NASI PADANG 1

30 2 0
                                    

"Lo dimana?"

Lea memejamkan matanya, lalu melihat jam dinding dikamarnya.

"Ini masih pagi buta Kan."

"Gue laper, lo cariin gue makan. Gue lagi di basecamp."

Belum sempat Lea menjawab, Arkan sudah mematikan sambungan telfon tersebut.

Pukul 2 dini hari, dan Arkan menghubunginya hanya untuk mencari makan. Sepertinya lelaki itu sudah hampir tidak waras.

Semenjak kejadian pengantaran pematik api itu, Arkan sudah tak terlalu menyuruhnya mencari hal kecil, namun kini, lelaki itu seperti kambuh kembali.

Lea meraih ikat rambut disebelah mejanya, mencepol asal rambutnya, meraih sweater dan kunci mobil yang berdekatan.

***

Mobil Lea terhenti disebuah outlet nasi padang yang buka 24 jam.

"Ibu, nasi padangnya satu gapake sayur sama gapedes ya. Pakein rendang sama gulai ayam aja." ucap Lea lalu diangguki oleh Ibu yang dimaksudnya tadi.

"Neng ngga dingin emang seginian keluar gapake celana?"

Perkataan itu membuat Lea menaikkan pandangannya, lalu menurunkan pandangan untuk melihat pakaian yang dikenakannya.

Ah, dirinya lupa mengganti bawahan piyamanya. Lea hari ini mengenakan piyama berlengan pendek yang bawahannya juga pendek, itu mengapa dirinya meraih sweater oversize yang membuatnya terlihat tak mengenakan celana.

"Kelupaan ganti celana tadi Bu, ini pake kok, tapi pendek." jawab Lea sedikit merunduk malu.

"Ibu gatau, hehe. ini nasinya satu aja ya?"

"Iya Bu, satu aja, berapa?"

"Tiga puluh lima ribu, neng."

Lea merogoh saku piyamanya, dan menemukan uang dua puluh ribu, lalu mengingat dirinya tidak membawa ponsel.

"Saya boleh pinjem handphone bentar ga Bu? Mau hubungin teman saya."

"Oh boleh boleh, ini neng."

"Makasi Bu."

Lea meraih ponsel yang diserahkan Ibu itu, lalu mengetikkan nomor Arkan.

Panggilan kelima, dan Arkan sama sekali tidak menjawab panggilan itu.

"Ini duit saya kurang lima belas ribu Bu, saya lupa bawa handphone. Apa boleh saya ninggalin kunci mobil saya, sebagai jaminannya?"

Ibu itu jelas terkejut, mana bisa jaminan sebesar itu.

"Gapapa neng, nanti balik aja. Nanti kalo nengnya taruh mobil disini, terus neng pulang pakai apa."

Lea berpikir sejenak, rumah yang biasa dijadikan basecamp oleh Arkan, hanya beberapa meter dari sini, sekitar 10 menit menggunakan kendaraan bermotor.

"Gapapa Bu, ini rumah teman saya dekat. Saya gaenak karena lupa bawa uang."

"Gapapa neng, saya percaya sama nengnya pasti bakal balik."

Lea tak bisa seperti ini, lalu gadis itu memberikan kunci mobil beserta ponsel Ibu tersebut.

"Setengah jam lagi saya balik." ucap Lea lalu melangkah keluar dari warung nasi padang ini.

"Astagfirullah, orang kaya jaman sekarang."

***

"Ar, tadi ada nomor ga dikenal nelfon lo, lima kali." ucap Bimo yang baru saja keluar dari kamar yang biasa dijadikan tempat menaruh barang.

"Hmm." Arkan menjawab sembari terus memperhatikan layar televisi yang menampilkan permainan gamenya bersama Zero.

"Lea ada nelfon ga?" tanya Arkan saat melihat jam yang tak jauh dari televisi.

"Gaada, cuma nomor yang gadikenal aja."

Arkan melepas stick psnya, dan melangkah menuju ruangan itu untuk meraih ponselnya.

Sudah dikatakan diawal bukan? Ponsel merupakan barang sakral Arkan yang tak boleh disentuh siapapun, tanpa kehendaknya.

"Hallo?"

"Ini temennya neng mobil bmw ya?"

Arkan mengernyitkan dahinya, "Ini dengan siapa ya?"

"Ah, ini Ibu nasi padang. Tadi neng bmw ga bawa handphone terus minjem handphone Ibu."

Lea.

Satu nama yang langsung muncul dibenaknya.

"Temen saya dimana Bu?"

"Si eneng tadi bawa uangnya kurang, terus ngasi mobilnya ke Ibu, katanya kerumah temen yang deket sini, si eneng udah sampe belum ya?"

"Dia jalan kaki Bu?"

"Iya, Ibu takutnya ngga nyampe rumah entar si enengnya, banyak pereman disekitar sini."

Arkan tak bergeming, lalu mengingat didekat sini ada tempat makan, kemungkinan Lea berada tak jauh dari basecampnya.

"Iya Bu, makasi ya informasinya, ini saya nyari temen saya."

ARIELLEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang