Ikatan yang Dipaksa

2.9K 429 138
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

•••

Persiapkan hati! Sudah memasuki klimaks :')

••

"Yakinlah ada sesuatu yang menanti mu setelah banyak kesabaran yang kau jalani yang membuatmu terpana, hingga kau lupa pedihnya rasa sakit."

-Ali bin Abi Thalib-

•••

"Ayah serius, kan?"

Sabiya melepas pelukan Rendra. Pagi yang damai tak sejalan dengan hatinya yang bergemuruh. Bahkan air mata yang ingin dia tumpahkan serasa mengering. Rasanya campur aduk, antara bahagia dan bingung secara bersamaan. Sangat gamang.

"Maaf jika selama ini Ayah sering mengabaikan pertanyaan kalian tentang keberadaan ibu. Maaf juga karena setelah malam itu kamu bertanya, sikap Ayah kembali berubah. Tapi, itu semua Ayah lakukan karena Ayah ingin memikirkan dengan jernih, langkah yang akan Ayah ambil. Ayah butuh waktu. Dan insyaallah sekarang Ayah sudah siap buat mempertemukan kalian dengan Ibu."

Sabiya menyenderkan punggungnya kepada sandaran kursi. Tangannya gemetar. Bukan, bukan karena Tremor yang biasa dialaminya. Namun, karena gemuruh di dadanya yang merong-rong. Bahagia karena akan berjumpa dengan Ibu, dan takut akan kenyataan yang bisa saja menghadirkan kecewa, berkemelut menjadi satu dalam benaknya. Entah kata syukur atau umpatan yang harus dia ucapkan. Karena kerongkongannya terasa tercekat, mulutnya seakan terkunci. Dia bingung harus bereaksi seperti apa.

"Antarkan Sabiya ke tempat Ibu sekarang juga, Ayah..." ucapnya dengan lirih.

Rendra tersenyum tipis. Raut lelah masih tergambar jelas di wajahnya, seakan masih ada beban yang belum terangkat. Namun apa? Bukankah beban terberatnya selama ini adalah perihal keberadaan sang istri yang tidak diketahui oleh anak-anaknya?

"Ayah akan mengantarkan kamu dan Zidan sekarang juga. Tapi kamu harus janji satu hal sama Ayah."

"Apa?" tanya Sabiya dengan dahi mengernyit. Kenapa mesti syarat-syaratan segala? Perasaannya yang sedang tak menentu, bertambah kalut.

Rendra menatap manik mata Sabiya dengan tegas. "Kamu harus menuruti perintah Ayah. Apapun itu."

Sabiya tercenung. Bingung antara mengiyakan atau tidak. Pasalnya dia tidak tahu perintah apa yang akan ayahnya berikan padanya. Dia tidak ingin jika apa yang ayahnya perintahkan tidak sanggup dia lakukan, dan membuatnya harus mengingkari janji. Sungguh, dia tidak ingin jadi orang yang pengingkar janji, karena Allah tidak suka dengan itu.

"Kak Biya pasti akan menuruti perintah, Ayah!"

Ketegangan antara Sabiya dan Rendra terhenti, saat Zidan datang dengan mata berkaca. Remaja itu kini duduk di kursi single  tepat di hadapan ayah dan kakaknya.

"Apa sih, Dek!" tegur Sabiya karena Zidan memutuskan suatu hal tanpa persetujuannya.

Raut Zidan memerah, menahan haru dan emosi. Dadanya naik-turun. "Kakak pasti akan menuruti apa yang Ayah mau. Zidan sendiri yang akan memastikan itu. Ayah bisa pegang kata-kata Zidan." ucap Zidan dengan penekanan di setiap katanya.

Rendra yang mendengar ucapan puteranya yang sarat akan keseriusan, mengangguk kelu. Ada unsur lega sekaligus gurat kesedihan di mata Rendra. Seakan apa yang akan terjadi nantinya adalah simalakama untuknya. Antara maju salah dan mundur pun salah.  Namun, biar bagaimanapun ini jalan yang sudah dia pikirkan matang-matang. Pantang untuk berbalik arah.

Risalah Rasa [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang