BAB 18

9.4K 856 71
                                    

Pandangan Ali sedari tadi menatap ponsel yang berada digenggamannya. Satu sudut bibirnya terangkat, tersenyum sinis, dia meruntuki kebodohannya karena sudah menunggu sebuah notif pesan dari Prilly, kekasihnya yang sedang marah, bahkan sudah kecewa dengannya. Mana mungkin gadis itu akan memberikan pesan untuknya?

Ali menunduk, menatap lantai kamarnya. Kejadian tadi disekolah masih memutar diotaknya, Prilly sudah melontarkan kata 'capek' yang membuat Ali merasa takut, entah takut kenapa. Gelisah, entah juga gelisah kenapa. Ali tidak bisa menyimpulkan apa yang dia rasakan ini, dia tidak mengerti.

Ketika sedang renggang, Rasya selalu saja datang mengikut campur. Itu membuat Ali jadi berpikir jika Rasya akan mengambil sesuatu miliknya, yaitu hati Prilly. Entahlah, otak Ali terasa ingin pecah memikirkan semua ini.

"Woiii, bengong aja lo!" Kaia tiba-tiba masuk kedalam kamar Ali yang pintunya memang terbuka. "Mikirin apa sih? Masih muda udah banyak pikiran!"

Ali mengangkat kepalanya, memutar kedua bola mata malas, dia langsung menjatuhkan tubuhnya dikasur. Malas meladeni siapapun hari ini.

"Yeeee malah tiduran!" Kaia duduk disamping Ali yang sedang berbaring. "Ada apa sih?"

"Kai, jangan berisik deh. Gue lagi gak mau diganggu."

"Ada masalah lo sama Prilly?"

Mendengar itu Ali menghela nafas berat, otaknya kembali penuh dengan bayangan wajah gadis itu. Ali memejamkan kedua matanya sejenak, menikmati bayangan itu. Biasanya, dia selalu menepis setiap kali bayangan itu muncul, tapi kali ini dia memilih untuk menikmati.

"Li, cerita sama gue. Gue bisa bantu kok."

"Lo gak akan bantu, pasti lo ceramah. Pusing gue." ketus Ali tanpa membuka kedua bola matanya.

"Dih, ngeselin lo! Seharusnya bersyukur punya kakak kayak gue!" Kaia kesal. Dia menarik tangan Ali dengan paksa. "Bangun lo. Cepat cerita."

Ali berdecak dan terpaksa bangun dari tidurnya. "Kai, lo ganggu tau gak!"ucapnya sangat lemas.

Kaia menoyor kepala Ali, kesal. "Gue gak ganggu, gue kan niat bantu!"

"Bantu apa? Gak ada yang bisa lo bantu."

"Lo cerita sekarang."

"Cerita apa sih?"

Demi apapun. Kaia ingin sekali mengutuk Ali! Tapi sayang, Ali adalah adik satu-satunya, tidak ada lagi selain dia.

"Cerita lo lagi kenapa sama Prilly!"

"Gue gapapa."

"Bohong lo!"

"Kalau gue cerita, lo gak akan bisa apa-apa, Kai." Ali menatap Kaia kesal. "Udah lo diam aja deh!"

"Bisa!" Kaia tetap keukeh. " Lo cerita sekarang. Lo lagi ada masalah sama Prilly, kan? Lo lagi renggang? Atau lo udah putus?" Kaia asal menebak.

"Enak aja lo!" Ali langsung menjawab cepat dan ketus. "Gue lagi renggang, belum putus!"

"Kenapa? Oke, gak usah lo kasih tau karena gue tau. Pasti, dia udah capek sama lo, kan?" Kaia tersenyum meledek. "Gue kalau jadi dia, udah gue putusin lo."

"Kan, gue bilang, lo itu gak akan bantuin gue! Lo cuma mau ngeledek gue dan ceramah panjang lebar kali tinggi!" Ali melempar bantal yang tergeletak di sebelahnya ke Kaia untuk mengusir. "Sana ah keluar dari kamar gue!"

"Aaaaaa, Bundaaaaa, Ali nakal!" Kaia berteriak merengek.

"Percuma lo teriak, Bunda lagi di rumah tetangga sebelah!" Ali merebahkan kembali tubuhnya. "Sana lo keluar. Gue mau istirahat."

Playboy Is Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang