BAB 15

9K 830 67
                                    

Arkan geleng-geleng kepala melihat Ali yang terus menerus menghisap rokok. Setiap paginya selalu seperti itu. "Li, jangan merokok terus setiap pagi, apalagi ditambah kopi. Gak baik buat kesehatan lo."

Ali sama sekali tidak mengubris nasihat Arkan. Dia terus menghisap rokok dan meminum kopinya. Belakangan ini, setelah Prilly menjauh darinya, Ali seperti kehilangan sesuatu. Dan sama sekali tidak menyayangi kesehatannya sendiri. Biasanya, Prilly selalu bawel agar dirinya menjaga kesehatan, bahkan gadis itu sangat rajin membawa bekal untuknya.

"Apa kabar pacar lo, Li?"tanya Rio, salah satu anggota geng  Ali. Mereka kini sedang berada diwarung mbak Mike. Jam  menunjukan pukul 8:00 pagi, bell masuk sudah berbunyi satu jam yang lalu, itu artinya mereka telah bolos jam pelajaran pertama.

"Gue gak tau." Ali membuka suara. Acuh.

"Yeee gimana sih lo! Sebenarnya lo sama Prilly masih pacaran gak sih?!"tanya Kevin heran.

Ali mengangkat kedua bahunya,"Masih kali."

"Dia kangen sama lo. Lo juga kangen kan sama dia? Temuin lah, men ! Udah saatnya lo harus sadar!" Arkan memberi nasihat.

"Ngapain harus ditemuin? Dia juga ketemu gue cuek banget."

"Berarti, lo benar kangen ya sama dia?" Kevin tersenyum jail. "Oh, jadi Ali kangen sama bawelannya Prilly!"

Ali berdecak,"Apa sih, Vin!"

"Gue kemarin baru banget putus dari cewek gue. Dan sekarang gue nyesal."ucap Rio dengan raut wajah seperti menyesal.

"Kenapa?"tanya Arkan pada Rio.

"Gue gak pernah hargain dia. Gue gak pernah anggap dia ada. Dan gue terlalu nyepelein perasaan dia. Tanpa gue sadari kalau dia juga bisa capek dengan sikap gue." Rio menghela nafas lalu tersenyum miris. "Gue cowok brengsek. Gue terlalu brengsek permainkan hati cewek. Gue nyesal. Sekarang dia udah pergi dari hidup gue. Dan bahagia sama cowok lain."

Mendadak Ali kepikiran dengan seseorang yang selalu memutar diotaknya. Seseorang yang selalu dia bentak, dan tidak pernah dihargai. Sudah lama dia tidak mendengar rengekan dan bawelan gadis itu. Ali termenung sejenak, memikirkan apa yang harus dia lakukan. Kenapa dia tiba-tiba takut merasakan seperti yang Rio rasakan? Kenapa tiba-tiba dia takut akan kehilangan Prilly?

"Woy! Bengong aja lo!" Kevin menepuk bahu Ali kencang. Mengagetkan.

"Kenapa lo? Jadi kepikiran Prilly, kan?" Arkan menebak, tersenyum sinis.

"Jangan lupa cepat berubah sebelum merasakan kehilangan, Li. Kita memang nakal, tapi jangan sampai menyakiti hati cewek!" Rio turut menasihati. Yang lain hanya sibuk dengan ponsel masing-masing, tidak berani untuk menasihati sang pemimpin.

Ali tidak menjawab. Rintik hujan mulai turun perlahan dan semakin deras. Kevin mengambil gitar yang dia simpan di warung mbak Mike, lalu memberikan pada Arkan agar memainkannya. Kevin bukannya tidak bisa, hanya saja dia hanya bisa membawakan lagu balonku ada lima.

"Arkan, sikat! Bawakan lagu yang cocok buat menemani pagi ini yang diguyur hujan!"ucap Kevin bersemangat.

Arkanpun mulai memainkan gitar. Semua langsung menimbrung bernyanyi bersama membuat keberisikan disini. Itu sudah biasa. Mbak Mike tidak pernah memarahi mereka, malah terus mengundang mereka agar tetap kesini walau tidak jajanpun. Karena mereka selalu meramaikan suasana warung itu hingga sang pemilik tidak merasakan kesepian.

"Mbak Mike mah senang kalau kita berisik juga! Janda mah kan selalu kesepian!" Kevin tertawa.

"Ngomong apa lo,Kevin?!"teriakan mbak Mike dari dalam membuat semuanya menoleh. "Gue sunatin lo!"

Playboy Is Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang