•EG 13

35 13 4
                                    

Enjoy-!

"Tembak tembak tembak!" Teriakan itu terus bermunculan dari seluruh siswa kelas 10 IPA 4 saat melihat Exie dan Zach yang sedang mengobrol diambang pintu kelas.

Tanpa ba-bi-bu, Zach berlari untuk menyeret kursi guru lalu menaruhnya tepat ditengah kelas dan menaikinya seolah akan memproklamasikan sesuatu yang sangat penting. Secara otomatis Zach langsung dikelilingi teman sekelasnya yang memasang tatapan heran, "gini ya fans gua, terutama lo pada yang cewek," ucap Zach dengan lantang dan menunjuk para wanita yang masih mengelilingi Zach, "jangan kecewa apalagi patah hati ya, soalnya mahal kalo gua bayarin operasi bocah sekelas. Gua udah jadian sama Exie."

Mendengar omongan bodoh Zach, Exie langsung membelalakkan matanya dan pergi meninggalkan kelas dengan perasaan yang bercampur aduk; malu, marah, dan entah lah perasaan apapun itu tidak bisa dijelaskan.

Dug!

"Aw," rintih lelaki yang pundaknya bertabrakan dengan pundak milik Exie.

"Dih," cibir Exie sambil lanjut berjalan meninggalkan tetangga kelasnya yang wajahnya sudah tidak asing bagi Exie.

Exie melanjutkan langkahnya dengan tetap menunduk karena malas melihat semua orang yang mempunyai wajah. Ya dia tahu bahwa semua orang memiliki wajah, artinya Exie sedang malas dengan semua orang. Entah apa penyebabnya.

Karena kecerobohannya, lagi-lagi Exie menabrak seseorang. Tapi kali ini tubuh Exie menabrak dada bidang milik seorang lelaki yang sangat dia kenal dari aroma parfumnya. Ketika mendongakkan wajahnya, benar saja tebakan Exie. Dada bidang itu milik Javier, satu-satunya sahabat Exie yang selalu menggunakan parfum aroma vanilla sejak kecil.

"Ngapain nunduk mulu? Nyari receh? Ni gue kasih dollar," ucap Javier sambil mundur beberapa langkah untuk menjauhkan dada bidangnya dari dada rata milik Exie.

"Elu ngapain kesini anjir," tanya Exie mengabaikan ejekan Javier.

"Daripada lu banyak tanya dan useless, mending kasih tau gue dimana kelasnya Riddle," perintah Javier.

Tanpa menjawab perkataan Javier, Exie berbalik dan berhenti dilangkah ketiganya ketika menyadari bahwa Javier hanya diam ditempat, "jadi ke kelas Riddle kagak? Atau lu mau tetep didepan kantin gini kek bocah nyasar? Dah seragam beda, kaga pake jaket lagi lu. Ck dasar bodoh."

"Ye sial-" ucapan Javier terhenti saat seorang guru wanita menegurnya dan menanyakan tentang seragamnya yang jauh berbeda dari seluruh siswa yang berada disini.

"Loh kok kamu pakai seragam SMA Aligonz? Kamu pinjam milik saudara? Atau memang kamu bukan siswa sini? Atau kamu salah masuk bangunan? SMA Aligonz itu dari sini keselatan 500 meter lagi nak bukan disin-" cerocos guru tua itu.

"I-iya bu, saya siswa Aligonz. Saya kesini mencari Riddle," ucapnya memotong omongan guru bawel itu.

"Gitu," jawab si guru dengan nada bicara yang persis seperti Syahrini.

Setelah berjalan tidak sampai 2 menit, Exie dan Javier sampai didepan kelas 10 IPA 3.

"Bentar, gua panggil Riddle dulu," Exie memasuki kelas itu dan keluar bersama lelaki yang tadi bertabrakan pundak dengannya.

"Kenapa?" Tanya Wiglaf pada Javier dan Exie yang tampak asing dimatanya.

"Ini mah bukan Riddle yang gue maksud anjir," ucap Javier kepada Exie.

"Elu Riddle pan?" Tanya Exie kepada lelaki itu dan dibalas anggukan.

"Wiglaf Lazarus Riddle," jawab Wiglaf.

"Gue nyari abangnya bukan dia."

"Aelah sama-sama Riddle ge ribet," ucap Exie ringan, "Abang lu kelas mana emang?" Lanjutnya bertanya pada Wiglaf.

"12 IPS 2."

Tanpa mengucapkan terimakasih, Exie berjalan mendahului Javier menuju 12 IPS 2.

"Kaga ada sopan-sopannya lo," gumam Javier saat berjalan disamping Exie dan diiringi tatapan kehausan dari setiap perempuan yang dilewatinya.

"Lagian SOK COOL gitu," ucap Exie menekan kata 'sok cool' sambil terus menuruni tangga.

"12 IPS 2, panggil sendiri ah. Gua tunggu disini."

Tidak lama setelah Javier masuk kelas, dia keluar bersama seseorang yang tingginya sepantaran dengan Javier, dan wajahnya serupa dengan Wiglaf, yang membuatnya berbeda dari Wiglaf adalah warna kulit Riddle sedikit lebih gelap dan Riddle jauh lebih tinggi dari adiknya.

"Gue masih ada kelas, lu sama yang lain nunggu atau gimana?" Tanya Riddle yang belum sadar ada Exie disebelah Javier.

"Tar gue ama yang laen tunggu didepan, kalo lo dah seles-" ucapan Javier terpotong oleh keributan yang ditimbulkan segerombol lelaki yang sedang asik bercanda sambil berjalan mendekat kearah Riddle.

Jika kalian lupa, cowok yang paling putih diantara mereka itu pernah berkata, "Woi yang paling tinggi, rambutnya lurus! Katanya Devan suka lo!" Atau lebih tepatnya berteriak kepada Exie, Eliza, dan Floy saat mereka berjalan melewati kelas 12 IPS 2 untuk pergi ke kantin.

"Van Exie Van!"

"Maju buruan!"

"Cepet!" Kelima cowok yang tingginya berbeda mendorong seseorang yang bisa ditebak bahwa itu adalah Devan.

Devan berusaha keras untuk membalikkan badannya dan mendelik kearah tema-temannya yang terkikik. Sedangkan Riddle, Javier, dan Exie hanya terdiam melihat kelakuan absurd enam lelaki itu.

"E-eh minggir, gua mau masuk," ucap Devan setengah gugup saat berhadapan dengan Exie yang berdiri tepat didepan pintu kelas.

Jika biasanya Exie akan mencibir, kali ini dia hanya diam menuruti perkataan itu. Exie kagum dengan wajah manis Devan dan kedua lesung pipinya yang terlihat saat bicara tadi.

"Woi!" Teriak Javier tepat disebelah telinga Exie, "awas keluar tu mata liatin Devan mulu."

Teman Devan yang masih berada didepan kelas pun tertawa saat melihat Exie dan Devan yang sama salah tingkahnya saat berhadapan tadi.

Selama ini Exie mengira bahwa sosok yang bernama Devan adalah lelaki bertubuh pendek dan berkulit coklat yang berada didepannya saat ini. Nate, tulisan itu terpampang di name tag kakak kelas yang selama ini Exie kira sebagai Devan.

"Kalo futsalnya di lapangan sekolah gue aja gimana? Jadi lu ga usah bolak balik," Tanya Riddle kembali pada topik awal bicara dengan Javier.

'sekolah gue, pala lu kubus. Sekolah punya pemerintah gini,' cibir Exie dalam hati.

"Yaya tapi, yang kalah ada hukumannya," jawab Javier dengan senyum liciknya.

Dahi Riddle mengerut seolah menanyakan apa hukuman yang dimaksud Javier, "yang kalah-" Javier menggantungkan kalimatnya membuat Exie geram karena terlalu lama menunggu.

"Buruan napa si!" Kesal Exie memukul lengan Javier dengan cukup keras.

"Iye bentar kek. Hukumannya maen petak umpet di rumah kosong. Kalo tim gue kalah, elo pada jadi tikus. Tapi kalo tim lo kalah, kalian jadi kucing. Gimana?" Tanyanya menaik turunkan alis.

"Err-," gumam Riddle berpikir.

***
Jika suka tinggalkan jejak, jika tidak silahkan beranjak.

Exie GiovankaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang