33

9K 726 110
                                    

Kacau.

Semua media berita berlomba-lomba meringsek masuk gedung agensi. Petugas keamanan berjuang mati-matian menjadi wasit untuk menentukan keputusan masuk yang tentu saja tak akan mengijinkan. Atasannya sudah memberi wejangan pada para bawahannya agar masuk melewati pintu gerbang belakang agar meminimalisir keributan yang terjadi. Juga pintu gerbang utama yang tak sekalipun diijinkan dibuka. Bahkan beberapa staf diputuskan untuk diliburkan mengingat hal krusial yang mereka hadapi.

"Setidaknya minta seseorang memberikan keterangan pak! Kami butuh kejelasan dari masalah ini."

"Seluruh dunia bahkan membicarakan ini. Maka berikan konfirmasi yang valid pada kami."

"Tidakkah pihak agensi memikirkan ini?"

Satu berita menyebar secepat cahaya dan membiarkan bayangan muncul di beberapa tempat-- menjadikan satu celah aman merusak tiang kokoh yang sudah di bangun bertahun-tahun. Mengingat bahwa artisnya sudah bukan lagi taraf nasional menjadikan satu masalah menjadi tontonan seluruh negeri. Sebisa mungkin semua pihak berkerja maksimal. Para detektif sewaan sudah tersebar di berbagai daerah, mencari keberadaan dua orang yang paling berpengaruh dalam hal ini. Pun segala pihak yang membantu.

Semua member yang tersisa agar tetap dirumah agar tak terjadi hal yang tak diinginkan. Pd-nim bahkan memerintah beberapa orang agar menyeret paksa Yoongi untuk pulang. Keputusan Yoongi melawan arus akan menambah list masalah jika tetap berlanjut, meski PD-nim sendiri yakin anak itu akan memberontak keras. Keberadaan mereka sedang diintai masa.

Yoongi menggeram marah saat beberapa orang berotot yang berbadan jauh lebih besar darinya menyeret paksa dirinya dan bahkan membiarkan mobil mewahnya terbuka begitu saja.

"LEPASKAN!! Siapa kalian? Siapa yang memerintah kalian? bodoh! Aku harus mencari adik-adikku." Yoongi menggeliat mencoba melepaskan diri meski hasilnya sia-sia saja.

Dua orang berotot itu membekap mulut Yoongi dengan sapu tangan yang di beri obat. Yoongi melemah perlahan hingga matanya terpejam. Seorang berotot meletakkan Yoongi pada kursi belakang mobil yang mereka bawa. Satunya lagi mengambil ponsel dan mendial nomor atasannya.

"Bang seongsaengnim, Yoongi sudah ditemukan. Kami akan membawa ke rumah bersama dengan keempat member lain."

"Cegah mereka keluar!" Pd-nim memijat pangkal alisnya dari seberang.

"Laksanakan."

Panggilan terputus dari seberang bersamaan dengan sampainya mobil ketempat tujuan.

Satu oramg berotot mengawasi situasi satunya lagi membopong Yoongi wasa-was. Beruntung saja mereka sampai kedalam rumah tanpa di ketahui awak media.

"Yoongi!" Seokjin yang memang sedang mengambil air dari dapur pun menghadang dan berusaha mengambil alih adiknya.

Orang berotot yang kemudian ditugaskan menjadi pengawal meletakkan Yoongi di sofa panjang ruang tamu. Dengan cepat Seokjin memeriksa Yoongi-takut ada luka san sejenisnya.

"Siapa kalian?" Seokjin memandang dua orang itu dengan kernyitan dan sedikit emosi atau bahkan takut?

"PD-nim meminta kami membawa Yoongi-ssi dan mengawasi keadaan kalian." Dua orang itu hampir melengang di balik pintu tatkala Seokjin kembali berucap.

"Apa maksudnya?"

"Masing-masing dari kalian tak mendapat izin terlihat diluar rumah." Perintah itu mutlak yang tentu saja tak terbantahkan oleh Seokjin maupun yang lain.

Seokjin menghela nafas pasrah. Situasi benar-benar kacau. Belum 24 jam berita itu terkuak namun kekacauan sudah merajalela. Seokjin bahkan harus menahan tangis saat mendapati adik-adiknya mulai resah dan takut bahkan saat Jungkook memutuskan memeriksa akun sosial media mereka. Tentu saja banyak hal yang ia temukan yang membuat tangis semakin kencang dan berakhir Seokjin membanting ponsel milik Jungkook.

Yoongi mengerjap beberapa kali membuat atensi Seokjin mengarah padanya.

Yoongi sendiri sudah tak bisa diam dan bergegas berdiri hingga kemudian melesat menuju pintu kemudian mencoba membuka paksa yang nyatanya tak juga terbuka.

Hingga Jungkook, Hoseok dan Taehyung yang mendengar suara menggelegar gebragan pintu menghampiri, mengira akan ada kabar baik yang datang. Seokjin memutuskan merengkuh Yoongi yang sudah kacau dengan air mata yang tak disadari sudah berderai di wajah manisnya.

