•EG 22

47 6 2
                                    

Pukul 4 pagi ini, Exie, Javier, dan Mostafa diajak oleh kakek duduk di depan teras rumah lagi untuk melihat warga sekitar yang sudah siap mencari rejeki. Seperti pertengkaran Exie dan Mostafa, tak ada habisnya orang-orang berlalu-lalang. Hampir semua orang yang lewat tadi membawa keranjang besar berisi sayur atau buah dengan jumlah banyak membuat 3 remaja itu terheran.

"Kalau di desa pemandangan seperti ini bukan hal yang aneh mbak, mas. Banyak juga yang biasanya jam 3 sudah sampai pasar untuk menata barang dagangan mereka," ujar Aminah yang sedang duduk di sebelah Exie sembari memegang gelas berukuran sedang berisi teh hangat untuk kakek.

Saat adzan Subuh berkumandang, mereka berlima bergegas menuju masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah. Sholat berjamaah di masjid adalah hal yang sangat jarang dilakukan Exie, bahkan terakhir kali dia sholat berjamaah adalah saat menjelang UN SMP dan menurutnya jamaah disini jauh lebih menyenangkan daripada para jamaah masjid dekat SMP-nya dulu yang setelah sholat langsung pergi tanpa berdzikir ataupun sekedar menyapa orang yang dilewatinya.

Selepas sholat, Mostaf dan Javier mengajak Exie menonton petani membanting padi di sawah dengan sarung yang masih mereka kenakan sebagai kalung. Mentari muncul bersamaan dengan nyanyian merdu ayam yang selama ini hanya bisa mereka dengar lewat layar kaca. Exie mengabadikan momen aesthetic itu dalam handphonenya untuk diupload menjadi high light story Instagramnya nanti saat sudah menemukan sinyal.

Mereka yang berkeliling sawah layaknya bos sedang mengawasi karyawanya bekerja, secara tidak sengaja bertemu Sekar yang sedang duduk di atas sebuah batu kali sambil tersenyum menatap petani wanita yang sedang bekerja.

"Eh si Cece," sapa Exie tersenyum tipis untuk sekedar basa-basi.

"Hai kalian, lagi jalan-jalan ya?"

"Yoi."

Tanpa perlu diminta, Sekar memimpin perjalanan berkeliling sawah. Sesekali mereka menyapa petani, dan menyadari bahwa warga di desa ini rata-rata tingginya tidak melebihi 165cm. Karena memiliki tinggi badan yang jauh lebih dari penduduk sini, mereka bertiga harus sedikit menundukkan kepalanya saat menyapa.

"Biasanya setiap pagi, banyak teman-teman saya mencuci baju di sungai sekalian mandi." Lagi-lagi Sekar menjelaskan dengan tetap berjalan layaknya tour guide.

"Hah mandi di kali? Kea cerita Jaka Tarub yang nyolong selendang bidadari lagi mandi?"

Pertanyaan bodoh Exie hanya dibalas tawaan oleh Sekar. Mereka berempat sampai disebuah sungai yang cukup besar dengan air mengalir tenang. Pemandangan pertama yang menyambut mereka adalah beberapa gadis desa yang hanya menggunakan kain batik sebagai entahlah, seperti dress mungkin? Kain batik itu mereka pakai dengan cara melilitnya di bagian dada. Seperti lelaki normal, Mostafa dan Javier kagum akan hal yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya.

Terlalu kagum dengan pemandangan itu, mereka tidak sadar bahwa Sekar sudah menanggalkan kebayanya dan menggunakan kain batik yang hanya menutupi dadanya sampai atas lutut.

"WOI WOI WOI 17 PLUS ITU ADEGAN TIDAK SENONOH," ujar Mostafa heboh sendiri saat melihat lengan mulus Sekar yang berwarna kuning langsat.

"ASTAGFIRULLAH CECE TEMEN LO NAPA PADA FULGAR GINI." Javier tak kalah heboh dari Mostafa.

"Ya Tuhan tolong temen gua sengklek semua," kesal Exie beranjak pergi seraya menyeret lengan kedua temanya yang autis.

***

"Woi ah guguk lepas tangan gue," protes Javier saat sampai depan rumah kakeknya.

Suara notice dari handphone Exie membuatnya menyentakkan tangan Javier dan Mostafa secara kasar.

Mostafa mengelus-elus tangannya sendiri sambil mengumpat, "ye dasar monyet albino habis manis sepah dibuang, sabar ya tangan."

Ayah
Ka, dmn km? Main gtw waktu, udah lupa jalan ke rmh apa?

Exie
Iye lupa, amnesia gua

Ayah
Oh uda berani kurang ajar gt y, baru msk SMA kmrn udah gini. Mau jd apa km gedenya ha?

Exie
Begal

Exie
Ultraman

Exie
Power rangers pink

Exie memasukkan handphonenya ke dalam saku celana lagi dan beranjak pergi tanpa pamit pada kedua sahabatnya. Sebenarnya Exie hanya ingin membeli coklat panas di warkop milik orangtua Sekar, tapi yang Exie temui disana bukanlah Sekar ataupun orangtuanya melainkan lelaki tampan yang sedang tidur dengan raut wajah yang tampak sangat kelelahan. Karena tidak ingin menggangu, Exie kembali ke rumah dengan pikiran yang kacau.

"Napa lo? Balik-balik bete gitu kek boneka caki," tanya Javier sedikit melirik kepada Exie yang terus memanyunkan bibirnya.

"Au ah bokap gua parah overprotektif. Noh baca ndiri chatnya." Lalu Exie menyerahkan handphone mahalnya kepada Javier.

Javier terkekeh membaca respon dari Exie yang menurutnya kurang ajar tetapi lucu. Baru saja Javier akan memberikan masukan kepada Exie, Mostafa sudah datang dengan hebohnya sambil membawa donat coklat yang entah darimana asalnya.

Tangan Javier ditepis oleh Mostafa saat akan mengambil salah satu donat itu "jangan asal comot aja lo coro. Yang mau donatnya kudu receh battle dulu sama gua, kalo lo bisa menang tahan tawa dapet donatnya. Tapi kalo lo kalah ya tetep dapet soalnya tadi gua beli banyak, mubazir kalo kaga dimakan."

"Yeee tolol sia, tinggal ngomong pen ngajak battle doang belibet. Ribet bat hidup lu," kesal Exie.

***

Kini Javier dan Mostafa sudah duduk berhadapan dengan pembatas meja yang terdapat donat diatasnya.

"Sebutin salah satu nama nyamuk," ucap Mostafa serius.

"Nama nyamuk ya? Jaenudin, Jaelani, elo kalo lagi nemenin temen pacaran," jawab Javier setengah meledek.

Exie terkekeh mendengar ledekan Javier yang ada benarnya.

"Salah salah salah. Namanya Tatang, kan ada lagunya tu. Tatang seekor nyamuk."

Bukannya tertawa, Javier dan Exie memasang muka datar sebagai reaksi dari ucapan Mostafa.

"Sekarang giliran gue ya. Youtuber siapa yang dari Jaksel?" Tanya Javier.

"Em sapa ya? Ga tau gua."

"Ria which is."

"Aaa Ria which is literally. Boleh juga humor lo," ujar Mostafa.

"Halaaah receh lu pada. Nih gua, hewan hewan apa yang bikin emosi?" Samber Exie.

"ANJING! KUCING! KAMBING!" jawab Mostafa dengan nada tinggi.

Javier menepuk pundak Mostafa, "itu hewannya biasa aja, tapi elo yang emosi."

Exie mendekat kan mulutnya kearah Javier dan Mostafa untuk membisikkan jawabannya "hewan yang bikin emosi, ya hewan perwakilan rakyat lah."

"WOOOOO," teriak Javier dan Mostafa secara bersamaan dengan membungkukan badannya seolah memberi penghargaan kepada Exie.

Dengan songongnya Exie membusungkan dada lalu menepuk-nepuk pundaknya sendiri.

***
See ya next part!
Jika suka tinggalkan jejak, jika tidak silahkan beranjak

Exie GiovankaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang