26 Fakta

87 13 0
                                    

Fatimah menatap ponselnya, gadis itu tidak percaya beberapa waktu lalu mendapat panggilan dari lelaki itu lagi. Walau Fatimah langsung mematikannya, namun tetap saja gadis itu merasa gelisah.

“Tim. Fatimah. Dari tadi gue panggil-panggil nggak denger-denger.” Fatimah terlihat ling-lung melihat Firda sudah ada di depannya.

“Lagi mikirin apa sih?”

“Ahh. Maaf. Ada apa Fir?” tanyanya mengalihkan pembicaraan.

“Lo di panggil sama Dokter Nurdin tuh.”

Ponselnya kembali berdering. Fatimah melihat nama yang tertera di layar datar itu. Dia merasa lega saat nama Zidan yang muncul di sana.

“Assalamulaikum,” suara dari seberang memberi salam.

“Wa’alaikumusalam, sudah ketemu kak Zaky?” tanyanya.

“Hmmm.” Gadis itu heran mendengar balasan Zidan yang singkat dan tidak cerewet seperti biasanya.

“Kenapa?”

“Sebenarnya...Hmmm aku...”

Mendengar Zidan yang menggantung kalimatnya membuat Fatimah sedikit penasaran dengan kalimat selanjutnya.

“Kenapa sih?” tanyanya gemas.

“Sebenarnya aku.... Nggak jadi deh.”

“Bikin orang penasaran aja. Ya udah kalo gitu Assalmualaikum,” ucapnya kesal.

“Ehh ehh Tim tunggu dulu. Jangan di tutup.”

“Sebenarnya aku cuma mau bilang, jangan lupa makan. Kalo nggak mau maagnya kambuh lagi. Assalamualaikum.” Panggilan itu kemudian terputus.

Di lain tempat Zidan merasa puas telah menjahili Fatimah. Dia cekikikan menegtahui gadis itu belum juga berubah. Sesaat Zidan melemparkan pandangan ke luar jendela mobilnya yang masih melaju. Tatapaannya terlihat sendu. Meninggat kejadian beberapa waktu lalu.

“Kamu udah makan?” tanya Zaky

“kakak kayak Vina, selalu aja tanyain itu."

“Vina? Siapa?”

“Oh. Dia sekertarisku di singapur.”

Merasa bosan Zidan berdiri dan melihat-lihat sekeliling Apertemen Zaky. Setelah merasa puas dia kembali duduk di tempatnya tadi. Tiba-tiba ada suara aneh di dalam kamar kakaknya. Pintunya sedikit terbuka. Karena penasaran diapun mendekat dan masuk ke sana. ternyata suara itu berasal dari hantaman jendela yang tertiup angin, Zidan menutup jendela itu dan mengamati kamar itu.

Interiornya persis seperti kamarnya dulu yang dilengkapi dengan rak buku yang tersusun rapi dan beberapa pajangan poto. Dia tersenyum melihat fambar dirinya , Zaky, juga Zeon  yang ternyata terpajang di sana. Poto itu diambil saat Zeon masih berumur dua tahun.

Zeon terlihat begitu berbeda di sana dengan rambut panjang layaknya anak peremuan. Dia tertawa  mengingat saat Papinya memutuskan memotong rambut Zeon, Maminya menagis tersedu-sedu karena tidak bisa melihat Zeon dengan rambut panjangnya lagi. Padahal Maminya sangat berharap mempunyai anak perempuan tapi saat Zeon lahir dan mengetahui ternyata anak ketiganya juga laki-laki dia cukup sedih tapi tetap mensyukurinya. Karena itulah saat Zeon masih bayi sampai umur dua tahun dia memperlakukan Zeon layaknya anak perempuan.

Pandangannya teralih di setiap deretan buku yang berbaris rapi di sana. Semua buku tentang medis dengan ketebalan di atas rata-rata buku bisanya. Namun ada satu buku yang terlihat berbeda dari buku lainya di pinggir buku itu tertulis My Note.

Dia mengambil buku itu dan membuka lembarannya satu persatu.
Tulisan tangan Zaky yang amburadul membuat Zidan tidak bisa membaca satu katapun di sana.

Diantara Dua Pilihan (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang