Ali mengendarai motornya dengan pandangan kosong. Pikirannya pagi ini masih sangat kacau memikirkan kejadian kemarin. Bukan hanya pikiran saja yang kacau, hatinya pun turut kacau. Rasa bersalah, labil, gelisah, semalam berturut-turut menghantuinya.
Tiba-tiba Ali mengerem motornya secara mendadak. Hampir saja ia menabrak pejalan kaki yang sedang menyebrang. Untungnya tidak ada pengendara motor atau mobil di belakangnya. Kalau saja ada, pasti bisa-bisa menimbulkan kecelakaan beruntun.
"Li, yang konsen dong!"tegur Bella kesal yang berada di boncengan motor Ali. Ia mengelus keningnya yang tadi bertabrakan dengan punggung cowok ini. "Lo lagi kenapa sih?!"
Ali tidak menjawabnya, dan kembali melajukan motornya. Jalan raya pagi ini tidak begitu macet jadi Ali bisa melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Pandangannya tidak lagi kosong. Ia mencoba fokus.
"Li, pelan-pelan dong! Gue takut jatuh,"ucap Bella kesal. Baru saja tangannya ingin melingkar di perut Ali, cowok itu langsung meronta membuat Bella terpaksa mengurungkan niatnya. "Maaf, Li. Makanya lo pelan-pelan."
"Jadi lebay gini lo sekarang."ketusan Ali barusan membuat Bella bungkam dengan wajah yang menekuk kesal.
Sampai di warung mbak Mike, Ali turun lebih dulu meninggalkan Bella yang masih mengoceh tidak jelas. Ia masuk ke dalam menemukan Arkan, Kevin, dan juga Damar. Ketiganya sedang berbincang, entah membicarakan tentang apa. Apa tentang dirinya? Mungkin.
"Lo berdua berangkat bareng?"tanya Arkan ketika Ali sudah berada di hadapannya. Tatapan Arkan tertuju pada Bella yang sedang berjalan ke arahnya.
Ali tidak menjawabnya. Ia bisa melihat tatapan Arkan kini dingin ketika menatapnya dan Bella. Ali beranjak memesan kopi dan membeli rokok pada Mbak Mike, setelah itu langsung duduk di samping Damar, sedangkan Bella berada di tengah Arkan dan Kevin.
Mungkin di sekolah nanti semua orang tidak berani menyapa Ali, termasuk Mbak Mike. Tadi ketika Ali sedang memesan kopi dan membeli rokok, janda centil itu yang biasanya menggoda Ali kini malah diam, tidak berani membuka suara. Rambut yang acak-acakan, kedua mata memerah, kantung mata yang hitam, wajah Ali yang sedang kacau ini terlihat seperti ingin memakan orang.
"Rokok, nih," Ali meletakkan sebungkus rokok di tengah meja setelah ia sudah mengambil satu batang.
"Tau aja nih mulut gue lagi asem,"kata Kevin cengegesan. Kevin pun mengambil satu batang, begitupun Damar. Sementara Arkan sedang tidak berselera merokok atau pun meminum kopi seperti biasanya. Entah kenapa.
"Gue mau juga satu ya, Li?"ucap Bella yang sudah memegang bungkus rokok yang Ali beli.
"Terserah lo."balas Ali datar. Cowok itu membakar rokoknya lalu menghisapnya. Ia menyenderkan punggungnya di sandaran kursi. Pandangannya terus kosong, dan mulutnya terus mengeluarkan asap rokok.
"Lo ngerokok lagi? Bukannya gak boleh sama cewek itu, ya?" Damar memecahkan keheningan, namun ia menciptakan kembali keheningan itu karena pertanyaannya.
"Yang lo maksud cewek itu siapa? Prilly? Dia punya nama kali,"sahut Arkan ketus. Damar hanya membalas dengan mengedikkan bahunya.
Tiba-tiba Ali mematikan putung rokoknya di asbak, kemudian menyenderkan punggungnya lagi di sandaran kursi. Ucapan Damar tadi kembali mengingatnya pada sosok yang membuatnya murung seperti ini.
Ali memejamkan kedua matanya. Memijat pelipisnya dengan tangannya. Kepalanya terasa ingin pecah. Merokok; adalah hal yang mampu membuat Ali menjadi lebih rileks, namun mengingat wajah Prilly yang jengkel ketika ia merokok pun membuatnya tidak selera lagi untuk melakukannya.
Semalaman Ali tidak bisa tidur memikirkan ucapannya yang membuat Prilly menangis dan pergi. Ia sudah berkali-kali menyakiti cewek yang ia cintai itu. Kelabilan hatinya sangat merusaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy Is Mine
Teen FictionSosok playboy yang mempunyai sifat dingin, tidak pernah berprilaku manis terhadap perempuan, dan kini dia merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya dengan seorang perempuan mungil yang mempunyai sifat polos berbeda dengan perempuan lainnya.