•EG 16

28 9 9
                                    

"Ex! Exie! Tunggu! Mau kemana anjir!" Teriak Eliza mengejar Exie yang sudah jauh didepannya.

"UKS!" Balas Exie berteriak tanpa menoleh sedikitpun.

"TANGGUNG JAWAB WE ANJ-" Eliza menghentikan teriakannya karena tidak sengaja menabrak guru yang sedang berjalan lawan arah dengannya.

"Maap bu maap," ucapnya seraya membereskan buku guru itu yang berserakan akibat ulahnya.

Exie menghentikan langkahnya sejenak untuk melihat penyebab berhentinya teriakan memekakkan telinga itu. Dia terkekeh saat melihat Eliza berjongkok sambil memunguti buku yang berserakan didepan kaki seorang guru bertubuh gempal.

***

"Gegara elu, gue jadi gini anjir. Mana ngantuk bet lagi," kesal Eliza saat sudah selesai tersemprot guru tadi.

Flashback on

"Kamu ini kan cewek ya mba. Omongannya dijaga, jangan teriak-teriak kaya tadi. Ganggu kelas yang sedang pelajaran. Lagian kenapa kamu tidak di kelas saat jam pelajaran begini?" Sembur guru gemuk itu.

Eliza terus menunduk sambil menahan kantuknya, "a-anu bu maaf, tadi pulpen saya diambil temen. Makannya saya kejar tadi, tapi malah nabrak ibu jadinya hehe."

Guru itu memicingkan matanya, menatap tangan kosong Eliza dan percaya dengan bualan itu, "ya sudah kamu kembali ke kelas," ucapnya seraya meninggalkan Eliza yang membuang nafas lega.

Setelah memastikan guru itu sudah tidak melihatnya lagi, Eliza berlari kearah yang berlawanan dari kelasnya untuk menyusul Exie yang mungkin sudah sampai UKS.

Flashback off

"Sapa suruh ngikutin gua coba?" Exie membenarkan bantal dan memejamkan matanya.

Pertanyaan itu dibalas dengan dengkuran keras yang berasal dari mulut Eliza. Exie mengurungkan niatnya untuk tidur karena menggangu temannya yang sedang tidur pulas tampak lebih menggiurkan.

Secara perlahan Exie melepas sepatu dan meletakannya diatas mulut Eliza yang sedang menganga.

"Errgh," erang Eliza tidak jelas karena suaranya teredam oleh sepatu.

Matanya membelalak dan refleks menepis kasar benda yang berdiam diatas mulutnya sejak beberapa menit terakhir tadi. Dada Eliza naik turun menahan emosi yang akan meledak sebentar lagi, dia menatap Exie yang sedang memejamkan matanya dengan amarah yang membara.

Merasa diawasi, Exie membuka matanya dan lari dengan sepatu yang hanya terpasang sebelah.

"EXIE ANJEEENG JANGAN KABUR! GA BISA APA LIAT GUE TENANG SEJAM AJA?!" Teriak Eliza sambil mengejar Exie yang sudah hilang dari pandangan.

"AAAAA." Kali ini Eliza bukan meneriaki Exie, tetapi dia berteriak karena kakinya terpeleset bungkus jajanan yang dibuang sembarangan.

"Eh bege! Ngapain pake jatoh segala coba?!" Omel Exie yang sedari tadi duduk santai disalah satu kursi kantin sambil menonton Eliza yang berlarian mencari dirinya seperti orang gila.

Tanpa diminta, Exie membantu Eliza untuk kembali ke UKS.

"Pinggang gue pegel bet sum—eh apa ini? Jeanne d'Arc?" Gumam Eliza saat menemukan buku usang berjudul Jeanne d'Arc diranjang yang sedang dia tiduri.

Sambil memasang tali sepatunya, Exie sedikit melirik kearah sampul buku itu. "Salah satu pahlawan dari Prancis," ujarnya ringan sambil kembali merubah posisi duduknya menjadi tiduran.

"Dih sok tau lu," cibir Eliza yang masih membolak-balikan buku itu dengan tatapan kagum.

Exie memutar bola matanya malas dengan pikiran kolot temannya itu, "dia dikasih gelar pahlawan gegara berani mimpin pasukan Prancis buat ngelawan Inggris kalo ga salah, coba baca ae bukunya si."

Mata Eliza menyusuri setiap kata yang tertera di sinopsis buku tersebut. "Eh kok bener? Pinter juga lu."

"Ye emang gua pinter," sahut Exie yang sedang memejamkan matanya.

"La pau-pule gimana bacanya si elah ribet bener." Lagi-lagi Eliza bergumam tidak jelas saat matanya menyusuri setiap aksara yang tertulis dibuku itu.

Exie memutar bola matanya untuk yang kedua kali dalam lima menit terakhir. "Dia dipanggil La Pucelle artinya sang dara atau sang perawan gitu, gua lupa." Exie merubah posisinya kembali duduk karena rasa kantuknya sudah hilang.

"By the way, dara lambang kesetiaan pan? Jadi inget sama BFF gue waktu SMP dulu. Dia beda sekarang," Eliza bercerita dengan pandangan kosong dan kekehan diakhir kalimatnya.

"Dih? Curcol bu?" Ledek Exie terkekeh.

Eliza mendelik kearah Exie yang menyebalkan itu. "Ye anjir auah sono lu jauh-jauh," ucapnya seraya membalikkan badannya untuk memunggungi Exie dan menarik selimut berwarna putih itu sampai menutupi mulutnya.

"Bah pundung. BFF apaan si maksud lu? Best friend forever? Dengerin gua ya. In some situatuons, your best friend forever can change to bitchy fake friends."

Secara tiba-tiba Eliza membuka selimutnya dan menarikan tarian hula-hula dengan aneh tepat didepan Exie yang hanya duduk terdiam melihat tingkah absurd temannya.

"Akhirnya gue tau apa gunanya elu hidup anjer," ujar Eliza dengan nada yang didramatisir.

"Dek? Kenapa?" Tanya kakak kelas mereka yang memakai seragam PMR.

Eliza dan Exie pun terkejut melihat segerombolan anak PMR yang tiba-tiba saja datang, terutama Eliza.

"Tadi dikelas mah dia bilang pusing terus pas sampe sini kek gitu langsung aneh tingkahnya. Yaudah tolong obatin temen gua kak, kesian nyokapnya kalo punya anak stres kek dia repotin." Exie meninggalkan UKS dengan cengiran yang mengembang lebar.

Tiba-tiba saja kebahagiaan itu redup karena dia melihat Zach—pacarnya, sedang mengacak poni seorang perempuan yang memiliki tubuh sedikit gemuk, berkulit kusam, dan dari gayanya pun sudah bisa ditebak bahwa dia tipe perempuan yang sering menaiki motor matic bertiga atau lebih sering disebut cabe-cabean.

***
See ya next part!
Jika suka tinggalkan jejak, jika tidak silahkan beranjak.

Exie GiovankaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang