21

8.9K 732 34
                                    


Dingin pagi itu tak lebih dingin dari hari-hari lalu. Cahaya metahari menembus kaca jendela ruangan menyiram udara hangat bagi penerimanya. Jimin, namja itu mengerjap kala cahaya metahari menyorot matanya.

Jimin membuka pelan matanya. Ia tak tau sebenarnya apa yang akan dia lakukan saat bangun. Semua sangat membosankan baginya. Hanya tiduran makan minum obat begitu berulang. Ia tak tau kenapa Yoongi tak memperbolehkannya pulang, jangankan pulang keluar saja ia tak dizinkan.

Ceklek. Pintu kamar mandi terbuka. Yoongi keluar dengan mengusak rambutnya yang masih basah. Namja itu baru saja menyegarkan dirinya.

"Eoh, Jimin-ah, sudah bangun?" Yoongi menyelesaikan mengeringkan rambutnya dan menyisir rambutnya.

"Nde."

"Hyung akan mengambil makanan." Yoongi melenggang menuju pintu.

"Hyung!"

Yoongi menghentikan langkahnya dan menatap Jimin dengan menaikkan alisnya.

Jimin sedikit merunduk. "Bisakah kita makan diluar?" Ucapnya pelan. Takut-takut Yoongi akan marah dan melarangnya.

Yoongi keluar tanpa mengatakan apapun. Jimin menghela nafas lelah. Ia sungguh bosan hanya berdiam dikamar. Mudah saja melarikan diri seperti beberapa hari lalu hanya saja ia akan kembali membuat Yoongi khawatir dan repot karnanya.

Pintu kembali terbuka. Yoongi membawa kursi roda kosong. Jimin menyernyit.

"Duduklah!"

Jimin menatap kursi roda dan Yoongi bergantian. "Maksud hyung?"

"Kau ingin keluar atau tidak?"

Yoongi memang sedikit dingin diluar tapi begitu hangat didalam. Itu yang membuat Jimin begitu nyaman dengan Yoongi. Dan bahkan Yoongi tak akan mudah marah jika itu Jimin.

Ya, setidaknya Jimin keluar dari ruangan menyebalkan yang sayangnya menjadi hal yang ia butuhkan saat ini.

"Kita hanya bisa makan di kafe rumah sakit kau masih harus dipantau," jelas Yoongi. Sebenarnya itu perintah hanya saja nada bicara Yoongi yang datar membuatnya seperti pernyataan.

Jimin mengangguk paham.

***

Jungkook, Taehyung, Jin dan Hoseok memasuki ruang latian dance dengan lemas. Untuk apa mereka kesana? Ah ya tanyakan pada takdir.

"Ayolah kita hanya perlu latihan beberapa lagu saja. Hwaiting semua!" susah sebenarnya mengatakan hal sedemikian itu pada ketiga adiknya. Jujur saja Jin bahkan telah menguras banyak tenaga hanya untuk mengatakan kata penyemangat itu. Ketiganya hanya mengangguk lemas. Tidak tau kah ini juga sama beratnya bagi Jin?

Seokjin mulai menyalakan lagu ketiga adiknya berdiri didepan kaca dengan pandangan malas. Biasanya ditempat itu ketujuhnya tertawa dengan kekonyolan mereka saat berlatih. Tujuh anggota dengan karakter berbeda menciptakan kesatuan makna. Kebersamaan.

Meski dibeberapa kesempatan dance line berlatih bertiga tapi itu memang sebuah ketentuan.
Bahkan saat ini pun, begitu hanya saja semua terjadi tak begitu baik.

"Hoseokie bisa memeriksa perkembangan danceku? Aku sedikit merasa kurang puas." Seokjin menyeret lengan Hoseok, melakukan yang dikatakan Seokjin tak berapa jauh dari Taehyung dan Jungkook.
Taehyung dan Jungkook hanya menggerakkan tubuh asal.

Sebenarnya tanpa berlatih mereka masih menghafal gerakannya hanya saja mereka terlalu terbiasa berlatih. Dan tentu mereka tak akan menganggap mudah semua hal. Termasuk menjalani kehidupan mereka saat ini.

"Bagaimana?" Seokjin menatap Hoseok penasaran. Sebenarnya Seokjin tak begitu pintar menyembunyikan apapun dari Hoseok mengingat mereka bertahun-tahun bersama. Hoseok masih melihat sepercik kesedihan di dalam netra hyungnya. Namun tentu saja Hoseok tak ingin memperburuk keadaan dengan membicarakannya saat ini.

"Bagus hyung, kurasa kau banyak perkembangan." Hoseok tersenyum tulus. Hoseok tak bohong saat ia mengatakan skill dance Seokjin yang semakin baik. Nyatanya demikian.

Kedua maknae masih membungkam mulut mereka. Sejam berlalu hanya menggerakan tubuh tak tentu. Hoseok pun sebenarnya demikian. Ia masih resah perihal hilangnya Namjoon, sama seperti member lain, hanya saja ia juga menghawatirkan Jimin. Dapat di pastikan disini hanya dia sendiri yang tau kan.

Mengingat anak itu, Hoseok penasaran bagaimana perkembangannya. Yoongi tak juga mengabarinya. Bahkan saat Hoseok menghubunginya. Memikirkannya membuat kepala Hoseok ingin pecah rasanya.

"Seok-ah, kau melamun? Aku memintamu menilai kemampuan dance ku. Astaga!" Seokjin mengerang frustasi.

"Eh. Mian hyung aku hanya lapar. Sebaiknya aku keluar mencari makan hyung. Tak apa aku pergi. Atau kalian ikut?" Hoseok menatap satu persatu, Taehyung, Seokjin, Jungkook.

Taehyung menggeleng. Jungkook menatap Hoseok sejenak.
"Aku sedang tidak lapar hyung." Anak itu kembali pada kaca besar pemantul gambar dirinya. Meski tanpa minat sejak tadi Taehyung dan Jungkook menatap cermin. Seolah melihat kaset rusak disana.

"Yak. Kau bagaimana tadi kutawari makan masakanku tapi kau menolaknya. Sekarng benar-benar terbukti kau memang membutuhkan makan. Tapi sayang saja aku sedang tak ingin pergi." Seokjin mengetuk pelan kepala Hoseok.

"Hyung appo!" Hoseok mengusap kepalanya.

Ya. Hoseok memang berharap ketiganya tak menemaninya. Yoongi meminta Hoseok merahasiakannya sementara. Hoseok berencana mengunjungi Jimin saat ini. Siapa tau saja anak itu akan sedikit ceria dengan kehadiran Hoseok.

Masker tertempel rapi di depan wajahnya begitu pula kacamata hitam serta hoodie. Hoseok memilih menggunakan kendaraan umum agar tak mudah dikenali.

Laju kendaraan tak begitu bermasalah hingga dengan mudah Hoseok sampai di rumah sakit tempat Jimin dirawat. Ditatapnya gedung sebentar dan kemudian menghembuskan nafas lelah. Hoseok memang sangat lelah. Lelah dengan peliknya kehidupan mereka saat ini.

Hoseok bergegas membuka pintu rawat usai berperang dengan ketidakberaniannya menghadapi Jimin nantinya. Berharap ia tak gerogi saat bertemu Jimin.

Kening Hoseok menyernyit. Dalam ruangan ia tak menemukan seorangpun.

"Apa Jimin telah dipindahkan?" Hoseok membalikkan badan.

"UH!" mata Hoseok mendelik lucu. Tangannyapun reflek terangkat.

"Hyung?" Jimin nenatap Hoseok heran. Yoongi terlihat sedikit terkejut. Hoseok masih menormalkan detak jantungnya hingga beberapa menit kemudian ia tersadar. Ekspresi Hoseok berubah sedikit kaku berikutnya.

"Ji---jiminie, Yoongi hyung kalian dari mana?"

"Kami makan diluar hyung." Jimin menunduk. Dirinya menduga hal semacam ini pasti akan terjadi. Hoseok pasti mengetahui dari Yoongi. Mengingatnya membuat Jimin ingin menarik rambut Yoongi atau mungkin memasukkan lima sendok bubuk cabai ke mulutnya pun mungkin akan terlihat menarik.

Hoseok menggaruk tengkuknya. Ia benar-benar bingung harus bagaimana.
"Jiminie sebenarnya hyung---"

"Aku tau hyung. Yoongi hyung memberitahumu'kan?" Jimin kembali menunduk. Ia tak tau harus bagaimana.

"Mianhae Jimin-ah. Hyung--- hyung tak mempercayaimu," Hoseok ikut menunduk. Yoongi berdiam tanpa ekspresi di belakang Jimin. Dalam hati Yoongi takut terjadi sesuatu pada Jimin nanti. Jika sampai Jimin menangis lagi dan hal beberapa hari lalu terjadi lagi.

Jimin masih diam dalam keadaan menunduk. Sejujurnya Jimin berusaha menahan diri agar tak menangis dan memperburuk segalanya saat ini. Jimin menggigit bibirnya kala airmatanya menggenang dan menetes perlahan. Berharap isakan tak keluar dari mulutnya. Dan tentunya emosinya tak serta merta keluar.

"Jiminie--"




***

Chukkae bangtan sonyeondan dalam BBMAs yang mendapat penghargaan top duo dan top social artistnya
Dan berbagai penghargaan sebelumnya

Purple bangtan sonyeondan
Purple all
💜💜💜💜💜💜💜










Love Yourself, Park Jimin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang