"Jangan khawatir, ada masanya semuanya berakhir. Semua akan kembali baik-baik saja, yakin saja semuanya ada jalan keluarnya.'
***
Namjoon mengernyitkan dahinya, bibirnya beberapa kali bergumam lirih.
"Apa yang mereka lakukan?"
Lukanya sudah mengering meninggalkan bekas yang membuat kulit mulusnya nampak membelang karena beberapa bekas darah yang sudah mengelupas. Namjoon agaknya sudah lebih baik dan tidak merasakan sakit yang amat dari pada pertama kali datang. Meski sejujurnya mentalnya lelah ingin beristirahat.
Orang-orang bermasker hitam itu nampak meletakkan meja dengan laptop diatasnya tepat di hadapan Namjoon. Membuatnya terasa seperti Namjoon harus menonton pertunjukan yang Namjoon sendiri tak begitu paham. Padahal sejauh ia di kurung disana orang-orang itu hanya memberikannya makan dan minum serta membiarkannya melihat sikap buruk mereka dengan membawa seseorang untuk kemudian mereka pukuli. Selebihnya Namjoon hanya didiamkan. Namjoon bahkan merasa kehadirannya disana hanya dijadikan umpan saja, mungkin.
"Diam dan perhatikan!" Kata itu terlontar dari salah seorang bermasker yang Namjoon yakini suara seorang Yeoja. Yeoja itu nampak mengutak atik beberapa saat hingga sebuah video yang nampak seperti rekaman cctv muncul disana, Namjoon tak bodoh untuk tak menyadari dimana itu di ambil.
Awalnya terlihat gelap hingga kemudian meremang, mungkin orang-orang itu memutuskan sedikit memberikan cahaya di sana entah apa tujuannya. Semua nampak samar, beberapa mayat tergeletak disana. Benar dugaan Namjoon. Tempat itu adalah tempat yang sama dimana ia di sekap beberapa hari lalu. Tempat menjijikan yang Namjoon sumpahi tak akan lagi sudi untuk kesana.
"Apa yang akan kalian tunjukan?" Namjoon benar-benar tak tahan, kenangan buruk itu memaksanya untuk ingat.
"Diam dan perhatikan saja!!" Kali ini seorang namja yang membentaknya.
Mata elang Namjoon memeperhatikan seksama hingga nampaklah seorang pemuda yang terikat di sebuah kursi. Posisinya membelakangi kamera dan menghadap pemandangan menjijikan didepannya. Namjoon mengernyit meski terlihat dari belakang Namjoon sedikit menduga bahwa pemuda itu---Jimin, adiknya.
Namjoon menepis pikiran bodohnya yang dengan kurang ajarnya mengatakan bahwa itu adalah Jimin. Namjoon menggeleng beberapa kali.
"Ada apa? Kau mengenalnya?" Yeoja bermasker itu menyentuh dagu Namjoon seperti menggoda. Namjoon menggeleng agar tangan menjijikan itu terlepas dari dagunya.
"Cih. Candaan macam apa ini?" Keras Namjoon. Ia sedang berusaha menepis segala kemungkinan buruk.
"Kau boleh menganggapnya candaan Namjoon-ssi, tapi aku tentu saja menikmatinya. Ini yang kurencanakan sejak lama. Aku bahkan menunggu dua tahun untuk ini. Oh kusarankan kau menutup matamu jika tidak sanggup menerimanya, tapi aku tentu tak akan menghentikannya. Terlalu sayang untuk aku lewatkan!!" Yeoja itu tersenyum dibalik masker. "Sial!! Masker ini menggangguku saja." Perlahan ia melepas masker miliknya.
Namjoon mengerutkan dahi.
"Noona---"
Yeoja itu membalikkan badan. "Diamlah dan fokus pada layar saja. Aku sedang tak berminat menjawab pertanyaanmu satu kalipun. Perhatikan saja orang yang kau sebut adik itu!"
Helaan napas pasrah Namjoon keluarkan. Ia masih tak percaya dengan semuanya. Perkataan orang yang dia panggil noona itu menarik atensinya. Adik? Apa benar itu Jimin?
Namjoon kembali menyelami fokusnya menatap video rekaman itu hingga kemudian layar nampak hitam beberapa saat.
"Apa itu?"
"Astaga diamlah!"
Beberapa detik kemudian layar kembali nampak bergerak.
Detak jantung Namjoon berpacu lebih cepat dari tadi secara tak sadar air matanya ikut meluncur diwajahnya. Matanya ia kedipkan berapa kali. Mungkin saja ia salah lihat karena terhalang air mata uang sialnya masih tetap mengalir bahkan menderas.
"Jimin----"
***
Sesekali suara burung malam masuk ke dalam rumah meski hanya samar dan suara isak yang kadang terdengar. Lampu utama tak menyala hanya lampu tidur yang meremang. Selebihnya deru napas yang masih terasa.
Taehyung masih sesenggukan di pelukan Hoseok. Sejak menejer memutuskan agar mereka pulang, Taehyung tak sekalipun menghentikan tangisnya. Matanya bahkan sudah membengkak karenanya. Hoseok bahkan menyadari sepenuhnya saat kulit tangannya merangkul Taehyung, suhu badan anak itu lebih panas dari normal.
Taehyung sendiri masih terus memikirkan Jimin bersama dengan segala ekapektasi yang membuatnya lepas kendali. Baru kemarin ia kembali merangkul Jimin dan kembali mencoba memahami Jimin kembali. Mungkin saat itu pula Taehyung memutuskan untuk kembali mempercayai Jimin. Namun belum sempat ia memberikan uluran bantuan untuknya, Taehyung justru harus menelan pahit kenyataan bahwa ia sedikit terlambat memberikan uluran itu. Jimin hilang dalam sekejap meninggalkan segudang kekhawatiran yang tak bisa di buang.
"Jiminie, Hoseok hyung a--aku belum sempat mendengarkan keluhannya hyung-- aku belum sempat membantunya. Aku bahkan tidak tau masalah apa yang sedang ada dipundaknya dan aku justru sudah menambah bebannya itu. Aku menghakiminya tanpa tau kebenarannya. Aku melakukan kesalahan padanya, Hyung!" Taehyung mengeratkan pelukannya pada Hoseok.
Seokjin dan Jungkook disisi lain ranjang, milik Namjoon. Seokjin sendiri juga gelisah namun ia tak tau harus bagaimana. Jungkook terus merenung entah apa yang masuk dalam otaknya, segala hal terlintas begitu saja. Jungkook tak tau mana yang lebih mendominasi untuk benar-benar ia pikirkan.
"Semua akan baik-baik saja Tae--" Hoseok memelan. Sejujurnya ia pun tak tau apa semua akan baik-baik saja atau sebaliknya. Ia pun khawatir dan lagi ia benar-benar tau sebagian kebenaran yang sesungguhnya.
"Hyung, Jiminie hyung--ia belum juga kembali dan Namjoon hyung juga belum ada kabar pasti hyung. Yoongi hyung bahkan pergi dari rumah. Dan--dan ARMY, mereka pasti khawatir hyung. Apa--apa Bangtan akan bubar?" Jungkook menghadap Seokjin dengan air mata yang sudah menggenang yang sekali saja ia berkedip maka air itu akan jatuh.
Seokjin mengerjap beberapa kali dan menelan ludah kasar. Ia bahkan tak sampai hati berfikir Bangtan akan bubar begitu saja. Ia tak tau jawaban apa yang akan ia lontarkan pada Jungkook. Ia sendiri baru tau bahwa dia juga ragu akan itu.
"Hei semua akan baik-baik saja. Ini akan berlalu semua akan kembali baik-baik saja. Sekarang pikirkan yang terbaik saja okey dan alangkah baiknya kalian memejamkan mata dan berpikirlah esok sudah baik-baik saja. Arra?" Seokjin merangkul Jungkook dan mengelus punggungnya memberikan kenyamanan seorang kakak.
Hoseok melakukan demikian pula.
Meski Seokjin dan Hoseok sendiri merasa rapuh namun mereka sadar hal terpenting saat ini adalah saling menguatkan bukan melemah bersama.Hingga mereka yang lelah pun akhirnya mulai memejamkan mata dengan harapan yang terjadi adalah sebuah mimpi buruk yang akan hilang saat terbangun.
Disisi lain Yoongi juga memejamkan mata saat ia lelah menitikkan air mata. Dia tertidur di mobilnya dengan segala kekhawatiran yang tetap terbawa hingga ia terpejam pun.
***
Jimin mulai mengerjap beberapa kali saat kesadaran mengambil alihnya. Ia ingin mengusak matanya, membuatnya agar sedikit dapat menatap dengan jelas. Namun pergerakannya terbatas saat ia sadar tangannya terikat. Dia baru sadar bahwa bukan ranjang yang ia tempati sebagai tempat tidur.
Bau anyir dan busuk menyeruak membuat sekitar bulu kuduknya berdiri. Memberikan berlipat-lipat ketakutan saat matanya mulai menatap pemandangan dihadapannya.
"H---hyung, Ji---jiminie takut," gumamnya lirih.
***
Happy ARMY day all
Big love for my family💜
Army 💜Bangtan
Together ForeverSee you next part
Borahae,
💜💜💜💜💜💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Yourself, Park Jimin ✔
FanfictionPark Jimin salah satu member BTS yang pandai menyembunyikan kesusahannya. Masalahnya berdampak pada para member. Meski begitu sejujurnya masalah itu bukan datang dari Park Jimin. Disini Jimin juga korbannya. Meski begitu dengan segala ketakutan da...