendek yang menujukkan pukul 5 sore. Aku mengajak Tiwi kembali kemusolah mall lagi untuk solat.

Setelah selesai solat barulah  Tiwi mengajakku ke lantai dasar lagi untuk membeli eskrim yang katanya enak banget.

Dan lagi-lagi aku hanya bisa pasrah. Setelah memesan dan menunggu sekitar lima menitan pesanan kami pun datang,  aku memesan satu cup eskrim berukuran sedang rasa green tea dan Tiwi memesan satu cup eskrim berukuran jumbo rasa vanilla blue.

"Eh, bukannya itu Zidan sama Zulfa ya?" Tiwi menunjuk kearah lantai dua, aku mengerjapkan mataku  melihat Zidan dan Zulfa yang sedang berjalan bergandengan berdua.

Melihat itu ada perasaan sakit yang kurasakan, dadaku tiba-tiba sesak dan perutku berputar-putar.

"Apa mereka udah balikan ya?" gumam Tiwi lebih kepada dirinya sendiri, dia menatap kearah mereka dengan ragu, antara percaya dan tidak ternyata dugaanku benar.

"Tiwi, aku duluan ya. Aku lupa harus lihat Mama." kataku menyambar tasku dan pergi begitu saja.  Berlari sekencang yang kubisa. Samarku dengar Tiwi memanggilku.

Aku tidak peduli saat orang-orang menganggap aku aneh karena berlari ditengah keramaian seperti ini.

Rasanya aku sudah tidak bisa mengontrol emosiku lagi.
Air mataku tiba-tiba jatuh begitu saja. Perasaan asing yang kurasakan begitu menyesakkan dan seakan menekan dadaku.

Ini adalah pertama kalinya aku merasakan persaan ini kepada seorang laki-laki, selama ini aku selalu membantah tentang hadirnya  perasaan ini. Tapi sekarang aku menyadarinya ternyata tanpa kusadari perasaan itu sudah berkembang menjadi rasa cinta yang tidak seharusnyaku rasakan.

Diantara Dua Pilihan (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang