SELESAI

16 3 0
                                    

Pagi buta Lea telah bangun dari tidurnya, dengan keadaan badan masih lelah, dia mengingat jika Arkan menginap diapartmentnya.

Lea melangkah keluar dari kamar, melihat sofa didepan televisi itu kosong, lalu membuka pintu disebelah kamarnya.

Disana ada Arkan sedang tertidur, tanpa atasan, hal yang cukup sering dilihat Lea saat Arkan menginap.

Dirinya langsung menutup perlahan pintu itu, dan melangkah menuju dapur, dia teringat saat pertama terbangun, Arkan akan mencari makanan, untuk sarapan.

Entah mengapa perintah dan suruhan Arkan kini menjadi kebiasaan dan kewajibannya, dia merasa hanya itu yang dapat dilakukannya untuk dekat dengan lelaki itu, selebihnya tak ada yang bisa dilakukannya.

Lea sudah selesai dengan masakannya, dia menyajikannya dipiring untuk Arkan.

Suara pintu terbuka membuat Lea menaikkan pandangannya.

"Mau kemana?" Lea menanyai lelaki yang keluar dengan pakaian lengkap dan rapih itu.

"Balik." jawaban Arkan tedengar sangat dingin untuk Lea.

"Ini gue buatin sarapan, dimakan dulu, baru balik."

"Gue gaada nyuruh lo buat bikinin gue sarapan."

"Yatapikan biasanya gini."

"Gue tau kalo lo pengen lepas dari suruhan gue kan?"

Lea terdiam sejenak, "Ha?"

"Mulai hari ini, gue anggap semua hutang lo udah lunas ke gue, lo dan gue udah gapunya hubungan apapun."

Seharusnya Lea senang bukan?

Tapi hatinya tidak, dirinya menolak untuk berbahagia atas apa yang baru saja dikatakan Arkan.

"Kenapa?"

"Lo pikir aja sendiri."

Arkan langsung pergi keluar dari apartment Lea, menyisakan gadis itu seorang diri, ah tak lupa dengan sarapan yang dibuatkannya untuk Arkan.

Lea menghembuskan nafasnya berat, dan seiring hembusan nafas itu, air matanya keluar tanpa diaba-aba.

Tidak akan ada orang yang menerima masalalunya, pikir Lea sudah sangat buruk.

Lea memejamkan matanya, lalu membuang semua barang yang ada diatas pantri, dia menjatuhkan beberapa piring yang langsung mengenai kakinya.

Lea merosot dan terduduk dibawah pantri dengan dirinya bersandar dialmari pantri.

Lea tak merasakan apapun, padahal badannya sudah dipenuhi beberapa luka yang mengeluarkan darah cukup banyak dipagi ini.

Ingin rasanya Lea bunuh diri, tak akan ada orang yang sanggup memaafkan masa lalunya.

***

Arkan bangun dari tidurnya saat mendengar notifikasi dari ponsel dinakas samping kasur.

"Ganggu banget sih."

Arkan terdiam saat melihat foto yang baru saja dikirimkan Bimo padanya.

Di foto pertama, ada Lea, Selyn, Mita dan dua orang laki-laki yang tak terlalu terlihat mukanya.

Difoto kedua, ada Lea yang terlihat tertawa dengan bahagia disamping lelaki yang merangkulnya, itu yang terlihat dari foto.

"Anj—" Arkan langsung bangkit dari tidurnya, meraih baju dan barang-barangnya, berniat pergi meninggalkan apartment ini sebelum melihat Lea.

Dan sialnya, gadis itu bangun lebih dulu darinya, dan tengah berada didapur.

"Mau kemana?"

Arkan tak bisa melihat Lea disaat emosinya tengah memuncak seperti ini, tak ada hal baik yang akan terlintas dipikirannya.

"Balik." semoga saja Lea tak menyadari nada dingin yang dikeluarkannya.

Gadis itu menawarinya makan, "Gue gaada nyuruh lo buat bikinin gue sarapan."

Sial, mengapa harus mengatakan hal itu.

"Yatapikan biasanya gini." gadis itu menjawab seadanya, membuat Arkan semakin memanas.

Tak bisakah gadis itu mengatakan hal baik?

Seperti, "Gue udah masakin lo khusus, yakali lo gamau makan."

"Gue tau kalo pengen lepas dari suruhan gue kan?" sial, kembali mengatakan hal seperti ini.

"Ha?"

"Mulai hari ini, gue anggap semua hutang lo udah lunas ke gue, lo dan gue udah gapunya hubungan apapun."

"Kenapa?"

"Bilang gamau." Arkan berkata dalam hatinya.

"Lo pikir aja sendiri."

Mulut sialan, batin Arkan meronta-ronta, namun egonya terlalu tinggi.

ARIELLEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang