KEBENARAN

18 2 0
                                    

"Bertahanlah dengan dia yang tau 1001 keburukanmu, namun masih berdiri tegak disampingmu."

***

"Lo kok bisa dikenal Virgo?"

Pertanyaan itu membuat Lea sedikit menaikkan pandangannya dari makanan dihadapannya.

"I told you, he was with his friend that night."

Perkataan itu membuat Selyn dan Mita temenung.

"Maafin gue, gue gatau kalo itu Virgo."

"Gapapa, gue juga gatau nama dia siapa."

Selyn mendekatkan diri lalu memeluk Lea dari samping, "Maaf banget, gua gapeka sama sekitar gue. Ada lagi temennya yang nemenin dia malem itu?"

Lea terdiam cukup lama, "Zero."

Mita kini tak habis pikir dengan Lea, "Zero? Dan lo berada disekitar dia selama ini? Ga gila lo?"

"Selama ada Arkan disamping gue, gue ngerasa semua bakal baik-baik aja."

Tepat saat Lea menyelesaikan perkataannya, suara bantingan pintu terdengar, membuat Lea, Mita dan juga Selyn menoleh kearah pintu, namun tak menemukan siapapun.

"Lo bagi fingerprint pintu lo kesiapa aja?" tanya Selyn, pasalnya pintu Lea tak berbunyi saat terbuka, apabila menggunakan fingerprint.

"Ark—" Lea membelalakkan matanya.

"Zero mampus sih." gumam Selyn langsung membuat ketiganya menyadari hal tersebut.

***

"Ada lagi temennya yang nemenin dia malem itu?"

Arkan menghentikan langkahnya, untuk masuk lebih dalam.

"Zero." Satu nama yang membuat Arkan menegang ditempatnya.

"Bajingan." umpat Arkan lalu berbalik membanting pintu apartement Lea.

***

"Zero mana?" tanya Arkan yang baru saja sampai dibasecamp.

"Didale—"

Bugh

Belum selesai perkataan salah satu kawannya, Zero sudah memunculkan diri dan langsung terkena pukulan Arkan.

"Bisa-bisanya lo ngikut andil dalam trauma Lea, dan ga ngaku."

Bugh

Tak ada perlawanan dari Zero.

"Ar udah." Bimo mencoba melerai mereka.

"Biadab lo, anj—"

Arkan melampiaskan kekesalannya, dengan memukul Zero tanpa henti, yang terkadang karena tidak tega, dirinya malah memukul ubin yang menyebabkan tangannya terluka.

"Arkan stop!" teriakkan Raka membuat pukulan Arkan terhenti diudara.

Lelaki itu terduduk sembari menyandarkan badannya didinding, dengan telapak tangan menutupi wajahnya.

"Gue minta maaf. Gue gatau kalo cewe yang lo maksud waktu itu Lea."

"Gue ga perduli Ze, dia cewe yang gue maksud apa engga, gue cuma ga habis pikir lo bisa ngelakuin hal itu ke cewe."

Yang lain masih tak mengerti titik permasalahan Arkan dengan Zero.

"Gue drugs Ar, lo tau hal itu. Lo tau masa lalu gue kaya gimana sampe akhirnya gue bisa bebas sama barang itu."

"Lo nyekap orang buat dijadiin kurir barang lo, lo aniaya dia dan bilangnya 'gue denger dia hampir diperkosa.' Halusinasi lo masih ada Ze."

Raka yang sudah mengetahui masalah Arkan dan Zero terduduk didekat kedua lelaki yang saling berhadapan ini.

"Ini masalah Lea?"

"Gue minta maaf Ar, gue tau gue salah waktu itu." Zero menangis dihadapan Arkan.

Saat itu dirinya duduk dipenghujung kelas dua SMA, dan Lea baru selesai ujian Nasional. Dirinya kala itu tidak bisa menyaring pertemanan, membuatnya terjerumus kedalam pergaulan bebas dan narkoba.

Melihat Lea yang kala itu selalu menuruti perkataan Reymon, membuat Reymon kala itu selalu menyuruh Lea mengambil setiap narkotika yang dipesan Reymon dan beberapa temannya.

Sampai suatu hari Reymon benar-benar kehabisan nalarnya, dia tak memberikan Lea akses keluar dari tempat mereka menggunakan narkotika itu, sampai Lea hampir tidak bisa masuk SMA.

Lea selalu menuruti perkataan Reymon dan teman-temannya, memasak untuk mereka, membersihkan barang bukti agar aman, hingga Lea pernah menggunakan barang itu, membuatnya di D.O dari sekolah pertama, dan mendapatkan rehabilitasi selama kurang lebih tiga bulan.

Hal ini juga yang membuat Ayah Lea kala itu memperketat penjagaan akan Lea.

Semua itu Arkan ketahui sendiri, namun tak tau apabila salah satu teman Reymon kala itu adalah Zero.

ARIELLEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang