Usia kandungan Latri telah memasuki 33 minggu. Tidak ada gangguan berarti yang dialaminya. Berbeda saat tiga bulan pertama kehamilan, kala itu perutnya cukup sering merasakan sakit. Hingga membuat Latri benar-benar dilanda kecemasan.Enggan hal buruk sampai menimpa calon buah hati keduanya.
Syukurnya, sekarang tak pernah terjadi lagi. Terhitung, sejak memasuki bulan ke-5. Latri menjaga kondisi tubuh secara serius dan juga melakukan kontrol rutin. Dokter memberitahukan jika hasil pemeriksaan menunjukkan calon bayinya sehat serta baik-baik saja. Ia tentusaja bisa bernapas lega dan juga merasa senang.
"Mama ... Mama ...,"
Panggilan berasal sang putri, seketika sukses menghentikan kegiatannya yang sedang mengusap-usap perut. Kemudian, Latri arahkan atensi pada sosok Laksmi. "Iya, kenapa, Sayang?"
"Maem... Maemm, Mamaaa."
Tawa Latri pun lolos karena dengar celotehan putrinya yang dinadakan sedikit galak. Ia sudah sangat hafal manakala Laksmi bertingkah demikian untuk memperoleh perhatian lebih darinya. Latri sadar bahwa sudah menghentikan interaksinya dengan sang putri, kala tadi merasa ada pergerakan calon bayinya di perut.
"Maem apa lagi, Sayang?" tanya Latri lebih lanjut.
"Laksmi 'kan udah maem nasi sama sup. Belum habis juga, Sayang. Maem dulu semuanya, baru boleh tambah."
Respons dilakukan oleh Laksmi atas ucapan dari sang ibu, adalah gelengan kepala. Bukannya tak ingin menurut. Akan tetapi, sebagai tanda tidak menginginkan jawaban begitu dari ibunya. Karena, batita perempuan itu memiliki permintaan yang lain.
"Gag mauu... Gaggg, Mamaa." Laksmi keluarkan seruan dengan suara cukup keras dan masih terus pandangi sang ibu.
"Maemm... Maemmm." Batita itu kembali berceloteh dalam intonasi yang semakin dikeraskan. Sedangkan, jari telunjuknya telah terarah ke piring berisi potongan apel di atas meja makan.
"Laksmi mau maem buah? Baru boleh maem, kalau nasi dan supnya sudah habis. Laksmi mau menurut kata Mama 'kan, Nak? Kalau sudah habis, Mama kasih buah apel."
Segera dianggukan kepala oleh Laksmi, tanda mengerti akan apa yang dipesankan ibunya. Batita perempuan itu lantas tunjukkan senyuman lebar, kala mulai mengunyah sayur bayam dengan nikmat. Atensi belum dipindahkan pada sosok ibunya.
"Enak.. Enakk." Laksmi keluarkan pujian dan tunjukkan jempol tangan kiri pada sang ibu yang berada di hadapannya.
"Enak sup Mama, Sayang? Makasih sudah bilang enak dan Laksmi suka, ya. Mama senang. Besok mau lagi sup?" Latri bertanya untuk memperpanjang obrolan dengan sang putri.
"Mauuu." Laksmi jawab bersemangat. "Mauu... Mauu, Mamaa," lanjut batita itu semakin keluarkan intonasi tinggi.
"Enak sup. En—"
Laksmi tidak lanjutkan celotehannya, kala melihat sosok seseorang teramat dikenali memasuki area ruang makan. Dan, raut kegembiraan yang begitu besar ditampakkan batita itu di wajah. Kembangan senyum manis pun semakin melebar.
"Nenekk... Nenekkk!" seru Laksmi dengan antusiasme serta menepuk-nepukkan tangan. "Nenekk... Nenekkk." Batita perempuan itu meluncurkan panggilan kembali, lebih lantang.
"Iya, Laksmi. Ini Nenek." Ibu Ratna menyahut cepat.
Kekakuan pada tubuh langsung melanda Latri, ia benar-benar tak bisa bergerak, meski sudah mendengar secara jelas alunan suara bernada lembut milik ibu kandung dari suaminya. Masih belum menyangka jika sang ibu mertua datang ke rumah untuk berkunjung, tanpa adanya pemberitahuan sama sekali.
Tentu Latri kaget dan dilanda ketakutan akan hal buruk bisa terjadi. Namun, segera dienyahkan pikiran negatif. Ia cepat berupaya menghilangkan ketegangan, memilih kepala ditolehkan ke sosok sang ibu mertua yang berada di samping kirinya. Benar, sudah duduk pada salah satu kursi di meja makan.
![](https://img.wattpad.com/cover/126886029-288-k866981.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI PENDUSTA
General Fiction[Follow akun ini dulu agar bisa membaca part privat] "Aku sangat mencintaimu, Latri. Bagaimana bisa aku berselingkuh dengan yang lain?" "Bagaimana juga kalua kamu mendua bukan karena hati, melainkan untuk punya anak laki-laki, Wirya?" "Kamu sungguh...