Sedari pagi Nancy tak menemukan satu pun tanda-tanda kedatangan teman sebangkunya ia bertanya-tanya apa Anna sakit, telat atau membolos, bahkan line-nya dari semalam belum dibalas membuat dia semakin bertanya-tanya.
"Nan," sapa Virman padanya yang membuat Nancy berhenti memikirkan keberadaan Anna.
"Kamu udah masuk? Udah selesai skorsing-nya?" Virman mengangguk sambil mencari-cari dimana Anna. Kalo saja dia tak di-skors kemarin mungkin dia sudah mengkonfrontasi Anna.
"Anna mana?"
"Dia nggak masuk, kenapa kamu nyari Anna?" tanya Nancy hati-hati dan berharap tak mendengar jawaban yang menyesakkan dadanya.
"Ada yang mau aku omongin."
"Apa? Aku bisa sampein ke dia." Virman tersenyum kemudian menggeleng.
"Ini bukan sesuatu yang penting."
"Aku pergi dulu," kata Virman lalu meninggalkan Nancy dengan ribuan pertanyaan di otaknya.
"Please jangan lagi Vir," ucapnya lirih.
-o0o-
Anna bosan. Dia hanya di rumah tak melakukan apa pun, kakinya masih sakit dan ia terlalu lemah untuk berjalan-jalan. Jadi sekarang hiburannya adalah TV di kamarnya dan juga terlihat membosankan. Hingga sebuah ketukan pelan dari pintu membuat Anna mengerutkan alis, orang rumah tak pernah mengetuk pintu sebelumnya, dan sahabatnya jelas tak punya kesopanan seperti itu.
"Masuk," suruhnya dan ia tak begitu terkejut melihat Jeffrey berada di sana degan sebuah kantong plastik dan penampilan hanya menggunakan kaos dan celana abu-abu sepertinya anak itu bahkan belum pulang ke rumahnya.
"Pesenan gue?" Jeffrey mengangguk kemudian memberikan plastik itu pada Anna.
"Lo sakit nyusahin anjir."
"Lo sendiri yang nawarin," jawab Anna, dibanding sebelumnya mereka menjadi sangat dekat bahkan bukannya mengatakan pada Nancy untuk mengambil surat ijin yang dititipkan kakaknya pada satpam, dia malah meminta Jeffrey mengambilnya yang jelas beda kelas.
"Nyesel gue nanya lo tadi," ucapnya kemudian mendudukkan diri di kursi belajar Anna sambil memeluk sandaran kursi dia benar-benar terlihat seperti bintang iklan Ikea.
"Ambilkan piring dong sama sendok garpunya. Dua, lo belum makan kan?"
"Gue cuma beli satu nyet."
"Ya nggak apa-apa kita bagi dua, udah sana pergi." Lagi-lagi Jeffrey menurut, yah bagaimana menolak Anna sendiri kesulitan berjalan tak mungkin mengambil piring sendiri.
Saat di bawah Jeffrey bertemu dengan mama Anna yang tengah merapikan meja makan.
"Maaf Tante, piringnya dimana ya? Anna mau makan siomay."
"Aduh anak itu seenaknya merintah kamu ya, maaf ya Jeff. Bentar Tante ambilin," katanya membuat Jeffrey menunggu. Namun, tak berapa lama kemudian handphone-nya berbunyi dan yang membuat dahinya berkerut adalah yang menelponnya adalah angsa kecebur got dan itu julukan untuk Anna.
"Apa sih?"
"Makan di halaman belakang aja bantuin gue turun."
"Banyak mau Lo," runtuk Jeffrey, dia menghampiri mama Anna.
"Tante, Jeffrey ke atas bentar, nanti piringnya Jeff ambil sendiri."
"Ada apa emang?"
"Anna mau makan di halaman belakang Tante, jadi Jeff mau bantuin jalan ke sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Eccedentesiast
Ficção AdolescenteSenyum adalah topeng terbaik yang ia punya. Lewat senyuman dia menyimpan seratus arti, lewat senyumnya ia menyembunyikan ribuan masalah.