Di dunia ini orang digolongkan akan dua hal jahat dan baik, tapi kebanyakan orang tak bisa berada dalam satu sisi kadang mereka berada diantara dua sisi itu, menunggu sisi mana yang memanggilnya lebih dulu.
Nancy pun begitu, gadis manis dan penurut bahkan tak ada satu pun kata orang tuanya yang ia bantah sekalipun itu mengorbankan perasaannya. Ia senang saat orang-orang memujinya cantik dan baik.
Anggaplah dia gila pujian, tapi bukankah semua orang begitu? Pengakuan ia ingin pengakuan itu hingga dia melupakan apa yang benar-benar ia inginkan.
Selama ini dia hanya memakai topeng dan tak tahu kepada siapa harus membuka topeng itu. Hingga sosok Virman dengan gagahnya menawarkan tempat itu, membiarkan Nancy menunjukkan dirinya. Menunjukkan bahwa tak apa memiliki mimpi sekalipun orang tuanya tak mendukung. Tak ada seorang pun yang tahu bahwa Nancy ingin menjadi penyanyi kecuali Virman.
Hal kecil itulah yang membuat Virman berarti bagi Nancy. Diingatan Nancy, Virman sangat keren saat beradu argumen dengan ayahnya tentang mimpi Nancy hingga akhirnya sedikit demi sedikit ayah Nancy mengijinkannya untuk menekuni kesukaan Nancy.
Namun, niat Virman yang murni ingin membantu sahabatnya itu diartikan berbeda oleh Nancy. Rasa suka itu tumbuh menjadi cinta hingga menjadi obsesi yang berlebihan.
Dia tak suka saat Virman dekat dengan wanita lain syukurlah bahwa Virman risih dengan kaum hawa, tapi itu bukan berarti kekhawatirannya berakhir. Ada Raina sosok yang ia jadikan rival sejak Virman terang-terangan menunjukkan ketertarikan pada Raina.
Ketakutan kehilangan Virman itu luntur saat Raina menjalin hubungan dengan Justin. Meskipun akhirnya Nancy sadar bahwa Raina melakukan itu untuk dia.
Namun, lagi-lagi keserakahan akan perhatian Virman membuatnya gila hingga menghancurkan hidup sahabat yang berkorban perasaan untuknya.
Jangan berpikir bahwa Nancy sejahat itu. Oke dia memang jahat, tapi dia masih punya hati. Dia tak pernah tahu bahwa Raiza akan melakukan tindakan asusila hingga Raina bersujud di depan Raiza dan dia.
Saat itu ia marah pada Raiza. Dia bahkan berencana melaporkan Raiza atas tindakannya, tapi semuanya terlambat. Raina bunuh diri.
"Lo brengsek Za, gara-gara lo sahabat gue mati! Gue bakal laporin lo ke kantor polisi!"
"Laporin aja biar seluruh dunia tahu kalo lo juga terlibat. Gimana reaksi bonyok lo kalo tau." Nancy menatap Raiza penuh kemarahan, dia tak peduli jika orang tuanya tahu, toh mereka tak pernah benar-benar peduli padanya
"Gue nggak peduli!'
"Gimana dengan Virman? Lo siap dia jauhin lo ... atau mungkin dia nggak mau liat muka lo lagi." Hanya dengan perkataan itu Nancy berhenti. Dia mengaku kalah pada Raiza, dia tak bisa kehilangan Virman.
-o0o-
"Virman!" Nancy berusaha bicara dengan Virman.
"Virman dengerin aku dulu, aku sama sekali nggak tahu apapun tentang rencana Raiza ke Raina. Kalo aku tau aku nggak bantuin dia."
"Terus kemana lo setelah lo tau? Lo nyimpen itu sampai akhirnya Raina nggak ada." Nancy tak pernah mendengar Virman berbicara setajam itu kepadanya.
"Kalo lo peduli sama Raina lo bakal hibur dia, bantuin dia lepas dari Raiza, tapi apa lo malah memanfaatkan itu semua. Lo jahat Nan, lo bener-bener jahat." Nancy tak masalah jika orang lain mengatakan jahat, tapi saat Virman yang mengatakan itu hatinya benar-benar hancur.
"Gue ngelakuin itu karena gue sayang sama lo Vir, tapi lo nggak pernah liat gue."
Tiba-tiba Nancy merasakan perih di bagian pipinya tepat setelah tangan Anna menyentuh kulitnya, gadis itu menampar Nancy tepat di kantor polisi.
"Lo sadar nggak sih yang lo omongin? Lo ngelakuin hal bodoh hanya karena perasaan lo nggak berbales. Sakit jiwa lo! Kalo lo beneran sayang sama Virman lo hargain perasaan dia bukan hancurin apa yang dia cintai. Lo egois tau nggak. Lo manusia paling buruk." Virman menarik Anna mundur karena terlihat Anna bahkan mampu mencakar Nancy.
"Gue minta maaf karena gue nggak bisa bales perasaan lo dan sampai kapan pun nggak akan pernah gue bales. Dan mulai sekarang detik ini jangan pernah muncul di hidup gue. Gue nggak tau apa yang bakal gue lakuin ke lo kalo lo ada di depan gue."
"Oke kalo itu permintaan lo gue nggak bakal muncul di hidup lo lagi," gumam Nancy lalu menaiki tangga ke arah lantai paling atas gedung kepolisian.
Sakit hatinya hancur berkeping-keping. Ia tahu bahwa ia salah, tapi apa sebegitu menyakitkankah hukumannya? Ayah dan ibunya tak peduli dan kini Virman bahkan tak ingin melihatnya. Lalu untuk apa dia hidup jika seluruh orang yang ia pikir akan mengerti dia ternyata tak ingin melihatnya? Bukankah lebih baik ia mati?
Pikiran itu terus muncul bahkan dalam otaknya kini terpikir bahwa Raina mungkin sudah menunggunya, hingga akhirnya setan dalam diri Nancy menang dan membuat gadis itu menaiki tralis. Dengan senyum dan air mata ia pamit pada dunia yang tak mengharapkannya.
"Gue dateng Rain, maafin gue," ucapnya saat terjun bebas hingga rasa sakit kala badannya menghantam paving, ia harap ia langsung dipanggil Tuhan dan benar Tuhan memanggilnya dengan cara yang menyakitkan.
-o0o-
Di hari pemakaman Nancy, Anna tak hadir begitupun dengan Jeffrey. Lelaki terlalu sibuk dengan kasus adiknya dan juga pacarnya yang masih syok. Anna bahkan harus ke psikologi untuk menyembuhkan traumanya.
Hanya Virman, Cleo, dan Rayan (mewakili Anna) yang datang ke pemakaman yang memang sepi itu. Namun, jangan berpikir bahwa Virman akan ikut serta dalam segala prosesi dia hanya berada jauh dari pemakaman berbeda dengan Cleo dan juga Rayan walaupun sebenarnya Cleo pun terpaksa karena Rayan mengatakan ikut yang juga dipaksa oleh Anna.
"Itu Virman?" tanya Rayan pada Cleo yang juga mendapati Virman melihat ke arah pusara Nancy.
"Mau disamperin kak?" Rayan mengangguk lalu mereka mendekati Virman.
"Mau ngerokok bareng, Vir?"
"Kakak kan nggak ngerokok?" kata Cleo dia sangat tahu bahwa pacarnya itu tidak merokok.
"Nggak, bukan berarti nggak bisa," kata Rayan dengan senyum manis pada Cleo.
"Kamu tunggu mobil ya, aku nggak mau kamu kena asap rokok." Cleo mengangguk. Bucin memang seperti itu, apa kata pacar pasti dituruti.
"Kenapa?" tanya Rayan sambil mengajak Virman duduk di pinggir jalan.
"Gue yang bunuh Nancy."
"Dia bunuh diri."
"Gue yang bikin dia kayak gitu." Rayan masih diam dia yakin ada banyak hal di kepala Virman sekarang.
"Gue nyuruh dia nggak muncul di depan gue lagi dan ini yang dia lakuin." Virman menunduk. Lelaki itu menangis. Lelaki itu sudah kehilangan dua orang yang berharga dalam hidupnya.
"Gue gagal Bang, gue ngeliat dari sisi gue, gue nggak pernah liat dari sisi dia. Kalo aja gue nggak emosi dan gue dengerin dia, dia mungkin masih di sini." Virman membiarkannya menangis dia tak malu untuk mengeluarkan air matanya.
"Itu pilihan dia, semua orang kayak gitu Vir, mereka butuh orang untuk disalahkan dan nggak dengerin sisi yang udah dianggap salah. Begitu cara berpikir kita." Rayan tersenyum kecil sambil merangkul Virman.
"Anggep aja sebagai pelajaran buat kita. Buat dengerin dua sisi dan nggak ngejauhin temen kita yang salah, rangkul mereka dan ajak ke jalan yang seharusnya. Bukankah harusnya gitu?" Virman mengangguk.
"Mungkin sekarang lo bisa nemuin Nancy, maksud gue bukan diakhirat ya."
"Gue ngerti kok Bang, gue bakal ngomong sama Nancy. Seenggaknya dia pernah jadi sahabat gue." Rayan mengangguk, setidaknya Virman bisa bersikap dewasa.
Virman berdiri lalu berjalan menjauhi Rayan untuk menuju ke arah pusara Nancy yang hanya ada keluarga dekat saja. Lelaki itu mendekat dan terduduk di depan papan nisan lalu berbisik.
"Makasih udah cinta sama gue, sorry gue nggak bisa bales perasaan lo. Dan Nancy gue udah maafin lo, baik-baik di sana jangan berantem sana Raina. Tunggu gue gabung sama kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Eccedentesiast
Teen FictionSenyum adalah topeng terbaik yang ia punya. Lewat senyuman dia menyimpan seratus arti, lewat senyumnya ia menyembunyikan ribuan masalah.