Jika suka tinggalkan jejak, jika tidak silahkan beranjak.
Sesuai janjinya, Javier datang tepat pukul setengah delapan pagi untuk menjemput Exie dirumahnya. Baru 2 langkah memasuki rumah sahabatnya, Javier dikejutkan oleh Devothy dan suaminya yang tampak sudah bersiap untuk pergi bersama kedua adik Exie yang tersenyum ketika menatap Javier.
"E-eh tante om, mau kemana?" Tanya Javier berbasa-basi untuk menunjukkan kesopanannya.
"Tante mau pergi sebentar, ngomong ngomong kamu sudah lama ya ga main kesini. Kenapa?" Tanya Devothy lembut.
Javier menahan bola matanya untuk memutar malas karena dia rasa Devothy sangat tidak memperhatikan keadaan rumahnya sampai tidak sadar bahwa Javier sering bermain kerumah ini, "banyak tugas ekskul tan hehe," jawab Javier berbohong sambil tertawa tanpa nada diakhir kalimat, "nanti Javier mau ajak Exie main gimana tan?" Lanjutnya meminta izin.
Terlihat jelas muka Devothy mengeras ketika mendengar kalimat Javier tadi, tetapi Devothy adalah tipe wanita yang pintar memainkan ekspresi sehingga raut wajahnya berubah menjadi tersenyum lagi, "ya selagi weekend kenapa engga kan? Sudah tante pergi dulu, kalau kamu mau sarapan bangunin Exie dulu ya diatas, soalnya dia belum makan dari semalam. Terus minta saja Lavina untuk masak," ucapnya lalu tersenyum sebelum pergi bersama suami dan dua anak terakhirnya.
Sambil melanjutkan langkahnya, Javier terus mengumpat dalam hati karena Exie yang belum bangun padahal mereka sudah membuat kesepakatan semalam untuk pergi pukul setengah delapan pagi ini. Saat bertemu Lavina, Javier meminta tukang masak muda itu untuk membuatkannya dua helai roti panggang dengan selai coklat dan dua gelas coklat hangat untuk diantar ke kamar Exie.
Ketika mencoba membuka pintu kamar Exie, rupanya pintu terkunci dari dalam. Dan dengan segenap niat serta kesabaran yang Javier kumpulkan, dia harus mengetuk pintu kamar Exie dengan halus sampai sekitar 3 menit tidak mendapat jawaban. Setelah Javier menelfon Exie berulang kali baru lah sang pemilik kamar keluar dengan mata tertutup dan menguap tepat didepan wajah Javier. Melihat fenomena itu Javier hanya mendengus sebal dan menyelinap masuk kamar sebelum sang pemilik kamar membuka matanya. Exie menggeliat dan tidak melihat siapapun didepan kamarnya, lalu dia berbalik memasuki kamar dan mendapati Javier sedang menyiapkan stik PS untuk dimainkan. Saat Exie duduk disebelahnya, Javier sadar bahwa di pipi kanan Exie ada bekas tamparan.
"Ex lo kenapa?" Tanya Javier mencakup kedua pipi Exie untuk melihat dengan jelas bekas tamparan itu.
Exie terlonjak mendengar pertanyaan itu dan menepuk jidatnya, "E-eh jev gua mandi dulu. Kalo lu mau sarapan telfon Lavina aja suruh kesini," katanya dengan terbata-bata dan langsung beranjak menuju kamar mandi.
Melihat tingkah laku sahabatnya, Javier sudah bisa menebak apa yang terjadi dan memilih untuk diam. Baru saja Javier akan memulai permainan Harvest Moon, Lavina mengetuk pintu kamar bersamaan dengan keluarnya Exie dari kamar mandi. Sambil menerima makanan dari tangan Lavina, Javier melihat Exie mengobrol cukup lama dengan Lavina entah tentang apa.
***
"Ngapain kesini?" Tanya Javier ketika Exie menyuruhnya menghentikan mobil tepat didepan warteg.
Tanpa menjawab pertanyaan Javier, Exie turun dari mobil dengan tas ranselnya yang belum diisi dengan apapun. 20 menit kemudian Exie kembali masuk dengan bau masakan khas warteg.
"Sekarang beli aqua botol sekardus Jev," titah Exie sambil mengecek sesuatu dalam tasnya.
"Ngapain? Mau dipake mandi?" Tanya Javier polos dan mendapat jitakan sebagai jawabannya, "apaan si gue nanya tu dijawab bukan dijitak," sambungnya kesal.
"Napa coba mahluk kek lu belom punah," desahnya geram, "tadi lu tanya ngapain gua ke warteg, sekarang lu tanya ngapain gua beli minum? Emang sejak kapan fungsi makanan sama minuman berubah?" Sambungnya ketus.
"Gini ya, gue tau lo ke warteg beli makanan untuk dimakan terus beli minuman buat diminum. Tapi maksud gue kenapa tadi ga ke cafe biasa aja? Toh biasanya lu makan minum disana," ucap Javier sambil fokus dengan kondisi jalanan didepannya yang tidak terlalu macet.
