TIGA PULUH DELAPAN

6.7K 564 50
                                    

Latri menerima tawaran Dahayu untuk pergi ke taman kota guna mengajak anak-anak mereka bermain. Adik iparnya sudah menjemput sejak jam tiga. Baru akan berangkat pukul lima. Dan, masih tersisa waktu luang kurang lebih 40 menit lagi.

Dahayu serta Latri memilih mengobrol berdua di meja makan sembari menunggu Laksmi, juga Yudistira bangun dari tidur siang. Dahayu yang lebih banyak bicara. Bercerita tentang rumah tangganya dengan Giri. Ia pun turut ajukan pertanyaan. Bahasan yang ingin dikonfirmasi pada kakak iparnya tak berat.

Latri tentu bertugas sebagai pendengar dan menjawab apa yang ditanyakan oleh Dahayu. Selalu menyenangkan baginya berbincang-bincanng dengan adik bungsu sang suami. Wanita itu ceria dan tipikal yang pandai menciptakan suasana ramai.

"Kak Latri, minggu depan masak bareng. Bagaimana? Setuju? Kita buat seafood atau enak bikin cookies saja, Kak?"

"Boleh-boleh, Dik. Kita buat makanan yang simple saja dan nggak menyebabkan kamu kelelahan, Dahayu. Kamu lagi hamil sekarang. Jangan lakukan kegiatan yang berat-berat."

"Iya, Kak. Makasih, sudah peduli denganku, ya," ucap Dahayu secara tulus sembari memberikan pelukan eratnya.

"Kak Latri, juga jangan terus sedih. Kakak harus cepat bangkit. Sudah lima bulan berlalu, sejak Kak Latri mengalami keguguran. Kakak harus tetap semangat dan jangan terpuruk."

Latri pun balas mendekap dengan kuat. Mendengarkan setiap kata dilontarkan adik iparnya, pesan yang wajib untuk ia ingat. Terlebih, niatan Dahayu baik. "Iya, Dik. Makasih, ya."

"Iya, Kak Latri. Sama-sama."

Latri mengulum senyuman lebih lebar. "Kakak adalah anak tunggal. Kakak nggak punya saudara. Setelah, menikah dengan Wirya, Kakak punya adik seperti kamu dan juga Wira. Kakak sangat bersyukur ada yang tulus memerdulikan Kakak."

"Iya, Kak. Aku sama Bli Wira sudah menganggap Kak Latri sebagai Kakak kandung kami sendiri. Aku sama Bli Wira akan selalu sayang dan peduli sama Kak Latri. Kalau kami itu sayang dengan Kakak. Bli Wirya malah sangat cinta Kakak."

Suara tawa refleks diloloskan oleh Latri mendengarkan jawaban adik iparnya yang dibumbui sedikit canda. Ia sukses dibuat terhibur. "Iya, Dik. Kakak tahu. Kakak juga bersyukur bisa mempunyai suami seperti Bli kamu, Dahayu. Dia adalah orang selalu yang bertanggung jawab dengan keluarga kecil kami."

"Senang aku mendengarnya, Kak. Aku juga sangat percaya, kalau Bli Wirya sayang keluarga, meski Bli aku itu tipikal cukup keras kepala dan tidak lembut." Dahayu keluarkan pendapatnya secara jujur dengan nada yang santai dan diiringi sedikit tawa.

"Iya, Dik. Betul." Latri menjawab singkat saja. Anggukan kepala turut dilakukan sembari terus melengkungkan senyum. Suasana hati sudah jauh lebih membaik berkat canda Dahayu.

"Oh, iya. Kak. Kapan Bli Wirya akan balik ke Bali dari Amerika? Udah lama Bli Wirya di sana. Ibu sama Ayah belum pulang juga dari Amerika, satu minggu lalu baru aku telepon."

"Kakak kurang tahu, Dik. Saat kami telepon, Bli Artamu nggak bilang akan pulang kapan. Kami paling lebih sering bahas Laksmi." Latri menjawab apa adanya, sedikit tak bersemangat.

Kerinduan dengan sosok sang suami yang kian besar dirasakan wanita itu. Tentu ditinggal berbulan-bulan ke Amerika untuk urusan bisnis, tidak mudah bagi Latri. Ia butuh kehadiran suaminya, terlebih saat Laksmi merengek meminta sang ayah segera pulang. Latri berharap suaminya akan segera kembali.

.......................................................................

Hujan deras turun secara tiba-tiba dan menyebabkan gagalnya acara pergi ke taman kota. Percuma juga ke sana jika Yudistira serta Laksmi tak bisa bermain. Walau, rencana sudah dibatalkan, Dahayu enggan langsung kembali ke rumah guna memilih menunggu kedatangan dari kakak laki-lakinya, Wira.

SUAMI PENDUSTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang