بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
•••
"Keterpurukan dalam menghadapi segala cobaan, membuat setan tertawa puas. Sedang ketabahan dalam menerima segala ujian, membuat setan kelimpungan, tak tahu harus menggoda melalui cara apa lagi."
-Risalah Rasa-
•••
"Aaaahhhh..."
"Allahu Akbar..." pekik Fikri saat mendengar jerit Sabiya dan melihat tubuh gadis yang telah tumbuh bersama dengannya terpelanting ke bawah. Fikri memejamkan matanya spontan, tak berani menyaksikan hal yang sangat menyesakkan dadanya.
BRUK.
"SABIYAAA..."
Fikri masih memejamkan matanya, tak berani sedikitpun mengintip, terlebih saat mendengar suara debaman pada lantai dan jeritan bundanya dan Nada. Fikri takut, jika saat dia membuka mata, saat itu pula dia melihat tubuh Sabiya yang bersimbah darah.
"Fikri! Bantuin! Kenapa malah diem aja!"
Dengan perlahan, Fikri membuka matanya. Netranya membelalak seketika, saat melihat adegan di depannya. Yang barusan menegurnya adalah Fawwaz, dan suara debaman itu bukanlah suara Sabiya yang jatuh membentur tanah. Namun, suara itu adalah suara lutut Fawwaz yang beradu dengan lantai saat menyelamatkan Sabiya. Kini, tangan kanan lelaki yang dia panggil abang itu tengah memegang erat tangan Sabiya yang bergelantung.
Gadis itu tidak jadi terjatuh, karena berhasil Fawwaz selamatkan.
"FIKRI!"
Fikri terkesiap mendengar teguran Fawwaz. Lambat laun dia mengerti maksud kakaknya. Fikri melangkah, mendekati Fawwaz. Dan saat itu pula, dia melihat wajah Sabiya yang ketakutan. Dahi gadis bernetra hazzel itu telah dipenuhi peluh, bibirnya bergetar, bahkan memucat.
Untunglah, masih ada sekat sedikit di depan teralis itu, sehingga Fikri bisa melangkah berdiri di atasnya dan tentunya dengan berpegangan pada teralis agar tubuhnya tidak ikut limbung. Perlahan dia menggapai sebelah tangan Sabiya yang tidak digenggam oleh Fawwaz. Dalam hati dia terus memohon ampun kepada Allah karena dengan lancang menyentuh Sabiya. Tapi dia yakin, Allah pasti akan memaafkannya karena ini adalah keadaan genting.
"Bi..., sekarang kamu lepas tanganku, ya!" titah Fawwaz yang dijawab gelengan oleh Sabiya. Fawwaz lebih meyakinkan Sabiya, "Bi..., Fikri sudah memegangmu, kamu tidak akan jatuh. Lepaskan dulu, ya... Karena jika dengan posisi seperti ini, akan sulit untuk kami menyelamatkan mu."
Sabiya membuka matanya yang semula terpejam dengan sangat kuat. Dilihatnya Fawwaz yang menampilkan raut khawatir, dan mencoba meyakinkannya. Hati Sabiya sedikit tercubit saat melihat lengan lelaki itu yang ternyata masuk diantara cela-cela teralis, membuat kulitnya sobek dan mengeluarkan darah.
Sabiya melepaskan tangan Fawwaz dan lebih mengeratkan genggamannya kepada Fikri. Dari bawah, dia bisa melihat Fawwaz yang sedikit meringis saat mencoba mengeluarkan lengannya dari celah-celah teralis.
Saat telah berhasil terlepas, Fawwaz kembali membenarkan posisinya untuk berdiri. Dia mengulurkan kembali tangannya untuk Sabiya genggam. Dan Sabiya segera meraihnya. Kini, tangan kirinya telah digenggam kembali oleh Fawwaz, dan tangan kanannya oleh Fikri.
"Tarik!" intruksi Fawwaz.
Dan dengan sekali hentakan, tubuh Sabiya telah terangkat. Semua merapalkan hamdallah, bersyukur kepada Allah karena Allah telah menyelamatkan gadis yang malang itu. Air mata Rumi dan Nada kembali pecah. Kedua wanita berbeda generasi itu menumpahkan tangis dalam pelukan. Bukan lagi tangis kekhawatiran dan kesedihan. Namun, tangis lega dan bahagia karena kejadian yang menghantui mereka beberapa saat lalu, kini telah berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Risalah Rasa [SELESAI]
SpiritualAidah Sabiya Marwah, gadis bernetra hazel dengan keindahan yang terpahat dalam parasnya. Hidup hanya dengan ayah dan adiknya, membuat Sabiya tumbuh dengan kasih sayang yang rumpang. Kebencian melegam dalam hati Sabiya, kepada sosok yang telah melahi...