6. Aneh

219 18 0
                                    

Aku memalingkan wajahku berusaha untuk tidak menatap wajah Zidan,  tadi pagi dia tidak ikut ke rumah sakit karena dia kembali tertidur setelah solat subuh,  sungguh kebiasaan yang buruk.

Aku kembali memalingkan wajahku saat tidak sengaja wajahku bertemu pandang dengannya,  dari tadi sejak duduk di meja makan dia terus menatapku tanpa berkedip, apa dia semarah itu?

Apa ini salah ku?
sepanjang malam aku tidak bisa tidur karena memikirkan nasipku setelah secara spontan aku memukulnya dengan buku itu.

Aku juga memukulnya karena kaget,  wajahnya hanya beberapa  inci di depan wajahku,  jelaslah itu membuatku gugup.

Tunggu dulu, apa aku baru mengakui bahwa dia membuatku gugup?

sejak kapan aku gugup di dekat anak petakilan itu?

TIDAK MUNGKIN!!
Aku terus meyakinkan diri bahwa aku salah,  karena merasa bersalah pikiranku jadi kacau.

Setelah acara makan siang selesai, seperti biasanya aku membantu Mbok Darmi dan Tante Ina membersihkan meja makan dan mencuci piring kotor. Karena hari libur aku jadi lebih sering berada di dapur untuk membantu-bantu.  Zidan masih mengawasiku, aku yakin setelah ini dia akan membalasku dengan lebih kejam.

"Fatimah, " suara Zidan terdengar mengerikan di telingaku, aku menoleh melihatnya yang sedang duduk di kursi seberang konter dapur.

"Ada apa?" tanyaku berusaha menetralkan ekspresiku. Tante Ina masih sibuk dengan pekerjaannya.

"Bisa bantu aku kerjain tugas sejarah nggak?"

Aku merasa ngeri dengan sikapnya yang sangat normal itu. Tidak biasanya anak itu seperti ini,  bahkan Tante Ina dan Mbok Darmi sampe meletakkan piring yang tadi dibawanya untuk melihat kearah Zidan.

Aku harus mencari alasan untuk menolaknya. "Aduh,  maaf Zi,  aku harus lihat Mama, "

"Bukannya tadi pagi udah?"

"Tapi kalau mau pergi lagi,  aku bisa temenin kamu kok," tawarnya santai.

Sejak kapan anak ini mengganti kata elo gue jadi aku kamu? Rasanya bulu kudukku merinding.

"Nggak usah Zi,  aku bisa pergi sendiri,  lagian cuma pengen nengok Mama sebentar doang," tolakku halus.

"Aku juga mau nengok Tante Tiara,  udah seminggu nggak lihat Tante Tiara aku jadi kangen,"

Tante Ina tampak tersenyum mendengar putranya itu,  sebenarnya apa yang sedang direncanakan anak ini?

Kalau saja tante Ina tidak ada acara hari ini aku pasti sudah mengajaknya lagi pergi bersama ke Rumah sakit, tapi sayangnya tante Ina harus pergi menemani Om Mario ke Pekalongan untuk menjenguk kerabatnya yang sakit.

@@@
Setelah satu jam terjebak macet, akhirnya sampailah kita di rumah sakit dengan selamat. Alhamdulillah sepanjang perjalanan Zidan tidak pernah menyinggung kejadian kemarin, aku pikir dia akan membalasku dengan kejahilan yang lebih kejam, tapi walau pun begitu rasanya sangat aneh melihat tingkahnya yang tiba-tiba berubah dalam satu hari,  apa otaknya sedikit bergeser menjadi normal karena aku timpuk dengan buku itu?
Semoga saja.

Sesaat setelah membuka pintu mobil Zeon langsung berlari menuju koridor rumah sakit,  karena tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan,  aku memaksa Zeon ikut lagi bersama kami dan untunglah Zeon tidak ikut bersama Tante Ina dan Om Mario ke pekalongan.

"Kak ayo cepetan! " serunya masih berlarian sepanjang koridor.  Aku ikut berlari-lari kecil meninggalkan Zidan yang ada di belakang.

"Woi tunggu!" seru Zidan ikut sedikit berlari.
Aku membuka pintu tempat ruangan dimana Mama ditempat kan,  Mataku kembali melihat Mama yang terbaring lemah diranjang rumah sakit, peralatan alat bantu masih menempel ditubuhnya. hatiku rasanya masih saja sedih melihat pemandangan ini.

"Fatimah, datang lagi? " tanya seorang perawat yang sejak satu tahun terakhir ini merawat Mama disini.

Aku mengangguk sebagai jawaban. setelah memeriksa keadaan Mama Mbak Dian pergi meninggalkan kami diruangan itu.

Zidan dan Zeon duduk di kursi dekat meja yang memang telah disediakan disana.

Aku memberikan salam dan mengecup kening Mama sayang,  biasanya kalau aku berkunjung seperti ini. Aku akan membacakan Mama Al-Quran atau mendengarkannya murottal dan pengajian, membaca buku-buku yang sering kubaca atau bahkan mengajak Mama ngobrol dan bercerita tentang apa saja.

Kata Kak Zaky itu baik bagi Mama, walaupun tidak sadar Mama bisa mendengar apa yang berada di sekitarnya.

Setelah sekitar lima menit bercerita akhirnya Zeon mengeluh karena bosan.

“Apa mau Kakak belikan es krim?” tawarku agar dia tidak rewel, dengan senyum sumringah dia mengangguk semangat.

“Ya udah tunggu dulu, kakak pergi beli es krim buat Zeon,” kataku bergegas dari dudukku untuk menuju mini mart yang terletak di depan rumah sakit. 

“Biar aku temenin!” seru Zidan ikut bangkit, Zeon menatap kakaknya bingung.

“Trus Zeon sama siapa?” rengeknya.

"Apa Zeon pergi cari Kak Zaky aja?" Zidan berjongkok menyamakan tingginya dengan Zeon.

"Nggak usah, mungkin Kak Zaky lagi sibuk,"

“Kamu temenin Tante Tiara,  Zeon kan cowok. Masa gitu aja takut,”
mendengar kata takut Zeon menggeleng dan menyuruh kami bergegas untuk segera pergi, dia jadi tidak merengek lagi dan duduk didekat Mama.

“Kamu kenapa ikut?” tanyaku kepada Zidan sesaat setelah kami sudah berada di luar rumah sakit, dia berhenti sejenak dan menoleh kearahku lalu memandangku dengan mata dalam.

Ni anak kenapa tiba-tiba kayak gini sih?
“Aku cuma pengen mastiin sesuatu,” dia kembali melangkah meninggalkanku dengan segala pertanyaan dibenakku.

“Mastiin apa?” aku mencoba mengejarnya menyamakan  langkahku dengan langkah Zidan. Tapi, mungkin karena kakiku yang terlalu pendek jadilah aku tertinggal jauh dibelakngnya.

@@@
Rasanya sangat sejuk saat kakiku sudah ku pijakan di dalam mini market itu, aku disambut hangat oleh mbak kasir yang menjaga di sana.

Zidan sudah berada di sana sedang memilih-milih eskrim di box khusus tempat pendingin. Entah ide dari mana tiba-tiba aku merasa iseng ingin menjahilinya.

"DOR, " kataku didekatnya,  dia tampak kaget hampir  membuang eskrim yang telah di pegangnya. Aku tertawa cekikikan.  Apa ini rasanya menjahili seseorang,  cukup menyenangkan.

"Kamu kenapa? " tanyaku menghentikan tawaku setelah melihat Zidan yang mematung sambil memegang dadanya. 

Apa dia sekaget itu?
Dia mengerjapkan matanya masih memegang dadanya.

"Nggak mungkin! " katanya menggeleng
"Nggak MUNGKIN!! " kali ini dia sedikit berteriak.  

Aku menatapnya heran. Dia kembali  berteriak dan meninggalkanku keluar bahkan dia tidak jadi membeli eskrim. Mbak kasir tadi bahkan tersenyum-senyum melihat tingkah anehnya itu.

"Maaf ya mbak temen saya emang rada-rada," ujarku kepada mbak kasir sambil menyodorkan beberapa eskrim untuk dibayar lalu keluar dari tempat itu kembali menuju rumah sakit.

Aku membuka pintu ruangan inap Mama,  melihat Zidan yang sedang fokus melihat ponselnya,  sementara Zeon masih duduk menemani Mama. 

Zeon menoleh kearah ku dan terlihat antusias melihat tentengan eskrim yang kubawa.

"Zi kamu nggak mau? " tawarku kepada Zidan yang masih sibuk dengan ponselnya.

"Nggak, " katanya tanpa melihat kearahku. Dasar aneh, yaudah kalau nggak mau.

Beberapa menit berlalu Zeon sudah kembali mengeluh. "Kak Fatimah,  Zeon ngantuk ayo kita pulang, " katanya sambil mengucek-ngucek matanya.

"Bilang yang kenceng, " bisik Zidan kepada Zeon. Dasar Zidan, seharusnya kalau mau berbisik nggak perlu sampe kedengaran juga kali. Kataku dalam hati.

Aku memicingkan mataku padanya menatapnya dengan tatapan horor. Katanya mau menengok Mama, memberi salam saja tidak.  Sekarang malah nyuruh Zeon lagi.

"Iya iya kita pulang," ujarku malas.

Jangan lupa vote komen ya Kakak😊

Diantara Dua Pilihan (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang