Setelah memarkirkan dengan benar mobil mewahnya, Wira pun terlihat buru-buru mengambil ponsel yang ditaruh di jok samping pengemudi yang tengah berdering. "Gue udah sampai, Bli. Lo bisa nunggu sebentar lagi di dalam 'kan?"
"Iya, gue tahu lo itu orang sibuk, Bli. Gue juga nggak akan minta ketemu kalau nggak ada hal penting yang gue harus bilang ke lo." Wira lantas mengutarakan sedikit alasan, selepas mendengar jawaban seperti tidak sabar dari kakaknya di seberang telepon.
"Nggak akan lama. Cuma sebentar. Dan nggak ada sangkutpaut sama perusahaan," balas Wira, ketika sang kakak memintainya penjelasan. "Udahgue bilang tadi bukan tentang perusahaan. Masalah ini nyangkut Kak Latri, Ayah, Ibu kita."
"Mereka ada kesepakatan baru. Gue rasa lo juga belum tahu, Kak," imbuh Wira. Kali ini terdengar lebih serius. "Gue akan beri tahu lo di dalam yang lebih jelasnya lagi, Kak."
Setelah menyelesaikan ucapannya, Wira pun langsung saja memutuskan sambungan telepon. Kemudian, keluar dari mobil sembari membawa beberapa berkas dokumen. Dan, berjalan ke arah kafe dengan langkah kaki yang semakin dipercepat supaya sang kakak tidak perlu menunggu lama.
....................................................
Wirya tentu begitu terkejut sekaligus juga penasaran akan pemberitahuan dari Wira yang baru sekitar satu menit lalu diperoleh. Wirya pun tidak pernah menyangka jika istri dan orangtuanya ternyata memiliki kesepakatan rahasia.
Bodohnya lagi, ia tidak tahu sama sekali selama ini. Wirya masih selalu berpikir jika semua hal dibicarakan oleh sang istri kepada dirinya secara jujur. Dugaan akan ada sesuatu yang tak diberitahukan Latri, tidak sedikit pun muncul dalam benak Wirya karena menganggap istrinya sangat terbuka.
Timbul juga semacam kekecewaan dirasakan pria itu. Namun, kecemasan lebih mendominasi. Wirya takut saja jika kesepakatan tersebut hanya memberi dampak merugikan sang istri nanti, sebab ia telah mengetahui persis bagaimana kebencian orangtuanya sejak dulu terhadap Latri, terutama sang ibu.
"Om Swastyastu."
Pasca menangkap suara dari Wira mengalunkan salam secara jelas, Wirya menunda sejenak keinginannya menelepon sang. Ia akan fokus menanyai Wira tentang kesepakatan yang sempat mereka berdua bahas. "Om Swastyastu," balas Wirya dalam suara pelan. Namun, ia yakin masih mampu ditangkap dengan baik adik laki-lakinya itu. Ia pandangi Wira dengan sorot mata kian lekat.
"Kesepakatan apa yang lo bilang di telepon barusan? Jelasin." Wirya langsung mengonfirmasi.
"Sabar, Bli. Gue minum bentar," sahut Wira dengan cepat. "Habis rapat gue belum makan apa. Langsung berangkat ke sini," ceritanya sebelum meneguk air mineral dari botol.
"Lo bisa makan dulu, Wir. Akan gue tunggu." Wirya tanggapi perkataan adiknya.
Wira cepat menggeleng. "Sebentar ajague makanlah. Habis masalahnya selesai. Gue kasih tahu lo dulu kesepakatannya, Bli."
Wirya pun tak membalas, lebih memilih diam. Menunggu sampai Wira buka suara, memberitahu secara keseluruhan. Tatapan Wirya terus tertuju ke arah adik laki-lakinya itu, walau tidak terlihat mengintimidasi atau tajam. Namun, ketenangannya kian terusik.
"Apa Kak Latri benaran lagi hamil sekarang?"
Sepasang mata Wirya pun seketika saja tampak membulat akibat pertanyaan yang dilontarkan adiknya. "Darimanalo tahu kalau ist—"
"Itu isi kesepakatannya, yang Kak Latri sama orangtua kita yang buat." Wira menyela segera. Peringai serta mimik wajahnya berubah serius. Tidak lagi sesantai tadi.
"Kalau anak kedua kalian nanti laki-laki, orangtua kita nggak akan minta Kak Latri bercerai dari lo, Bli. Dan kalau anak kalian perempuan, yang akan terjadi malah sebaliknya. Lo paham 'kan maksud gue?" sambung Wira.
"Apa?" Wirya terkejut.
"Gue nggak duga aja kalau lo malah izinin Kak Latri hamil lagi. Jangan-jangan lo sudah tahu kesepakatan itu, Bli?" Wira bertanya. Terdengar nada selidik dalam suaranya.
"Gue nggak tahu soal kesepakatan itu seandainya aja lo nggak kasih tahu gue, Wir." Wirya berkata jujur. Sebab, tak pernah sama sekali diberitahu atau dijelaskan oleh istrinya.
Decakan kesal dikeluarkan Wira. "Seandainya memang longgak tahu. Tapi, kenapa lo malah izinin Kak Latri buat hamil lagi? Jelas-jelas keselamatan Kak Latri terancam."
Kening Wirya jadi berkerut karena tak bisa pahami. "Membahayakan keselamatan? Apa maksud lo, Wir?"
"Jadi, longgak tahu kalau Kak Latri memiliki masalah dengan rahimnya akibat kecelakaan yang dulu itu?" Wira balik lantas bertanya. Namun kembali, gelengan singkat diperolehnya.
"Waktu gue, juga Adisti nemenin Kak Latri lahiran, dokter bilang kalau istri longgak boleh punya anak lagi, Bli. Karena bisa bahaya buat keselamatan Kak Latri sendiri."
"Waktu lahirkan Laksmi saja, Kak Latri perjuangannya luar biasa menurut gue. Andai lo ada di sana pas itu, gue yakin lo pasti juga nggak akan bisa tahan lihatnya, Kak," lanjutnya.
Wirya seketika tak bisa berkata-kata, raut wajahmenegang sekaligus juga terkejut mendengarkan semua pemberitahuan sang adik. Wirya pun tidak menyangka sama sekali. "Benar-benar nggak nyangka gue. Gue pertama kali dengar dari lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI PENDUSTA
General Fiction[Follow akun ini dulu agar bisa membaca part privat] "Aku sangat mencintaimu, Latri. Bagaimana bisa aku berselingkuh dengan yang lain?" "Bagaimana juga kalua kamu mendua bukan karena hati, melainkan untuk punya anak laki-laki, Wirya?" "Kamu sungguh...