"Udah ga usah banyak tanya. Tar lu juga tau."
***
"Bang Jev dateng!" Teriak salah satu anak kecil yang sedang bermain kejar-kejaran dengan sekelompok temannya.
Exie mengernyitkan dahinya saat melihat belasan anak kecil menggunakan baju tidak layak pakai memeluk Javier yang membungkukkan badannya untuk membalas pelukan mereka.
"Oh ya abang bawa kakak baru buat kalian, namanya kak Exie," ucap Javier saat belasan anak kecil itu sudah duduk dengan alas bebatuan melingkari Javier dan Exie yang masih berdiri, "Jangan takut sama kak Exie, dia ga akan gigit kalian. Kak Exie ini temen abang dari kecil, sama baiknya kaya bang Mostaf," lanjut Javier ketika melihat ekspresi sedikit ketakutan.
"Aku gak takut kok bang," jawab salah satu perempuan yang membawa boneka beruang coklat—bentuknya seperti boneka milik Mr.Bean, yang sudah sangat kotor, "Hai kak Exie, nama aku Emma umurku 7 tahun. Kalau boneka ini namanya Amma dia masih bayi," sambungnya memperkenalkan diri dan bonekanya.
Exie menatap Emma dengan heran, karena baru kali ini ada anak kecil yang berani memperkenalkan dirinya kepada Exie lebih dulu, "oh hai Emma nama kamu c-cantik kaya orangnya, Amma juga lucu," jawab Exie dengan kaku karena dia tidak terlalu pandai berbicara dengan anak kecil.
***
"Nah temen kalian yang cowok kan udah sama Bang Javier tuh, kamu yang cantik-cantik sini kenalan dulu sama kakak," ujar Exie setelah melihat dua belas anak lelaki membuntuti Javier entah kemana.
Tiga perempuan kecil itu menuruti omongan Exie, mereka duduk membentuk setengah lingkaran, "Nama kalian siapa?," Tanya Exie.
"Kan tadi udah kenalan kak, nama aku Emma," ujar Emma menggembung kan pipinya.
Mendengar pernyataan Emma yang polos, Exie hanya terkekeh dan mengusap rambut kusam Emma dengan tulus, "iya kakak bukan tanya ke kamu, tapi ke temen kamu itu yang dua." Emma menyengir kuda tanpa menjawab.
"Nama aku Xona kak, aku masih 6 tahun," ucap anak kecil berambut panjang berwarna hitam kusam, berkulit putih, serta bermata sipit.
"Kalau aku Flora kak," Sambung perempuan kecil yang terlihat paling dewasa diantara mereka bertiga.
"Wah kalian cant-" ucapan Exie terhenti saat mendengar suara perut yang berasal dari gadis kecil bernama Emma, "Emma laper? Kakak bawa makanan banyak loh, kita makan bareng ya?" tanya Exie menawarkan makanan yang tadi dibelinya di warteg, dan ketiga anak kecil itu hanya mengangguk antusias.
"Yaudah kakak mau ambil makannya dulu, kalian panggil bang Jev sama yang lain ya," ujarnya seraya pergi menuju mobil Javier dan mengambil tas yang berisi makanan serta memasukkan belasan botol Aqua kedalam tasnya.
Exie berjalan dengan lambat karena membawa beban ditasnya yang cukup berat. Saat sudah sampai tempat yang tadi, dia bertanya-tanya kemana perginya mereka karena tidak ada satupun diantara anak kecil yang terlihat. Tetapi tidak lama Exie menunggu, Javier sudah datang menjemputnya dengan Xona.
"Biasanya gue ama anak anak kalo mau makan dirumah ini," jelas Javier saat sudah sampai tepi rel kereta api yang ditempuh dengan berjalan kaki dari tempat tadi. Rumah yang kini mereka injak hanya terbuat dari—entah lah mungkin kardus? Exie tidak tahu apa itu, tapi yang jelas rumah ini sama sekali tidak layak ditinggali.
"Makanan yang tadi gua beli buat mereka aja deh Jev ga jadi buat panti jompo, kita kesannya kapan-kapan aja lagi," ujar Exie saat menunggu anak-anak yang sedang mencuci tangan entah dimana.
5 menit setelah Exie dan Javier menunggu, anak-anak itu sudah kembali dengan tangan yang tampak basah, "karena kita mau makan, kalian harus duduk biar nanti bang Jev sama kak Exie bagi makanan sama minumnya gampang," titah Javier dan langsung dituruti 15 anak kecil itu.
***
See ya next part!
![](https://img.wattpad.com/cover/174353796-288-k522266.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Exie Giovanka
Teen FictionIni cerita tentang gua Exie Giovanka, jadi suka suka gua dong mau bikin deskripsi kek apa. Menurut gua, teenfiction sekarang tuh mulai kea ftv gitu. Garis besarnya gampang ditebak, 2 cowok most wanted rebutan 1 cewek yang biasa aja terus salah satu...