Tidak tahu kenapa dia bisa terjebak dengan situasi macam ini. Perasaan baru saja dia di temani oleh teman-teman coasnya yang lain tapi kenapa sekarang hanya dia yang tersisa di ruangan ini."Ini betul kamu yang buat laporan ini?" tanya Zaky membaca laporan milik Fatimah.
"Bapak tidak percaya sama saya?" mendengar Fatimah menyebutnya seperti itu membuat Zaky tidak bisa menahan tawanya.
Dia tahu Fatimah memanggilnya seperti itu karena semua teman-temanya menyebut Zaky dengan sebutan itu. Tapi saat Zaky mendengarnya dari Fatimah dia merasa lucu dengan situasinya saat ini.
"sebaiknya kamu nggak usah ikut-ikutan manggil saya Bapak. Saya jadi merasa tua di panggil seperti itu,"
"Baik Dok," ucap Fatimah akhirnya kembali bersikap formal.
"Semuanya bagus. Jadi nggak perlu ada yang di revisi lagi."
"Alhamdulillah," ucapnya lega.
"Baik kamu boleh pergi."
"Terima kasih Dok." Fatimah bangkit dari duduknya dan hendak pergi dari sana namun urung saat dia merasakan pergejolakan batin yang menyuruhnya untuk menanyakan pertanyaan yang membuatnya penasaran sedari tadi.
Takut-takut dia menyebutkan nama laki-laki itu.
"Kak Zaky," Zaky bingung mendengar gadis itu memanggilnya seperti itu saat mereka masih berada di rumah sakit. Fatimah terlihat gugup melanjutkan kalimat selanjutnya.
"Kemarin waktu aku ke Bandung aku ketemu kak Yunda. Aku sudah dengar semuanya tentang hubungan kakak dengan kak Yunda."
Zaky terdiam mendengar semua penuturan Fatimah. Tidak ada yang ingin dia bantah karena semuanya memang benar adanya.
"Aku cuma penasaran. Waktu aku ngegantiin posisi kak Yunda kenapa kakak kabur? Padahal kakak sendiri nggak pernah ada rasa sama kakak Yunda. Apa kakak merasa bersalah sama aku?" Zaky merasa tertampar dengan pertanyaan yang tidak pernah dia duga dari gadis itu.
"Jika memang kakak merasa bersalah tidak seharusnya kakak kabur dan melukai perasaan tante Ina dan Om mario."
"Apa itu juga melukai perasaanmu?" Zaky balik bertanya. Fatimah bergeming, dia tidak tahu harus menjawab apa. lidahnya tiba-tiba terasa kelu. Seketika dia bimbang dengan perasaannya sendiri.
"Apa kamu juga terluka saat saya kabur dari pernikahan itu." ulang Zaky memastikan saat melihat Fatimah terdiam. Pikirannya berkecambuk, hatinya memang pernah sekali bergetar untuk laki-laki yang ada di hadapanya ini tapi dia tidak tahu ternyata persaan itu datang lagi.
Bukankah dia hanya menganggap Zaky sebagi kakak tidak lebih dan tidak boleh lebih dari itu. Dan kenapa sekarang dadanya harus berdebar lagi karena lelaki itu. Dia merasa ada yang menggelitik di perutnya. Perasaan yang hanya dia rasakan pada saat dia bersama Zidan tapi kenapa bisa dia rasakan pada Zaky juga.
Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka, memperlihatkan Nurdin yang masuk dengan keluarga pasien.
"Saya permisi dulu." Pamit Fatimah kemudian menutup pintu itu. Manik Zaky sendu melihat kepergian gadis itu membawa serta pertanyaan yang belum sempat di jawabnya.
Fatimah memantapkan hatinya, berusaha membuat spekulasi sendiri dan membuang jauh semua jawaban yang tidak dibenarkan oleh pikirannya. Dia coba mengingat saat pertama kali hatinya berdebar karena laki-laki itu. bukan saat dia melihat raut kekhawatiran yang terpancar ketika dia menemui Dokter Kevin.
Saat sebelum Zaky kabur di hari pernikahan mereka dia sempat mengucapkan kalimat yang tidak seharusnya dia dengar.
"Kamu cantik menggunakan gaun itu. tapi saya harap kamu tidak mengenakan itu dengan terpaksa karena saya tidak ingin melihat kamu menangis lagi. Saya hanya ingin melihatmu tersenyum. Tidak lebih." Karena ucapan itulah hatinya merasa goyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Dua Pilihan (END)
Spiritual(⚠)Follow dulu yuk sebelum membaca!!! Fatimah gadis remaja yang mulai memperbaiki dirinya setelah kejadian tragis yang merenggut nyawa Ayahnya. Kehidupannya mulai berubah saat Ina, sahabat dari kedua orang tuanya datang untuk mengajaknya tinggal ber...