PELANGGARAN

20 3 0
                                    

Lea baru saja memasuki apartmentnya, lalu melangkah mendekati tempat minum untuk menghilangkan dahaganya.

Pukul 2 dini hari.

Dirinya tadi habis mengantarkan kedua kawan dakjalnya untuk minum-minum, sudah dikatakan kedua orang itu tidak bisa minum alkohol, dan akhirnya Lea harus mengurus kawannya itu seorang diri.

Lea mematung saat merasakan ada sebuah tangan dibahunya, tanpa pikir panjang dirinya langsung melawan. Meraih tangan itu tanpa melihat siapa itu, dan langsung membantingnya dilantai.

"Arkan."

Lea yang melihat lelaki itu tergeletak mengenaskan, langsung mencoba untuk membantunya.

"Encok pinggang gue."

"Haduh, lo sih ga bilang-bilang. Gue kirain siapa."

"Sorry, gue nakutin lo ya?"

Lea membantu Arkan bangkit, "Iyalah."

Lalu memapahnya kekursi didekat televisi.

"Lo lama banget sih baliknya, gue capek nungguin."

Lea memandang Arkan yang duduk dihadapannya, dirinya kini berdiri dihadapan Arkan, setelah membantu lelaki itu duduk.

"Ada perlu apa lagi?"

"Kok lo jawabnya begitu sih."

"Terus gue musti jawab apa?"

"Yaapa gitukan, betewe lo masih harus nurutin kata-kata gue yaa, kan belum putus kontrak."

Lea memutar matanya, dia sebenarnya paling tak suka berdekatan dengan lelaki yang berstatus pacar orang, mana bisa dia yang wow ini menjadi pelakor, kalo dipelakorin dulunya sering, tapi itu lakinya yang mau.

"Iya, terus kapan putus kontraknya?"

"Hmm kapan ya."

"Kapan-kapan gue mau deh." jawab Arkan sembari menampilkan senyuman khasnya.

Lea kali ini tidak akan terperangkap senyuman itu, ingat, Arkan kekasih orang lain.

"Lo mau nginep disini?"

"Ya lo pikir bonyok gue masih bangun jam segini?"

"Basecamp masih open jam segini." jawab Lea membuat Arkan menandanginya.

"Lo ngusir gue?"

Terjadi keheningan sebentar.

"Ngga,cuma ngasi tau."

Arkan memandang Lea lekat, ada yang berubah dari gadis ini.

"Lo warnain?"

Lea menghembuskan nafasnya kasar, "Mata lo tuh burik. Mao mati apa gue ngecat rambut."

"Tapi beneran deh, rambut lo berwarna."

Lea langsung menyisir rambutnya dengan jari, dan menemukan sambungan rambut Mita menempel dirambutnya.

"Rambut lo rontok." Arkan bangkit dari duduknya sembari menutup bibirnya dengan kedua telapak tangan.

Lea yang kesal langsung menoyor kening lelaki itu, "Ini sambungan rambut Mita, nempel dirambut gue."

"Lo minum?"

Arkan mencium bau alkohol saat dirinya tadi berdiri sejajar dengan Lea.

"Kok lo repot?"

"Bukan repot, gue nanya."

"Hmm."

Lea menjawab lalu hendak berbalik untuk menuju kekamarnya.

"Sama siapa?" Arkan bertanya sembari tangannya menahan lengan Lea yang hendak pergi meninggalkannya.

"Mita, Selyn."

"Oh." Arkan langsung melepaskan tangannya dari lengan Lea dan menyalakan televisi.

Lea merasakan sesuatu yang hilang saat lengannya dilepaskan begitu saja oleh Arkan, apa lelaki itu benar-benar tidak memiliki perasan padanya?

Ah bodoh, lelaki itukan sudah memiliki kekasih.

Lea memajamkan matanya, lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar.

***

"Perjanjian pertama, lo gaboleh lagi ke club, apapun yang terjadi, dan lo gaboleh minum."

Arkan mengingat apa yang dikatakannya di cafe, memberikan syarat untuk Lea, dan gadis itu baru saja melanggarnya.

Arkan melepaskan genggaman ditangan Lea.

"Oh." dia hanya mampu membalas itu dan mencari pelampiasan ke televisi.

Gadis itu melangkah meninggalkannya seorang diri diruang tengah ini.

Arkan melupakan niatannya datang ke apartment Lea ini, dia kini malah mengingat kesalahan Lea, yang bahkan bukan siapa-siapa lelaki itu. Terkadang banyak orang yang tidak bisa luput melihat kesalahan orang lain, dan melupakan kesalahannya sendiri.

ARIELLEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang