Jika suka tinggalkan jejak, jika tidak silahkan beranjak.
04.57 PM, di ruang televisi rumah Javier.
Lagi lagi Exie menghabiskan waktunya di rumah Javier dengan kegabutan yang menemani.
"Jev, pisang warnanya apa?" Tanya Exie saat Javier duduk di sebelahnya dengan tangan kanan membawa satu mangkuk mie kuah.
"Aduh susah bat pertanyaannya, bentar gue pikirin dulu," jawabnya meremehkan sambil menyalakan TV lalu mencari channel favorit Javier dan Exie, yaitu HBO.
"Halah sok mikir segala, emang punya pikiran lu?" Cerocos Exie. "seriusan ni, pisang warnanya apa?" Sambungnya menanyakan sekali lagi.
Javier memutar bola matanya malas kearah Exie yang dianggapnya sudah gila itu, "lo kobam? Dari dulu juga pisang tu warna kuning."
Exie terdiam memikirkan jawaban Javier, sedangkan Javier yang sedang menikmati mie dan filmnya dibuat bingung oleh Exie yang tiba-tiba diam layaknya profesor sedang memecahkan penelitian tentang penyebab Upin Ipin yang tak kunjung besar. Dengan terpaksa Javier meletakkan mangkuk mie itu dan memastikan Exie sedang tidak dalam keadaan mabuk.
"Gue suka bingung ama isi otak lo yang hampir sama gilanya kek Albus Dumbledore. Coba kasih tau gue pikiran apa yang ada di otak gila lo itu?" Tanya Javier menatap Exie serius.
Exie memutar bola matanya mendengar Javier yang mulai ngaco, "enak aja lu ngatain Dumbledore gila, dia itu jenius kek gua. Gua cuma lagi mikir kalo pendapat lu salah," jawabnya terus terang.
"Hah? Pendapat apa?"
"Warna pisang"
"Gue yakin 100% kalo pisang disudut dunia manapun juga warnanya kuning, ga beda jauh ama pisang di sini," kekeuh Javier.
"Kagak, bentar deh tunggu," Exie berjalan menuju kulkas dan balik lagi dengan membawa pisang yang sudah dikupas kulitnya, "ini putih."
"Ya berarti gue jawab sebelum pisang itu dibuka kulitnya," ujar Javier tetap membela diri.
"Tapi gua ga tanya tentang kulitnya yang kuning. Yang gua tanyain pisang itu sendiri."
"Pisang tu ga bisa berubah warna kek bunglon, dan dari dulu juga warna pisang ya gitu gitu aja kuning," Javier memulai perdebatan lagi, "ini teori yang sah," sambungnya.
"So, tentang konspirasi teori pisang lu itu gua jadi heran kenapa banyak orang ngira pisang itu kuning padahal warnanya putih?"
Javier menyunggingkan senyumnya, dia mulai menyukai perdebatan tidak berfaedah ini, "nah lo harusnya tanya warna bagian dalem pisang."
"Tapi emang gua ga tanya bagian dalemnya, gua cuma tanya pisang itu sendiri. Luar itu kulit pisang, dan kaga ada yang makan kulitnya. Jadi ga ada alesan untuk nganggep yang gua maksud tu kulit pisang."
"Gajah makan sama kulitnya," balas Javier tidak mau kalah.
Lagi lagi Exie memutar bola matanya malas, "ya mungkin kalo gua tanya apa warna pisang ke gajah, dia bakal jawab kuning. Tapi ampe sekarang gua cuma tanya ke manusia."
Javier terdiam mendengar jawaban Exie, jadi Exie pikir percakapan itu sudah selesai dan Exie memilih untuk membuka Instagram. Tetapi dia salah, Javier masih memikirkan tentang warna pisang itu.
"Sebenernya Ex, warna pisang kaga pure putih. Tapi putih kekuningan ga si?" Exie melongo karena ternyata sahabatnya sudah gila hanya karena warna pisang.
"Yea, tadi gua dah bilang," jawab Exie yang sedang fokus stalk akun Instagram milik Zach.
"Kapan lo bilang gitu? Kaga ada," bantah Javier.
"Gua cuma bilang putih biar ga ribet."
Wajah Javier berubah menjadi antusias, "berarti bener dong gue kalo pisang itu kuning?"
Exie menghela nafas menghadapi Javier yang sangat berantusias membahas warna pisang lagi, "gak la! Tadi lu sendiri yang bilang kalo pisang itu putih kekuningan wleee," jawab Exie sambil menjulurkan lidahnya.
"Tapi itu sama aja kuning," lagi-lagi Javier tidak ingin kalah.
"Ga. Kalo lu bilang kuning, cuma kuning artinya bukan putih kekuningan atau apapun itu. Lagian kalo lu bilang kuning gua tau yang lu pikirin tu rona kuning yang ada di pisang belom dikupas kan?"
"Pertama, yang lo bilang itu gak valid karena lo bilang 'rona kuning'. Apaan coba rona kuning? Kedua, yang gue bilang kuning itu warna pisang. Lo ga ngerti apa yang gue pikirin."
Diantara mereka berdua tidak ada yang berniat mengakhiri perdebatan ini, sampai belasan panggilan tak terjawab dari pacar Javier pun tidak bisa mengalihkan perhatian mereka berdua.
"Lu mikir warna putih kekuningan itu aneh, makannya lu bilang gitu. Karena pisang ga bener bener kuning tua. Dan gua tau apa yang lu pikirin, lu mikir kalo ini susah dipahamin," jawab Exie penuh kemenangan kali ini karena Javier hanya menjulurkan lidahnya tanpa membalas ucapan Exie.
"Terus warna semangka apa?" Tanya Javier lagi yang belum puas.
"Secara teknis, semangka itu bagian yang dimakan. Jadi logikanya semangka itu warna merah," jawab Exie santai.
"Tapi semangka ga punya kulit kek pisang, ada orang yang makan kulit semangka, tapi semangka yang belom dipotong secara visual warna-" ucapan Javier terpotong oleh teteh Iyah-pembantu dirumah Javier yang tampak terganggu dengan perdebatan mereka berdua yang tak kunjung selesai.
"Aya naon ieu gelut wae?" Tanya teteh Iyah dengan logat Sundanya yang kental.
"Aih teteh mah hayang apal we," ledek Exie.
"Teh Iyah, semangka warnanya apa?" Tanya Javier yang mendadak merubah logat bicaranya.
"Semangka mah merah sama hijau atuh. Masa kitu wae teu nyaho? Tos ah tong jeung garelut deui nya. Teteh hayang ka dapur heula, (Semangka mah merah sama hijau. Misa gitu aja ga tau? Dah ah jangan ribut lagi ya. Saya mau ke dapur dulu)," pesan teh Iyah lalu meninggalkan mereka berdua yang saling menjulurkan lidah layaknya anak kecil sedang bertengkar karena berebut mainan.
Javier yang baru membuka handphone, langsung menepuk jidat ketika melihat puluhan spam chat dan belasan misscall dari pacarnya.
"Weh Ex cewek gue. Gimana ini?" adu Javier memelas seraya menunjukkan notifikasinya. Dengan kecepatan kilat Exie merebut handphone itu dan menelfon pacar Javier.
"Yang kamu kemana aja sii! Aku telfon ga diangkat! WhatsApp ga dibaca! SMS ga bales! Kamu lagi sama siapa? Dimana ha? Udah lupa ngabarin aku? Atau aku udah ga pen-" cerocos pacar Javier dari sebrang sana yang memekakkan telinga siapapun yang mendengarnya.
Sebelum memotong ucapan wanita cerewet itu, Exie mengubah suaranya menjadi seperti 10 tahun lebih tua dan menggunakan bahasa yang lebih formal tentunya, "kamu nak Veela yang kemarin Javier ceritakan kepada saya bukan? Kalau tidak salah kamu menyatakan cinta ke anak saya didepan kelasnya menggunakan toa, benar?" Exie mati-matian menahan gelak tawanya sampai wajahnya memerah. Javier juga tertawa jahil seolah yang sedang dikerjai bukanlah pacarnya.
"Eh i-iya tan-te saya Veela," jawabnya terbata-bata yang membuat tawa Exie pecah dan menyerahkan ponselnya kepada Javier.
"Vee, maaf ya kita putus. Nyokap gue ga suka sifat lo." dan telfon dimatikan sepihak oleh Javier yang disusul gelak tawa mereka berdua sampai tangan Javier tidak sengaja menyambar mangkuk mienya dan membuat mangkuk itu pecah.
Teh Iyah yang mendengar pecahan beling, berlari kearah Javier dan Exie dengan muka paniknya, "astaghfirullah, naha bisi kieu?" Tanyanya sambil memandang Javier dan Exie yang tampak menundukkan muka merahnya. Karena merasa bersalah, Javier dan Exie membersihkan serpihan beling itu karena sudah dari kecil mereka dididik untuk bertanggung jawab atas kesalahannya sendiri, kepada siapapun tanpa pengecualian.
***
See ya next part!

KAMU SEDANG MEMBACA
Exie Giovanka
Fiksi RemajaIni cerita tentang gua Exie Giovanka, jadi suka suka gua dong mau bikin deskripsi kek apa. Menurut gua, teenfiction sekarang tuh mulai kea ftv gitu. Garis besarnya gampang ditebak, 2 cowok most wanted rebutan 1 cewek yang biasa aja terus salah satu...