'Coklat'

1.7K 53 0
                                    

Lima tahun sudah berkelana di negri orang. Lima tahun setelah insiden kecelakaan itu Insi mengalami amnesia. Setelah sadar dari koma dan dibolehkan pulang, Insi memilih ke Kairo guna menimba ilmu. Kehidupan di masa lalu yg tak banyak bisa dia ingat, akhirnya datang di masa depannya.

***

"Assalamu'alaikum Insi, apa kamu sudah mantab untuk pulang ke Indonesia?" Mendengar suara itu, Insi mendongakkan kepala sambil tersenyum.

"Wa'alaikumussalah. Iya, In syaa Allah Insi sudah mantab Kakak Ustazah Ulya." Jawab Insi sambil memasang wajah imutnya.

"Sudah berapa kali saya bilang! cukup panggil kakak saja jangan ditambah tambahi embel embel Ustazah! hiihhh"

"Hehehe, iya iya bakalan Insi panggil kakak. Tapi syaratnya harus nikah sama Abangku ya." Kata Insi sambil lari, sedangkan Ulya sudah memasang wajah merah karena malu.

"Saya akan jadi kakak iparmu jika abangmu mau ta'aruf dengan kakak Insi" jawab Ulya dengan msh memasang wajah malunya meski tak terlihat karena tertutup niqab tapi matanya tak bisa berbohong.

"Oho, baiklah akan aku sampaikan keinginan kakak Ulya." Entah sdh kembali sejak kapan tiba tiba Insi sdh ada didepan pintu.

"Bocah!!!" Ulya yg kesabarannya sdh diujung tanduk langsung melemparkan bantal ke wajah manis Insi. Syukur Insi berhasil menghindar coba kalau kena mewek nanti itu anak.

"Huf, kemarilah." Sambung Ulya sambil menepuk nepuk tempat duduk disebelahnya.

"Ini ada kenang kenangan buat kamu dari kakak. Kakak harap kamu suka." Ulfa mengeluarkan kotak kecil warna abu abu yg dari tadi disimpan dibelakangnya. Insi yg sdh duduk memandangi kotak itu lalu mengambilnya.

"Apa ini kak?"Tanya Insi.

"Buka saja." Insipun membuka kotak abu abu pemberian Ulya. Tak terasa air mata Insi meleleh, tangannya menekup mulut krn terkejut.

"Kakak, ini sangat berharga. Tapi Insi belum siap memakainya." Insi yg sdh tak bisa memendung air mata langsung dipeluk Ulya.

"Pakai niqap ini tak harus menunggu siap Insi."

"Tapi Insi takut memakainya tapi malah tak bisa menggunakannya dengan benar, Insi takut memakainya tapi malah tak bisa memanfaatkannya kak." Meski menangis Insi selalu bisa mengontrol suaranya.

"Ya sudah pakai setelah kamu benar benar sudah niat untuk tak melepasnya kecuali dengan mahrammu."

***

Suara kebisingan bandara Soekarno-Hatta tak menggubris letak duduknya diatas koper dgn memangku dagunya mengingat ingat ucapan Ulya sblm plg ke Indonesia.

"Doorrr!!!"

"Astagfirullah, Abang!!! kau jahat sekali, bagaimana kalau aku punya penyakit jantung! aku pasti akan meninggal dan Abang akan aku gentayangi setiap malam." Kata Insi dg penuh emosi.

"Kamu juga gitu, dari tadi Abang kasih salam malah bengong mulu. Kamu mikiran apa hem? kakak Ustazah Ulya mu, hah?"

"Halah Abang bilang saja kau rindu Ustazah ku yang satu itu."

"Sudahlah ayo pulang, kau di sinipun dengan memangku dagu tak akan ada seorang Raja yang berbaik hati membawamu untuk menjadi Ratunyakan."

"Abang kenapa bilang ngelantur gitu sih." Insipun akur dan langsung membuntuti Abangnya.

***

Ditengah kemacetan jalan Jakarta membuat Insi benarbenar jenuh, hingga dia melihat sebuah restaurant mata Insi langsung memancar gembira.

Lauhul Mahfudz (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang