7. Rumus Fisika

202 19 1
                                    

Keringat rasanya mengalir deras diseluruh tubuhku,  hari senin memang hari yang cukup melelahkan,  setelah menguras tenaga berdiri dilapangan untuk upacara bendera. Mata pelajarnya pun semuanya harus menguras otak karena sebagian  tentang hitung-hitungan.

Aku menghela nafas dalam,  menetralkan pikiran ku. Masih ada sekitar lima menit sebelum pelajaran dimulai,  anak-anak masih berkeliaran di luar. Aku memutuskan untuk segera masuk ke dalam kelas. Kelas tampak masih sepi,  hanya ada satu anak yang tengah tertidur dengan wajah yang di benamkan diatas meja,   dia tertidur tepat di belakang tempat dudukku. Apa dia Adit? tapi perasaan tadi aku melihatnya di luar.

Aku seperti mengenal posturnya, entahlah mungkin itu Adit. Tapi,  apa dia tidak ikut upacara bendera? Siapa yang peduli?!

Tepat pukul 7.30 bel berbunyi dan anak-anak satu persatu berhamburan masuk kedalam kelas diikuti Pak Danu yang sudah siap untuk memulai kelas pagi ini dengan wajah horor seperti biasanya.

Lima menit rasanya seperti satu jam, penjelasan Pak Danu yang begitu hebat rasanya seperti membangkitkan rasa kantuk ku. 

"Fatimah, " suara bisikan itu memanggil-manggil nama ku diarah belakang,  aku menoleh dan mengerjapkan mataku yang sempat berat karena penjelasan dari Pak Danu tadi.

Mata ku sepenuhnya terbuka lebar melihat Zidan yang cengengesan bersama Adit. Jadi yang tadi tidur itu dia?

Kenapa anak ini berada di sini?
"Kamu ngapain disini?" gumam ku tertahan.

"Jangan bergerak, "
Ini anak bukannya menjawab malah nyuruh-nyuruh segala lagi.

"Aku kasih tahu Pak Danu ni," ancamku padanya. Bukannya takut dia malah menunjuk-nunjuk belakang jilbab ku.

"Gue bilang jangan bergerak, rambut lo jadi kelihatan tuh," aku tersenyum mengejeknya,  dia pasti bohong.  Aku tidak akan tertipu lagi.

"Nggak mungkin, orang aku pake daleman ninja kok, " kataku percaya diri.

"Iya sih rambut elo nggak kelihatan,  tapi sebenarnya jilbab elo yang bolong, " ujarnya meyakinkan, aku melirik Adit sekilas,  dia tampak menahan tawanya.
Apa benar jilbab ku bolong?

"Kalau nggak percaya coba angkat tangannya, "
tampangnya cukup meyakinkan kali ini, kalau benar jilbab aku bolong gimana?

"Ya Fatimah,  silahkan maju jawab soalnya," kata Pak Danu tiba-tiba, dan aku pun sadar bahwa sekarang aku sedang mengangkat tangan ku seperti yang telah disuruh Zidan.

Tiwi dan Benni dibelakang ikut tertawa cekikikan dia pasti senang melihat ku dikerjai oleh Zidan.

"Udah sana maju, " katanya mendorong-dorong bahuku pelan.

Aku bahkan tidak mengerti apa yang mau aku jawab.
"Maaf Pak saya mau ijin kebelakang, " kontan seisi kelas gaduh karena perkataanku.

Aku hanya pasrah ketika Pak Danu menatapku horor,  guru yang paling killer sekarang sedang menatapku.

"Semuanya diam!"
kelas seketika senyap. Aku masih berdiri menunggu keputusan yang akan dibuat oleh Pak Danu.

"Silakan," ujarnya kembali menatap ku, alhamdulilah aku selamat.

Tanpa berpikir lagi segera ku langkahkan kakiku keluar menuju kelas sedikit menoleh melihat Zidan yang kembali pura pura tertidur.

Aku menghela nafas dalam, wajahku rasanya panas sekali. Dasar Zidan,  aku pikir dia sudah berubah tapi ternyata dia masih saja jahil seperti biasanya.

Ku lepaskan kaca mata minusku dan membasuh wajahku dengan air sebanyak-banyaknya,  rasanya malu sekali.

Kenapa sih anak petakilan itu bisa ada dikelas? Adit lagi kenapa tidak memberi tahu kepada Pak Danu bahwa ada penyusup di dalam kelas.

Aku menepuk jidatku sadar bahwa Adit adalah gengnya si Zidan.

Aku hanya bisa istigfar dalam hati.
setelah membasuh wajahku, kembaliku kenakan kaca mataku dan melihat pantulan diriku dicermin, jika dilihat-lihat pipi ku tembem banget ya, beda sekali dengan badanku yang kurus, siapa yang peduli?

Pipi tembem itukan manis,  kenapa aku jadi tidak jelas begini sih?
Sudahlah lupakan soal pipi tembem yang jelas sekarang wajahku  sudah tidak terlalu merah, ku lirik arloji yang melingkar dipergelangan tangan ku. Sudah lima menit lebih aku berada disini,  jika tidak segera kembali mungkin mereka akan menganggap aku sembelit atau semacamnya. 

Sebaiknya aku segera kembali ke kelas.
Saat aku sudah tiba didepan kelas, samarku dengar suara Zidan berbicara pada Pak Danu, apa dia ketahuan?

"Saya insomnia Pak, " ujarnya santai.
ku percepat langkahku menuju kelas, ketika aku telah sampai didepan pintu ku lihat Zidan yang berdiri didepan kelas dengan wajah tanpa beban.

"Apa hubungannya kamu insomnia sama saya? " tanya pak Danu dengan wajah ketatnya. Tu anak berani banget sih pikir ku.

"Bapak kayak nggak tahu aja, saya kan ngefans banget sama Bapak. saking ngefansnya rasanya kalau nggak denger suara Bapak sehari aja. Insomnia saya langsung kambuh,"

"Nah,  karena itu saya berisiniatif datang kesini untuk melihat Pak Danu seorang, mendengar suara Bapak insomnia saya langsung hilang dan bawaannya pengen tidur. "
suara tawa mengema di ruang kelas, dan antara percaya dan tidak Pak Danu juga ikut tertawa.

Masya Allah keajaiban kah ini?
melihat Pak Danu yang tertawa seperti itu rasanya seketika aku langsung mengingat surah Ar-Rahman.

Maka nikmat Tuhan mu yang manakah yang telah engkau dustakan?

"Karena kamu adalah Zidan saya percaya itu, tapi jangan ulangi lagi.  Sana kembali ke kelas mu! " seru Pak Danu menepuk pundak Zidan.
Pak Danu yang terkenal horor gitu bisa luluh begitu sama Zidan?
Udah gitu aja?

"I love you full Pak," katanya cengengesan.

Aku seperti patung tidak bergerak, Zidan berjalan melewatiku mengedipkan sebelah matanya dan berlalu begitu saja.
Apa sesimpel itu?

Diantara Dua Pilihan (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang