17. Menerima skenario-Nya

179 21 10
                                    

Aku menatap hamparan luas nan indah yang membentang sepanjang garis pantai. Kakiku terus melangkah diatas pasir putih yang basah oleh terjangan ombak. Menghirup udara pantai yang khas dan menikmati suasana damai ini.

Aku mencoba untuk memejamkan mataku berusaha melupakan banyangan dari kepalaku, tapi semakin aku mencoba untuk memusnakan bayangan itu semakin dia tampak jelas hadir di dalamnya.

"Fatimah, kamu cintakan sama aku?" tanya Zidan menatapku dengan serius, aku tidak berani menatap matanya atau pun menjawab pertanyaanya.

Dia tampak menjambak rambutnya frustasi. "Jangan diem aja, ayo jawab!" serunya lirih.

Aku masih diam berusaha mengalihkan pandangan ku, melihatnya seperti ini hatiku jadi sakit.

"Aku cuma mau pastiin kejelasan hubungan kita Tim,"

"Apanya yang mau dipastiin, hubungan kayak gimana maksud kamu!" seruku tertahan.

Wajahnya menampakkan kesedihan dan matanya mulai berkaca-kaca.

"Kamu cukup bilang cinta, terus aku bakalan nunggu kamu sampai kita siap nikah,"

"Jangan becanda Zi, kamu pikir aku mau bilang sama kamu tentang perasaan aku? Sama orang yang bahkan nggak berhak sama aku?" Zidan tampak kecewa mendengar itu. Dia berbalik, matanya tampak sudah memerah.

"Aku sama Zulfa udah balikan." Gumamnya pelan dan meninggalkanku.

Untuk yang kedua kalinya hatiku telah dipatahkan olehnya. Aku terisak melihat kepergiannya. Untuk apa menyuruhku mengatakan cinta bila pada akhirnya dia sedirilah yang berpaling.

Air mataku jatuh tanpa bisa aku tahan, setiap mengingat itu aku jadi tidak bisa mengontrol emosiku. seharusnya aku bisa melupakannya, sekarang aku bukan lagi siswi SMA.

Ayo Fatimah kamu pasti bisa melupakannya!

Setelah lebih dari dua minggu dinyatakan lulus dan sudah tidak berstatus sebagai siswi SMA lagi aku memutuskan untuk berlibur ke palembang dan berziarah kemakam Papa.

Aku sudah memutuskan untuk menutup kisah lamaku di Jakarta dan berniat membuka lembaran baru di sini lagi. Dan membawa Mama pulang kesini untuk memulai kehidupan baru lagi.

"Fatimah Az-Zahra!" Pekik seseorang yang suaranya sangat ku kenal, aku menoleh melihat Jihan yang berlari ke arahku dengan kencang kemudian memelukku tanpa aba-aba.

"Ya Allah kangen banget," katanya masih memelukku, aku melepaskan pelukannya dan dia tampak mengerutkan keningnya aneh.

"Kamu habis nangis ya?"
Aku menggeleng dan pura-pura tersenyum.

"Bener ah habis nagis," tuduhnya dengan mata menyipit.

"Aku nangis gara-gara kangen kamu nih," ujarku menggodanya, dia tampak tertawa mendengarku.

"Tadi aku perhatiin kamu dari jauh, kirain siapa pake gamis sama jilbab gede kayak gini ternyata FATIMAH toh,"

"Kamu udah berubah ya jadi lebih syari'," lanjutnya. Dasar Jihan masih aja nggak berubah.

Aku memegang ujung jilbabku yang terkibar-kibar oleh angin. "BTW kapan kamu datang?"

"Aku udah hampir seminggu disini,"
Jihan memanyunkan bibirnya lucu.

"Jahat banget sih, dateng nggak ngabarin."

"Tenang aja Insya Allah aku bakal kuliah disini," ujarku menatapnya,
Jihan tampak tersenyum sumringah.

"Beneran kamu bakalan kuliah disini? Trus tante Tiara gimana?"

"Gimana lagi? Masa aku tinggalin Mama di Jakarta," dia tampak mengangguk mengerti.

Diantara Dua Pilihan (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang