3. Syahrini

283 27 2
                                    

Kediaman keluarga Mario terlihat sudah siap untuk memulai rutinitasnya seperti biasa, hari ini adalah hari pertama bagi Fatimah untuk belajar di sekolah barunya, Mario dan Ina telah mendaftarkannya di sekolah yang sama dengan Zidan dan sekarang dia akan berstatus sebagai murid baru.

Fatimah, gadis itu menghela nafas sebelum menatap duplikat dirinya di cermin. Sudah hampir dua pekan dia tidak menggunakan seragam sekolah saat kepergian sang Papa, sekarang dia harus menggunakan seragam itu lagi untuk pergi ke sekolah barunya. Dia sudah bertekat, dia akan belajar dengan giat, membuat Mama dan Papanya bangga kepadanya. Tidak menjadi pusat perhatian, dan bergaul seperlunya.

Suara ketukan terdengar di luar pintu kamarnya, diikuti dengan suara Zeon yang memanggilnya. Fatimah menyerngitkan keningnya, memutar tubuhnya untuk berjalan ke arah pintu dan membuka pintu kamarnya pelan, saat pintu itu terbuka hal pertama yang di lihatnya adalah Zeon dengan senyum simpulnya.

Bocah itu berdiri dengan tangannya di masukan ke dalam saku celananya. Tanpa di persilahkan dia berjalan ke dalam kamar Fatimah dan duduk di atas kursi yang memang telah disediakan di tempat itu.

"Kakak cewek, tahu nggak?" tanyanya dengan wajah gemasnya, Fatimah yang masih berdiri di depan pintu menoleh kembali memutar tubuhnya. Terheran-heran dengan tingkah laku bocah berusia enam tahun itu.

"Tahu apa?"
Zeon memicingkan matanya dan menghela nafas dalam, kemudian menyandarkan tubuhnya di kursi itu.

"Jangan bilang siapa-siapa ya!" gumamnya pelan, penasaran dengan apa yang dikatakan Zeon, Fatimah berjalan kerah bocah itu dan duduk di sebelahnya.

"Kakak bisa simpen rahasia kok," katanya menyakinkan bocah itu.

"Ini demi kebaikan Kakak, janji nggak akan kasih tahu siapa-siapa terutama Kak Zidan ya!" Fatimah mengangguk semangat.

"Sebenernya," lanjutnya menoleh ke arah pintu.

"Sebenarnya, dulu ada Mbak yang udah kerja di sini sebelum Kakak datang," Zeon kembali menghela nafasnya sebelum melanjutkan ceritanya.

"Dia berhenti gara-gara Kak Zidan," ujarnya dengan wajah sedih.

"Waktu itu Mbaknya mau nganter aku sekolah. Terus di jalan Mbaknya itu ajak aku ke rumahnya katanya mau anterin makanan, di jalan Kak Zidan lihat aku sama Mbak itu, diikutin dari belakang. Kata Kak Zidan aku mau di culik. Dilaporin ke polisi terus setelah itu Mbaknya nggak masuk kerja lagi, padahal Mbaknya itu baik banget sama aku,"
Fatimah mengangguk mengerti.

"Apa Zeon Kangen sama Mbak itu?"
Belum sempat menjawab pertanyaan Fatimah. Ina sudah berdiri di depan pintu memanggil mereka.

"Zeon disuruh panggil Kak Fatimah malah diem, ayo sarapan dulu!" ajaknya.

"Et dah ni bocah, disuruh manggil malah diem di atas." Zidan berkomentar saat mereka sudah tiba diruang makan.

Zeon menggerutu, menatap Kakaknya dengan ekspresi menggemaskan.

"Zidan nggak usah komentar," kata Zaky dingin. Tidak ada yang berani bersuara, terutama sang Mami.

Setelah Mario, Zaky memang yang paling disegani di keluarga itu.
Suasana sarapan pagi ini berjalan seperti biasa. Fatimah yang berada ditengah-tengah keluarga itu masih merasa canggung, meski pun dia sebenarnya bukanlah gadis pemalu, tapi tetap saja berada di tengah keluarga yang tidak pernah ditemui sebelumnya dan tinggal ditempat itu membuat dia merasa berbeda.

Matanya terus fokus pada sarapannya, seakan wajahnya sudah terkunci untuk terus menghadap ke arah piringnya itu.

"Gimana perasaanya, sebentar lagi bakal sekolah di tempat baru?" tanya Mario membuka suara.

Diantara Dua Pilihan (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang