Hampir saja satu pack tisu yang diambil Anna untuk tiga gadis di depannya itu habis untuk menyapu air mata yang tak kunjung berhenti.
"Gue cuma pindah sekolah bukan mau pergi perang. Ya elah." Anna tampak biasa saja padahal dia juga ingin menentang keputusan orang tuanya yang ingin memindahkannya ke sekolah lain.
"Harusnya yang pergi bukan lo tadi si nenek sihir itu." Lisa tampak mengutuk di sela-sela tangisannya.
"Kalo aja lo nggak kesemsem sama abang gue pasti gue masih disini." Anna sukses membuat Lisa merengut, sementara Jennie dan Joana mulai tersenyum.
"Udah ah, lo bantuin gue ngosongin loker bukannya nangis alay kayak gini."
Anna menuju ke lokernya dan meninggalkan tiga manusia yang masih saja mendramatisir. Dan saat ia melihat lokernya yang memang sudah penuh dengan coretan yang merendahkannya tanpa bertanya pun dia jelas tau siapa yang melakukan itu semua dan tak ada tatapan kaget sedikitpun darinya. Ia tersenyum sumir kemudian mengambil spidol dan menulis di loker yang berada 5 langkah dari lokernya.
I hope you buy some make up for your heart. So it can became pretty.
Selesai menulis itu tiba-tiba spidol diambil paksa dari tangannya.
"It's to late to take revenge babe." Rosie memandang salah satu penyebab semua ini terjadi dan jujur banyak yang ingin dia ucapkan di sini, tapi tak mampu ia ucapkan. Dan diamnya itu menjadi kesempatan bagi Laki-laki itu untuk memeluknya.
"Gue kangen lo Ci." Pelukan yang dulu terasa hangat kini entah mengapa terasa dingin, mungkin waktu yang membuatnya berubah atau mungkin perasaan yang sudah tak sama lagi.
"Sorry kayaknya lo salah orang." Anna mendorong paksa lelaki itu dan untuk sepersekian detik Nancy yang kaget membantu Anna mendorong lelaki itu.
"Cuma karena lo ngubah penampilan lo, lo pikir gue nggak bisa ngenalin lo?" Dan sekejap tubuh Anna bergetar, ia tak ingin lelaki di depannya ini mengatakan sesuatu yang lebih jauh dari ini di depan teman-temannya.
"Gue dari dulu kayak gini, kayaknya lo salah orang." Raut ragu tiba-tiba muncul dari wajah lelaki di depannya itu.
"Salah?"
"Kalo gitu gue harus pastiin sendiri gue salah apa nggak." laki-laki itu kembali mendekati Anna dan dengan agak kasar dia memegang kepala Anna dan mempersempit jarak wajahnya dan wajah Anna dan jika saja tak ada tangan yang menarik kerah kemeja belakang Anna, lelaki itu mungkin dia akan menyerahkan ciuman pertamanya yang berharga.
"Sorry bukanya ganggu, tapi abang gojek tu nyariin lo." Anna ingat suara berat itu adalah milik Virman.
"Oh iya makasih. Nan, gue duluan." Tak menunggu jawaban Anna langsung melesat menuju abang gojek yang sepertinya baru datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Eccedentesiast
Teen FictionSenyum adalah topeng terbaik yang ia punya. Lewat senyuman dia menyimpan seratus arti, lewat senyumnya ia menyembunyikan ribuan masalah.