Belum berhasil menetralkan detak jantungnya, Javier sudah kembali berdiri dan menatap dirinya tanpa ekspresi untuk kedua kalinya. Lalu Javier pergi begitu saja menghampiri Mostafa dan Exie tanpa mengatakan sepatah katapun pada Eliza.
"what the ff-." Ia masih tak percaya. Seorang Javier yang baru saja bersikap lembut, dengan sangat tiba-tiba meninggalkannya tanpa basa-basi seolah mereka tak pernah kenal sebelumnya.
Saat Javier baru saja duduk, Mostafa justru berdiri membuat Exie dan Javier menengadahkan wajahnya seolah bertanya mengapa ia berdiri.
"Gua mo beli kopi ni, nitip?" Pertanyaannya hanya dibalas gelengan oleh Exie maupun Javier, kemudian Mostafa mengangkat kedua bahunya acuh dan langsung melesat hilang dari pandangan.
"Ex, dingin?" Tanya Javier.
"Dingin bener ya," samber Eliza yang baru datang dan langsung duduk disebelah kiri Javier sambil memeluk dirinya sendiri.
Tanpa diperintah, Javier melepas jaket dan memakaikannya pada Eliza yang hanya mengenakan t-shirt putih. Dan lagi-lagi Eliza menatap kagum Javier yang hanya dibalas dengan tatapan tanpa ekspresi.
"Dih sok iye," ledek Exie sambil terkekeh. "Gua mau beli jagung, lu pada nitip kaga?" Sambungnya.
"Ogah, lo ga bisa dipercaya," jawab Javier membuat Exie memutar bola matanya malas dan langsung berlari menuju tukang jagung bakar yang entah dimana.
"EH TAPI GUE MAU SA-" bertepatan dengan Exie yang sudah menghilang, Javier tiba-tiba berubah pikiran ingin jagung bakar dan langsung berlari menyusul Exie.
Untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari 10 menit, Eliza kesal kepada Javier karena ditinggalkan tanpa basa-basi. Suhu yang dingin membuat Eliza malas untuk bergerak, jadi ia lebih memilih duduk diam sambil mengambil beberapa foto sebagai kenang-kenangan.
Diwaktu yang sama dan tempat yang tak jauh berbeda, Mostafa justru asik berbincang dengan penjual kopi—si Abah yang ternyata saat muda dulu adalah anggota geng motor seperti dirinya. Mereka membahas berbagai topik yang cukup berat, seperti garis takdir kehidupan, karir, percintaan bahkan politik layaknya teman sebaya yang sudah lama tak jumpa.
"Ibuuu, jagungnya empat pedes semua ya," pesan Exie senyum ramah kepada sang penjual.
"Pake plastik sadaya neng?" Tanya sang penjual dengan logat Sunda yang kental.
"Sa-"
Entah dari mana datangnya, Javier tiba-tiba menepuk pundak Exie dengan nafas yang tak teratur sambil mengacungkan jari telunjuknya seolah memberikan isyarat bahwa ia menginginkan jagung bakar juga.
"Dua aja yang diplastikin deh bu."
Setelah duduk bersebelahan dengan Javier yang sudah kembali bernafas normal, mereka mengambil beberapa selfie sebagai kenang-kenangan.
Exie terus memainkan handphonenya sampai tak sadar Javier sedang menatapnya dengan penuh makna tanpa berkedip sekalipun dari tadi.
"Ex."
"Jev."
Memanggil nama masing-masing secara bersamaan membuat mereka dengan sangat dramatisnya saling tatap selama hampir 3 detik dan tertawa setelahnya sampai mengeluarkan air mata.
"Btw lu jahat ninggalin El sendiri sumpah ya Jev anjirun. Kalo sampe tu anak orang mati kedinginan gimana?" Oceh Exie setelah berhenti tertawa.
Masih dengan tatapan dengan penuh maknanya, Javier menjawab, "awkward bego berdua doang. Lagian lo juga ngapain ngajakin dia sama Mostaf." Ia menjatuhkan pandangannya jauh kedepan di antara gemerlap lampu-lampu rumah di bawah sana.
"Ciela pengen jalan berdua doang sama gua ceritanya?" Ledek Exie menarik turunkan alis sambil mendekatkan wajahnya pada Javier.
"Ngapain lo deket-deket, bau naga," timpal Javier meraup wajah Exie dengan salah satu telapak tangannya untuk mendorong agar wajah Exie menjauh.
Tidak terima dikatakan bau naga, Exie mengigit pundak Javier sampai sang empu mendelik dan mengumpat.
"Jauh-jauh lo. Dasar sapi pendek, haram."
"BABI MAKSUDNYA?"
Saat sedang menikmati jagung bakar sambil mengobrol dengan topik ringan, ada gadis sebaya yang tiba-tiba saja mendekat dan disusul oleh pria buncit berumur sekitar 32 tahun. Kedatangan mereka membuat Exie dan Javier mengernyit heran karena gadis asing ini terlihat cukup risih dengan kehadiran pria yang tampak seperti pedofil.
Wajah bingung Javier seketika berubah menjadi senyuman lebar, "dari mana aja hm? Aku bilang apa tadi, jangan sendirian takut ada apa-apa. Untung ada om, makasih ya om dah jagain pacar saya." Ujar Javier membuat semua yang mendengar merubah ekspresinya.
Exie yang loading dengan cepat segera mengubah ekspresi dan menimpali perkataan sahabatnya, "wah iya makasih om dah nganterin temen saya kesini. Mau ikut makan bareng disini atau udah ditunggu istrinya langsung balik?"
Tanpa menjawab perkataan kedua remaja tadi, pria buncit tersebut menunjukkan senyum masamnya dan pergi begitu saja. Berbeda dari Exie yang menatap perempuan tersebut dengan penuh tanda tanya, Javier justru kembali menikmati jagung bakarnya dengan tenang seolah tak terjadi apapun.
"Thanks banget ya kak Jeem, ka—"
Javier tersedak air mineral saat mendengar nama akrab sekolahnya disebut dan langsung menatap tajam perempuan yang duduk di sebelahnya persis.
"To the point aja ya, who are you and how do you know nama panggilan gue di sekolah?"
"Nama saya Aiko Fredella, biasa dipanggil Ailla dari kelas 10 Bahasa di SMA-AL, calon anggota OSIS juga kebetulan. Jadi wak—." Jawab Aiko dengan sedikit gugup.
"Bentar, do you mean SMA Aligon?" Tanya Javier menginterupsi dan dibalas anggukan polos oleh Aiko yang ternyata adik kelasnya di sekolah.
Exie memutar bola mata malas karena pertanyaan Javier yang tidak penting, "apaan sih Jev kaga penting bener. Jadi gimana tadi? Itu om siapa?"
"Ga tau kak, Ailla juga ga inget kenapa bisa disini. Yang jelas tiba-tiba om itu ngikutin Ailla sampe tadi ketemu kalian," ujar Ailla dengan imut karena menyebut dirinya sendiri dengan nama.
"Oke itu ga masuk akal tapi gua ga peduli, dan stop calling me kak karena nyokap kita beda. Panggil Exie aja, dari Branz," sahut Exie dengan nada yang cukup dingin.
Untuk memperjelas situasi ganjil tadi, Ailla diminta Exie untuk menjelaskan lebih detail kronologi kejadian, tetapi Javier tak peduli dan tampak lebih tertarik untuk mengambil foto Exie secara diam-diam. Setelah jelas semuanya, Exie memesankan satu lagi jagung bakar untuk Allika yang terlihat masih sedikit linglung.
"Ex, dingin?" Tanya Javier untuk kedua kalinya pada malam itu.
Bukannya menjawab, Exie justru mendelik kesal, "Iye lah dingin anying, kita gada yang pake jaket kecuali si El. Heran banget dimana otak l—"
Javier menyatukan kedua telapak tangan Exie untuk digenggamnya agar dapat menyalurkan kehangatan. Perlakuan Javier berhasil membuat Exie mematung cukup lama, menatap sahabatnya yang sedang menunduk sambil terus meniup telapak tangannya. Merasa diawasi sang pemilik tangan, Javier mengangkat wajahnya dan mengernyit karena mendapati Exie yang sedang menatapnya.
"Apa lo liat-liat? Jangan baper, gue cuma ga mau repot kalo lo mati kedinginan," ucap Javier dengan entengnya dan kembali menunduk untuk meniupi telapak tangan Exie lagi.
Sontak Exie menarik kedua tangannya sambil mendelik tajam membuat Javier terkekeh, "setan."
"Eh Exie kedinginan? Pake jaket Ailla aja nih, wangi kok," tawar Ailla dengan polos sambil berusaha melepas jaket tebalnya.
Dengan reflek, Javier menahan lengan Ailla dan menggunakannya lagi pada sang pemilik, "ga usah, baju dia tebel. Gue sama Exie mau balik, lo gimana?"
***
Jika suka tinggalkan jejak, jika tidak silahkan beranjak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Exie Giovanka
Fiksi RemajaIni cerita tentang gua Exie Giovanka, jadi suka suka gua dong mau bikin deskripsi kek apa. Menurut gua, teenfiction sekarang tuh mulai kea ftv gitu. Garis besarnya gampang ditebak, 2 cowok most wanted rebutan 1 cewek yang biasa aja terus salah satu...