"Hyung buka pintunya!!" Nyatanya Yoongi sudah tak kuat lagi. Ia tersungkur. Beruntung Seokjin siap menahan bebannya.

Seokjin terduduk dengan masih memeluk Yoongi.

"Hyung ku mohon. Aku yang akan menyelamatkan Namjoon, hyung. Dan aku juga harus menyelamatkan Jimin-- aku tak ingin Jimin kembali berkorban hyung. Sudah cukup dia menanggung segalanya. Aku tak ingin melihatnya terluka lagi hyung. Anak itu rapuh hyung. Dan dia adikku, adik kita. Aku tak ingin melihatnya tumbang hyung. Kumohon buka pintunya---" Yoongi sesenggukan, Seokjin terheran-heran. Dia bukan Yoongi yang mudah menangis, bukan Yoongi yang selalu nampak tak peduli.

Ulu hatinya tercubit menyaksikan semua kekacauan. Dirinya memaksa otaknya beroperasi dua kali lebih dalam untuk menggali yang di gumam Yoongi. Seokjin sempurna membatu, menanti kata selanjutnya yang akan terlontar dari mulit Yoongi.

"Hyung--Ji-jimin sudah banyak berkorban. Kau ingat saat Taehyung dan Jungkook keracunan? Saat itu Jimin juga mengalami hal serupa tapi ia tak mengatakannya pada kita hanya agar kita memperhatikan Taehyung dan Jungkook. Dan--dan saat Namjoon terjatuh, Jimin juga tak memperhatikan luka di bahunya yang parah dan menolong Namjoon, hyung. Dan saat ini bahkan Jimin rela membahayakan dirinya hanya untuk menyelamatkan Namjoon yang ternyata di sekap seseorang. Dia itu masih kecil hyung! Dia tak akan tau kemungkinan apa yang mungkin terjadi hyung. Bagaimana jika ia kembali berkorban dan kembali terluka. Aku tak sanggup melihatnya untuk kesekian kali hyung-" sesenggukan Yoongi tak peduli. Terlihat lemahpun Yoongi abai. Ia hanya ingin menyatakan apa yang hatinya mau. Apa yang ia rasakan.

Seokjin membatu bersamaan dengan Taehyung, Hoseok dan Jungkook. Dan untuk sekejap keempat orang itu merasa bodoh.

***

Lampu ruangan rupanya tak menunjukan persahabatannya, sekejap menyala sekejap mati. Rupanya lampu itu sudah terlampau lelah untuk dipaksa beroperasi menciptakan terangnya. Berkali-kali terdengar suara kretek-kretek dari lampu itu. Bersyukurnya lampu itu tak sampai meledak apalagi menghasilkan apinya.

Entah untuk yang ke berapakalinya Jimin terbangun dari pingsan yang selalu mengambil alih dirinya saat seseorang lagi-lagi menyilet anggota tubuhnya. Jimin tak bisa berteriak mengerang kesakitan, bibirnya di lakban dengan erat. Hanya lelehan bening yang senantiasa mengalir dari kedua matanya membentuk aliran yang menganak sungai.

Kira-kira sudah malam kedua yang ia lalui di sana dengan segala pikiran buruk yang bergantungan di otaknya. Tentang dimana sebenarnya Namjoon berada dan apa hyungnya itu masih hidup atau tidak. Dan untuk opsi kedua Jimin lebih memilih mengenyahkannya.

Jangankan untuk mencari keberadaan Namjoon, bergerak saja sangat sulit baginya. Tubuhnya begitu lelah karena terus mengeluarkan darah di beberapa lukanya. Belum lagi perutnya yang tak juga terisi makanan atau minuman. Sebenarnya saat terbangun Jimin merasakan badannya sedikit berenergi, Jimin tak menampik itu. Mungkin saja penjahat itu menyuntikkan vitamin padanya. Mungkin penjahat itu hanya tak ingin mainanya mati dengan cepat. Pikirnya.

"Kau manis juga ternyata bocah. Kau tau? aku belum pernah meminum darah semanis milikmu. Kurasa kau akan memuaskanku untuk beberapa minggu kedepan. Setidaknya darahmu tak akan habis beberapa hari ini. Aku akan berhemat. Selamat beristirahat bocah. Suruh tubuhmu agar memproduksi lebih banyak darah." Pria itu melenggang meninggalkan sayatan di lengan kiri Jimin dan beberapa orang untuk membalut luka Jimin agar tak mengeluarkan darah sia-sia. Namun selang beberapa menit kemudian dia kembali.

"Jangan sampai dia mati!" Tegasnya hingga ia benar-benar meninggalkan tempat itu.

Jimin ingin berteriak atau setidaknya mengerang agar rasa sakitnya bisa ia alihkan sesaat bukan hanya dari air mata tapi dari semua yang harusnya bisa ia lakukan. Jimin bahkan menggigit bibirnya hingga lidahnya mengecap cairan amis itu.

Jika boleh Jimin ingin mati saja daripada merasakan sakit setiap saat.

***

Love Yourself, Park Jimin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang