34. Ending

123 17 2
                                    

Pemandangan yang selalu Fatimah rindukan, saat dapat melihat senyum Mamanya terukir indah dibibirnya.

Dia tidak ingin senyum itu hilang dengan menceritakan kebenaran tentang papanya.

Sampai tiba saatnya Tiara dengan senyum tegarnya mengatakan hal yang tidak bisa dia sangkalnya.

"Semua yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Mama sudah ikhlas kalau memang papamu pergi dulu"
Fatimah tidak bisa mengelak saat mamanya mengatakan hal itu. Airmatanya menjelaskan semua dugan-dugaan itu. Tiara memeluk tubuh anaknya itu sambil mengelus punggung Fatimah berusaha menenagkannya.

Tiara mengerti kenapa Fatimah menyembunyikan kematian papanya padanya. Dia tahu itu Fatimah lakukan untuk pemulihannya.

Sudah tiga bulan Tiara menjalankan perawatan dan kondisinya sudah berangsur sehat. Dokter bilang dia sudah bolah pulang hari ini. 

Awalnya Tiara ingin  pulang ke palembang berziarah ke makam suaminya tapi keluarga Mario mengusulkan untuk menunggu satu bulan lagi sampai Fatimah menyelesaikan coasnya di sini dulu.

Tiara setuju dengan itu tapi menolak tawaran Ina untuk menyuruhnya tinggal di rumah mereka daripada harus repot-repot menyewa kos.  Sampai Fatimah menyelesaikan coasnya mereka berencana untuk pulang ke palembang.

***
Selesai sarapan Zaky mengatakan ada hal yang ingin dia sampaikan. Semuanya berkumpul di ruang tengah untuk mendengar apa yang ingin di sampaikan Zaky.

“Pi, Mi. Zaky mau ngelamar Fatimah” Zidan terkejut mendengar pengakuan kakaknya itu.

“Zaky sudah bilang sama tante Tiara buat ngelamar Fatimah. Dan beliau sudah setuju tentang itu."

Ina melirik Zidan yang tidak berkata apapun. Dia sebagai orang tua tentu tahu kalau kedua putranya itu menyukai  gadis yang sama. Jika harus memilih dia tidak ingin memihak antara keduanya.

Pikiran Zidan berkecamuk. Dia tidak pernah menduga kakaknya itu ternyata akan menyukai gadis yang sama dengannya.

Apa yang harus dia lakukan sekarang. Dia satu langkah lebih lambat dari kakaknya itu. Tidak mungkin dia menentang pengakuan kakaknya itu setelah Zaky secara resmi sudah melamar Fatimah di hadapan ibunya.

@

Fatimah baru turun dari tangga ketika melihat Zidan duduk di sofa ruang keluarga. Dia mendekat ke arah lelaki itu, sejujurnya ada yang ingin dia tanyakan pada lelaki itu.

"Zidan kamu lagi ngapain?" tanyanya mengalihkan pandangan Zidan. Lelaki itu menoleh.

"Kapan kamu datang?"

"Tadi."

"Jadi kamu benar-benar bakalan pindah?" tanya lelaki itu. Gadis itu mengangguk.

"Kata Vina kalian mau balik singapur lagi?" tanya Fatimah sedikit ragu. Zidan hanya mengangguk tak menjawab pertanyaan itu.

"Kenapa?" tanyanya lagi. Kali ini Zidan menatap gadis itu, namun hanya diam tak mengatakan apa-apa. Wajahnya berubah.

"Kenapa kamu harus balik lagi?" Kali ini Zidan tertawa mendengar pertanyaan gadis itu. Tawanya terdengar hampa.

"Bukannya sudah jelas? Buat apa aku tetap di sini lagi?" ujarnya dingin, Fatimah menunduk, perasaannya berkecamuk. Baru kali ini lelaki itu menatapnya dengan cara seperti itu. Entah kenapa hatinya sakit melihat lelaki itu seperti itu karena dirinya.

"Jangan membuat pertanyaan yang kamu sendiri sebenarnya tahu Jawaban."

"Maaf," gumamnya lirih, air matanya tak terasa mengalir di pipi mulusnya.

Diantara Dua Pilihan (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang