"Siapkan saja semua dokumennya. Masalah laporan yang belum ditandatangani letakkan saja di meja saya.""Baik pak." Jawab seseorang di ujung telpon. Saat panggilan terputus Zidan membalikkan badanya, untuk beberapa saat dia terdiam melihat seseorang yang tengah tertidur dikursi taman belakang rumahnya. Dia tahu siapa gadis yang tengah tertidur itu, dia melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah gadis itu. Seulas senyum tampak tersungging secara alami dibibirnya melihat gadis itu yang tampak tertidur pulas dengan posisi duduk, dikelilingi oleh tumpukan buku yang ada dimeja.
Hembusan angin yang cukup kencang, membuat Zidan berinisiatif membuka jas yang dikenakannya untuk meletakannya pada tubuh gadis itu. Tapi, baru beberapa langkah kakinya mendekat mata gadis itu sudah terbuka lebar dan langsung melihat kearahnya. Situasi itu terlihat sangat aneh, dengan Zidan yang tampak mengantungkan jasnya diudara.
"Kamu lagi ngapain?" Fatimah tampak mengerjapkan matanya, berusaha mencerna situasi saat ini.
Zidan meletakan jas itu dilenganya, berusaha menetralkan ekspresinya. "Aduh cuacanya panas banget ya?" Katanya mengipas-ngipasi wajahnya dengan tangannya.
Gledarrrrr...
Suara petir terdengar begitu menggelegar. Langit tampak gelap, seketika rintik hujan jatuh tanpa permisi. Panik Fatimah buru-buru mengumpulkan buku - bukunya."Biar aku bantu," ujar Zidan mengambil buku-buku itu dan membawanya. Mereka berlarian ditengah hujan yang tampak sudah mulai deras.
Fatimah tampak tersenyum melirik kearah Zidan yang tampak menyibakan dirinya dari bekas air hujan.
"Kamu kenapa senyum-senyum?" Tanyanya bingung dengan gadis itu.
"Kamu masih kepanasan?" Tanya Fatimah masih dengan senyum yang sama.
"Bukunya aku taruh disini ya? Aku mau ganti baju dulu." Ujarnya tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Fatimah, dia tampak salah tingkah jika mengingat kejadian memalukan tadi. Dia kemudian melangkahkan kakinya ke kamarnya setelah meletakan buku-buku itu dimeja ruang keluarga.
@
"Gimana proyek sama Pak Tirta?" Mario meletakan ponselnya, sebelum melihat kearah Zidan.
"Alhamdulillah Pi, rencananya sekarang Zidan mau ketemu lagi setelah rapat sama sama Pak Yuda," Mario tampak mengangguk.
"Kamu bakal balik lagi ke Singapur?" Zidan tampak berpikir sebelum menggeleng sebagai jawaban.
"Nggak usah dipaksa, Mami kamu juga udah seneng banget kamu balik. Kamu juga harus nikah kan?"
"Nikah?"
Mario tampak tersenyum, kemudian mengangguk.
"Ya nikah, bukannya alasan kamu nggak balik karena pengen nikah?"Zidan tampak tertawa mendengar perkataan Papinya. "Zidan sih pengennya gitu, tapi nggak tahu dia mau atau nggak,"
"Makanya ajak toh, jadi cowok itu yang gantel dikit napa,"
"Papi sekarang udah kayak anak muda aja,"
"Emang Papi udah tua?"
Zidan mengangkat bahunya, berusaha membuat Papinya kesal. Dia kemudian kembali tertawa melihat Papinya yang menatapnya dengan mata menyipit."Papi, masih muda kok, tapi 20 tahun yang lalu," Mereka berdua pun tertawa bersamaan.
"Pi," Mario masih terawa, menatap Zidan dengan sisa tawa yang tadi.
"Kenapa?"
"Apa Papi nggak kangen sama Kak Zaky?" Seketika tawa itu hilang, wajah itu berubah dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Dua Pilihan (END)
Spiritual(⚠)Follow dulu yuk sebelum membaca!!! Fatimah gadis remaja yang mulai memperbaiki dirinya setelah kejadian tragis yang merenggut nyawa Ayahnya. Kehidupannya mulai berubah saat Ina, sahabat dari kedua orang tuanya datang untuk mengajaknya tinggal ber...