Pepohonan menjulang tinggi di sisi kanan kiri tempat Jimin berdiri. Bising serangga tertangkap indranya. Matahari sudah condong ke barat, beberapa menit lagi mungkin akan sempurna tenggelam. Hari menjadi gelap.
Yang Jimin lakukan hanya berjalan kesana kemari demi menemukan sebuah bangunan di tengah hutan sesuai yang di katakan pria yang menelfonnya.
Namun berapa kalipun dia melangkah matanya tak kunjung menangkap keberadaan bangunan tua yang ia tuju. Justru dirinya semakin masuk ke dalam hutan yang semakin rimbun dengan pohon lebat. Ia tak tau dimana dia berada: tidak tau jalan pulang, tidak tau tempat di sekapnya Namjoon.
Harusnya ia menggunakan ponsel untuk sekedar tau mana utara, mana selatan. Jika sudah begini saja ia baru sadar ia hanya membawa fisiknya dan keberanian untuk sampai disana.
Sedikit bersyukur taksi tadi tak meminta bayaran padanya meski ia sedikit aneh. Jimin tak lagi peduli mungkin saja ia dibayar para penjahat yang menyekap Namjoon.
Jimin masih sibuk menapakkan kakinya di tanah yang agaknya sedikit basah akibat hujan beberapa saat lalu. Ia tak memperhatikan sekitar yang nampaknya mulai menggelap. Bahkan tubuhnya sudah sedikit menggigil.
Hingga netranya menangkap bangunan besar yang sudah sedikit lapuk dimakan usia sedikit mengherankan; bangunan itu tak memiliki sedikitpun lubang hanya satu pintu yang mungkin menjadi satu-satunya akses masuk dan keluar.
Bibirnya sontak membentuk kurva ke atas. Dengan semangat ia menghampiri bangunan tersebut hingga tiba di depan pintu besar. Sedikit keraguan untuk sekedar memegang gagang pintu yang sedikit berkarat.
Hatinya mencoba memantapkan. 'Hanya satu langkah kau bisa menyelamatkan Namjoon hyung. Jimin pabo cepat buka pintunya. Tak akan terjadi apapun.'
Hembusan nafas kasar menguar dari hidungnya hingga kemudian tangannya reflek memegang gagang pintu tersebut tanpa jeda pintu terbuka menampilkan kegelapan yang pekat hanya sedikit cahaya yang masuk akibat pintu terbuka. Bau busuk dan anyir menguar tertangkap indera penciuman.
Jimin meringis, bulu kuduknya sontak berdiri. Rasa takut yang coba ia kubur dalam-dalam tak kunjung tertutup. Kegelisahan mulai merenggut ketenangannya hingga--
Duk
Seseorang memukul punggungnya keras dan kegelapan sebenarnya mengambil alih dirinya.
***
Petugas keamanan berjalan kesana kemari membuat suasana semakin meneganggkan saja. Ditambah teriakan dan isak tangis yang menggema di seluruh penjuru stadion. Menambah daftar kekalutan segala staf yang bertugas.
Perihal video tanpa rencana yang terpampang nyata beberapa saat lalu membuat suasana semakin kacau. ARMY mulai tak bisa di kendalikan, ada yang menangis, ada yang terdiam di tempat, ada yang memilih tenang dan menunggu konfirmasi resmi. Yang jelas di semua itu tak ada yang baik.
Nama baik BTS dipertaruhkan saat itu. Bukan tak mungkin warga luar stadion sudah mengetahui segalanya. Perihal Jungkook dan Taehyung keracunan dan Namjoon yang terjatuh dari tebing hingga menghilang sampai detik ini. Dan kesimpulannya adalah semua bukti mengarah pada Jimin.
Rasanya seperti mimpi beberpa saat lalu mereka begitu bahagia di atas panggung dengan konser yang sama. Hingga beberapa hari belakang semua bahagia itu musnah tanpa ada yang bertanggung jawab.
Pihak management tentu tak pernah menduga kejadian semacam ini akan terjadi. Mereka sudah mencegah segala hal terjadi namun tak pernah menyangka kehadiran musuh dalam selimut akan memukul telak. Memberikan luka menganga bagi berbagai pihak.
Sementara ini semua orang sibuk mencari Jimin agar dapat segera mengonfirmasi masalah demikian. Namun masalah kembali berbelit usai Taehyung dan Yoongi yang menemukan ponsel Jimin tanpa kehadiran si pemilik disertai berbagai ancaman yang mampu membangkitkan amarah dalam diri mereka.
Cepat kemari bodoh atau aku benar-benar menghabisi kakak mu ini!
Tentu saja semua orang tercengang pasalnya di bawah pesan tersebut masih banyak model pengancaman yang hampir serupa. Taehyung meraung meminta semua pihak agar membantu menyelidiki masalah ini. Yoongi menggeram marah dan meninggalkan tempat dengan tujuan mencari Jimin dan Namjoon.
Seokjin, Hoseok dan Jungkook berdiri di depan ARMY, dengan segala keberanian yang coba mereka kumpulkan, mereka mengonfirmasi mengenai video tersebut.
"Amy," Seokjin mencoba mengendalikan suara agar tak nampak bergetar menahan tangis. "Mianhae. Tolong tetap percaya pada kami. Kami--"
"Menyembunyikan hal ini dari kalian namun sungguh tak ada niat melakukannya. Bukan. Bukan karena kami menganggap kalian tak penting, kalian adalah bagian terpenting dalam hidup kami, kalian alasan kami tetap berdiri kokoh saat ini bahkan saat menghadapi masalah. Kalian adalah energi kami. Hanya saja--" Seokjin mengusak kasar setetes air matanya.
"Memang benar kami terluka. Jungkookie, Taehyungie, Namjoon dan kami, kita melalui hal yang berat. Terlepas dari itu bahwa kami seorang idol bukankah hal wajar kami akan sedikit terluka? Tolong jangan memikirkannya, kami pasti bisa melewati hal berat ini. Dan ingatlah bangtan akan selalu bertujuh, dimana tak satupun diantara kami yang saling menyakiti. Jadi aku mohon jangan pernah mempercayai apapun yang kalian lihat dan dengar jika bukan dari kami. Kami sangat menyayangi kalian kuharap kalian akan tetap mempercayai kami." Jelas Hoseok. Seokjin dan Jungkook memandang Hoseok selidik. Secara tak langsung Hoseok meminta agar tak ada yang menyalahkan Jimin dalam hal ini.
Benar adanya bahwa bangtan sangat menyayangi Army. Bukan sebuah rahasia lagi. Bagaimanapun rasa sakit akan sama merasakan jika salah satu terluka. Army adalah kebahagiaan Bangtan dan itu adalah rumus paten. Oleh karenanya Bangatan merasa bersalah setiap waktu takut-takut menyakiti perasaan Army.
Dan hal paling membuat mereka terluka adalah saat mereka menyadari bahwa mereka memberi beban begitu besar pada penggemar yang tidak seharusnya mereka lakukan. ARMY selalu memberikan cintanya dengan tulus. Bukankah ini akan sedikit tidak adil bahwa mereka memberikan luka yang kemungkinan akan terus membekas?
Bahwa mereka telah membuat penggemar mengkhawatirkan mereka membuat sebagian waktu mereka berkurang hanya karena masalah ini. Namun dari situlah mereka sadar ARMY adalah sahabatnya, saudaranya dan kekasihnya. ARMY segalanya bagi Bangtan dan juga sebaliknya.
***
Mobil melesat dengan kecepatan maksimum membelah jalanan, pengendara tak lagi menghiraukan sekitarnya. Pikiran buruk kembali menyerangnya sama seperti saat ia depresi dulu. Sesekali ia menyeka tetesan demi tetesan yang dengan kurang ajarnya membasahi wajahnya.
"SIAL!!" Yoongi menghentikan lajunya di sebuah tempat luas hanya sekedar menyegarkan pikirannya.
"Kemana aku harus mencari?" Dan hari ini ia kembali menangis dan lagi-lagi tak ada yang tau akan hal itu.
Dering ponsel menyadarkannya.
"Hyung, kau dimana?" Sahut dari seberang dengan sedikit kekhawatiran yang tertera di suaranya. Dan sepertinya Jungkook belum tau mengenai Jimin.
"Aku tak akan pulang beberapa hari kedepan Kook ada hal yang harus ku urus kau tak perlu khawatir aku baik-baik saja." Yoongi memutuskan sambungan sepihak. Dan Jungkook hanya mengumpat tanpa Yoongi dengar.
Yoongi menghela nafas kasar kemudian kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan yang ia kurangi. Namun belum sempat memasuki jalan besar, Yoongi meringis saat mendapati seorang keluar dari taksi hingga kemudian membuka topinya menampilkan wajah yang terlampau tak asing baginya.
Yoongi ingin menghampirinya namun namja itu berbalik dan masuk kedalam mobil satunya. Hal itu mengundang sedikit kecurigaan namun Yoongi mengabaikan begitu saja saat sadar tujuannya keluar adalah untuk mencari Jimin dan Namjoon.
***
Ngga tau lah aku nulis apaan kali ini. Aku bener-bener lagi ngga bisa mikir dalem. Ini bener-bener mentok.
Maaf untuk itu. Aku hanya takut kalian menunggu terlalu lama.
Semoga di kedepan mood nulisku balik segera biar tulisan ngga berantakan kaya sekarang.
Sekali lagi maaf
Borahae,
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Yourself, Park Jimin ✔
FanfictionPark Jimin salah satu member BTS yang pandai menyembunyikan kesusahannya. Masalahnya berdampak pada para member. Meski begitu sejujurnya masalah itu bukan datang dari Park Jimin. Disini Jimin juga korbannya. Meski begitu dengan segala ketakutan da...