BAB 28

10.2K 897 152
                                    

Prilly menunggu Ali di ruang musik seorang diri, sesuai janji Ali kemarin yang akan mengajarinya belajar gitar. Sambil menunggu, Prilly membuka ponselnya bermain games talking Angela.

Terkadang Prilly suka berfikir, hidupnya sama seperti kucing perempuan yang bernama Angela ini, hidupnya hanya seorang diri, tidak ada orang tua yang mendampingi. Kalau ditanya, sedih tidak? Jelas sedih. Jenuh? Sangat. Jenuh dan kesepian. Rasanya ingin sekali menuntut kasih sayang kedua orang tuanya, dan ingin sekali mengeluarkan segala unek-uneknya agar orang tuanya tersadar. Namun, Prilly tidak punya keberanian untuk itu.

Anggap lah Prilly ini perempuan lemah. Apa-apa tidak berani berontak, tidak berani mengatakan langsung, selalu saja lemah dan hobby sekali memendam.

"Kenapa melamun?"tanya Ali yang baru saja datang, menutup pintu ruang musik dan langsung duduk disamping Prilly. "Melamun ditempat sepi gak baik, nanti kamu kesambet loh."

"Hm--gapapa," Prilly tersenyum palsu. Ali memang sudah mengetahui tentang kehidupannya yang selalu berteman dengan kesepian, dan mempunyai orang tua yang selalu sibuk jarang memperhatikan.

"Pinter bohong sekarang," Ali mengacak rambut Prilly lalu tersenyum memberi ketenangan. "Cerita aja?"

"Mending kita langsung belajar main gitar aja, gimana?" Prilly mengalihkan pembicaraan, dia sedang tidak ingin bercerita sekarang. Lebih tepatnya, tidak suka bercerita.

Ali menatap Prilly lekat, sepertinya Prilly sedang memendam sesuatu. Kalau saja Ali memaksa Prilly untuk bercerita, pasti Prilly akan marah. "Yaudah yaudah. Kamu mau bawain lagu apa?"

"The overtunes-bicara,"jawab Prilly lalu memberikan Ali gitar yang ada di genggamannya. "Tau gak lagunya?"

"Tau. Aku juga suka lagunya." Entah kenapa perlahan Ali nyaman bicara seperti ini. Seperti layaknya orang berpacaran.

"Yaudah, yuk mulai?" Prilly sudah siap dengan ponsel di tangannya, dia sudah browsing lirik lagu beserta chord gitar lagu the overtunes-bicara.

Ali mulai menjelaskan kunci dasar gitar pada Prilly. Prilly mengamati dengan seksama, namun tetap saja Prilly tidak paham. Prilly menopangkan dagu di tangan kanannya, tadinya memperhatikan senar-senar gitar yang sedang Ali jelaskan satu persatu, tapi lama-lama perhatiannya beralih pada wajah Ali. Hatinya menghangat merasakan suasana yang sudah tidak begitu canggung lagi, dan tentu sangat berbeda dengan ketika Ali masih bersikap sangat dingin padanya.

Perubahannya hampir 100 persen, yang kurang hanya konsisten nya. Berjanji tidak terlalu dekat dengan Bella, tapi masih saja dekat. Itu lah kurangnya. Kalau dibahas, alasannya adalah lupa atau kasihan dengan Bella. Entahlah, Prilly berusaha memaklumi.

"Jadi, ngerti kan?"tanya Ali membuat lamunan Prilly membuyar. Ali melihat Prilly yang langsung memalingkan wajah ke arah lain ketika dia bertanya. Oh, jadi ternyata sejak tadi gadis itu tidak memperhatikan penjelasan darinya, malah memperhatikan wajahnya. "Ternyata muka aku lebih menarik dari pada gitar, ya?" Ali tertawa puas melihat Prilly yang salah tingkah.

"Kamu dari tadi perhatiin wajah aku bukan nya perhatiin gitar nya, iya?" Ali masih ingin meledek Prilly.

"Apa sih, ish!" Prilly mengembungkan pipinya, berharap pipinya yang memerah tidak terlihat.

"Blushing aja kali!" Ali tertawa.

"Ngeselin!"ketus Prilly. "Cepat ajarin, tadi gak ngerti."

"Lah, siapa suruh malah liatin aku?"tanya Ali masih dengan kekehan kecilnya.

"Enggak! Gak usah geer!"ucap Prilly kesal. Padahal, memang itu kenyataannya. Lagi pula hanya memperhatikan gitar sangat membosankan, lebih baik memperhatikan yang mengajarinya saja.

Playboy Is Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang