29

8.6K 719 96
                                    

Musik berhenti diputar, Taehyung baru saja mematikannya. Suasana hening seketika hanya deru nafas dari presensi dua namja diruangan. Pecahan kaca berserakan, tangan Jimin berdarah.

Taehyung ingin menghampirinya namun keraguan menghinggapinya. Mengingat apa yang ia katakan pada Jimin tempo hari. Hatinya berdesir menatap darah yang enggan berhenti menetes dari tangan Jimin.

Jimin masih terdiam ditempat dengan sorot marah. Kehadiran Taehyung menambah kalut suasana hatinya. Amarah yang menguasai dirinya tak mampu ia kendalikan seperti biasa.

"Kenapa? Kau juga akan mengumpatiku lagi? Cih kalian semua tak ada yang pernah benar-benar mengerti. Bohong jika kalian mengatakan kalian mengenal baik diriku. Salahkan aku dengan semua ini dan aku akan tetap diam sungguh apapun yang akan kalian katakan aku akan menerima dengan lapang dada. Tanpa kalian tau aku juga tertekan kan. Aku..." Jimin terduduk lemas tanpa menghiraukan lututnya yang menghantam pecahan kaca dilantai.

Taehyung meringis namun dia terlampau membatu di tempat. Yang dikatakan Jimin sepenuhnya benar. Tak pernah ada yang benar-benar memahami namja itu. Bahkan dirinya sekalipun, jika sudah begini Taehyung benar-benar merasa bersalah bukan?

"Jimin-ah" lirih Taehyung.

"Apa? Kenapa kau pelankan suaramu hah. Apa kau berubah pikiran dan akan mengasihaniku? Sungguh jangan pernah melakukannya. Aku tak butuh belas kasih kalian. Mengumpat saja seperti kemarin. Itu akan terdengar lebih baik bukan? Haha.. aku bahkan dengan mudah terpengaruh dengan kata-kata kalian dan berujung menyalahkan diriku sendiri kan. Jadi memang benar aku yang bersalah kan?" Jimin bangkit menghampiri Taehyung, kedua lututnya sudah berdarah. Terlihat dari celana yang ia kenakan, bagian lututnya basah oleh darah, beberapa pecahan juga menempel disana. Namun wajahnya tak menunjukan kesakitannya. Justru sorot matanya yang menampakkan luka dan amarah.

Jimin meremas bahu Taehyung, sarat akan luka. Taehyung hanya terdiam menatap Jimin.

"Katakan Kim Taehyung... katakan aku adalah penjahat disini... aku adalah peran antagonisnya... aku pengganggu disini... aku buruk... katakan saja Kim." Jimin menunduk. Sorotnya berganti sayu. Remasan pada pundak Taehyung mengendur hingga kemudian terjatuh dari sana.

Air mata Taehyung mengalir begitu saja. Taehyung tidak menimpal sedikitpun. Hatinya ikut terluka dengan pernyataan Jimin. Banyak kata seandainya yang terlintas di otaknya.

Jimin terisak. Taehyung tak kuasa melihatnya dan berakhir memeluk sahabatnya itu. Jimin tak berontak, ia lelah setelah mengeluarkan segala tekanan di otaknya, namun sedikit kelegaan di hatinya.

Taehyung membiarkan bahunya basah dengan air mata Jimin hingga beberapa saat Taehyung tersadar. Jimin terluka. Taehyung melepas pelukannya, Jimin sedikit tak rela. Taehyung menyeret Jimin agar terduduk di sofa kemudian ia melenggang mengambil kotak P3K.

Dalam diam Taehyung mulai mengobati luka di lutut Jimin pun dengan luka ditangannya setelah membalut kedua lutut pemuda itu. Sesekali Jimin meringis. Ia baru merasakan perih saat Taehyung mengobatinya. Saat itulah dia sadar, dia terlampau marah tadi hingga lukanya pun tak ia sadari.

"Tae.." pelannya dengan menundukkan wajahnya.

Taehyung bergumam singkat, ia masih fokus pada luka di lutut Jimin.

"Maaf-" setelah kata itu lolos begitu saja, Taehyung baru mendongak dan mengerutkan dahinya.

"Untuk apa?" Taehyung kembali menunduk."Aku yang harus meminta maaf Jim. Aku sempat tak mempercayaimu lagi. Bahkan setelah kita saling mengenal begitu lama. Aku terlalu buta dengan situasi yang ada. Maafkan aku."

Senyum cerah terbit dari bibir Jimin seolah ia lupa apa yang baru saja terjadi. "Tak apa Tae aku mengerti kok."

Taehyung menyernyit namun berikutnya ia ikut tersenyum. Begitu mudahnya mengubah suasana hati seorang Park Jimin.

Love Yourself, Park Jimin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang