2

123 14 0
                                    

Reno adalah siswa kelas 3 SMA yang memiliki kepribadian sangat menutup diri terutama kepada orang yang tak ia kenal baik. Sikapnya ini menunjukkan dia adalah seorang introvert (kepribadian yang cenderung menyimpan perasaan sendiri dan terlihat pendiam atau menarik diri ketika berada di tengah-tengah sekumpulan orang yang tidak dikenal baik).
Sikapnya membuat ia tak memiliki seorangpun teman di sekolahnya. Bu Dira adalah wali kelasnya yang sangat peduli akan keadaanya. Suatu kali Bu Dira mendapati muridnya itu sedang menatap kosong ke luar kaca jendela kelas. Bel pulang baru saja berbunyi. Guru muda(24) itu mendekati Reno yang masih menatap kosong ke luar kaca jendela.

"Reno, apa yang sedang kamu pikirkan?" Ucapan guru itu sepertinya menyadarkan Reno dari lamunannya.

"Tidak ada, Bu". Segera ia menyusun buku-buku yang sejak dari tadi tak ia buka sama sekali.

"Ibu harap kamu tidak melamun seperti ini saat menyebrangi sungai nanti"

Reno hanya mengangguk kecil dan mulai melangkahkan kaki meninggalkan Bu Dira.

Ya, semenjak tragedi 13 tahun silam, Reno sempat tak mau sekolah karena harus melewati jalan raya yang sangat ramai kendaraan. Untuk itu ayahnya Reno membuatkan jalan pintas dari belakang rumah menuju bukit Sanghai. Dari bukit itu Reno masih harus menyebrangi sungai yang tak terlalu luas namun arusnya lumayan deras. Setelah itu Reno masih harus melewati beberapa pemukiman warga barulah ia sampai ke sekolahnya.
Sesampainya di rumah, Reno langsung mengurung diri di kamar sampai malam hari.
Sudah dua malam berturut-turut Reno memimpikan ayahnya terluka parah dalam peperangan. Kegelisahan di wajah pria tampan itu sudah tidak dapat ditutupi. Terlihat jelas ia sedang mengkhawatirkan sesuatu. Bu Asri yang sudah memperhatikan raut wajah itu sejak dua hari yang lalu mencoba menanyakan kekhawatiran Reno. Namun setiap Bu Asri mendekat, Reno selalu saja menghindar seakan dia tak ingin diganggu. Kecemasan Reno adalah kecemasan Bu Asri juga. Tak heran Bu Asri mencemaskan Reno sebegitunya karena sudah 13 tahun ia merawat Reno ditambah lagi sikap ayah Reno yang bersedia menyekolahkan putrinya. Vanya tak tahan lagi melihat kegelisahan ibunya itu. Ia lantas ingin menemui Reno. Sudah beberapa menit gadis itu hanya berdiri di depan pintu kamar Reno. Entah apa yang ia pikirkan sehingga ia hanya berdiri tanpa sepatah katapun dan dengan tatapan bersalah ia meninggalkan tempat itu. Vanya saat itu tak memperhatikan langkahnya ia terus berlari sambil menangis sampai tak sengaja menyandung kakinya sendiri dan menimbulkan suara yang lumayan keras hingga mengalihkan perhatian Reno. Pria tampan itu kemudian keluar dari kamar dan mendapati gadis yang sejak dari tadi ia salahkan sedang tersungkur tak jauh dari kamarnya. Vanya tak menyadari bahwa Reno telah memperhatikan dirinya. Gadis itu masih menangis dan berbicara pada foto Reno yang terpampang di tembok dekatnya terjatuh.

"Aku tau aku salah, tapi akukan sudah minta maaf. Aku sadar maafku tak berguna karna bingkai itu sangatlah berarti bagimu. Tapi kau paham tidak sih, sikapmu yang begitu akan menyebabkan kamu kehilangan orang yang menyayangi kamu, misalnya seperti ibuku".
Ucap gadis itu sambil terus meneteskan air mata.

Reno tertunduk dan mengatakan sepatah kata yang tak bisa di dengar Vanya dengan jelas lalu masuk kembali ke kamarnya.
"Eh, sepertinya aku mendengar suara, tapi siapa? Tak ada siapapun di sini".

'Sudahlah, mungkin hanya perasaanku saja' gumam Vanya dalam hati.

Kemudian Vanya berdiri dan melanjutkan pekerjaannya lagi. Sudah pukul 20.45 dan sejak siang tak ada sedikitpun makanan yang masuk ke dalam perut Reno. Bu Asri tiba-tiba mendapat kabar duka bahwa tetangga mereka meninggal. Lalu Bu Asri meminta kepada putrinya untuk menjaga rumah dan memastikan Reno makan sebelum tidur. Bagi Vanya pekerjaan ini tidaklah mudah apalagi sejak dari tadi mendengar Reno menyalahkan dirinya akan mimpi buruk yang didapatkannya. Tapi gadis itu tetap berusaha melakukan pekerjaan dari ibunya.

Tok.. tok.. tok tok.. (Vanya mengetuk pintu kamar Reno)
Sudah 5 menit lamanya Vanya mengetuk kamar Reno namun tak ada sahutan dari dalam.

"Apa kamu sudah tidur Reno?"
Masih tak ada sahutan.

"Ibuku bilang aku harus memastikan kamu makan dulu sebelum tidur"
Masih tak ada sahutan.

'Apa dia benar-benar sudah tidur? Tapi ketukan dan suaraku sangatlah kuat, seharusnya itu mampu membangunkannya. Apa dia hanya berpura-pura tak mendengar?' pikir Vanya.

Tok... tok tok.. (dengan ketukan yang lebih keras)
"Ren, setidaknya makanlah sedikit. Ini untuk ibuku. Dia begitu mencemaskanmu"
Masih tak ada sahutan, lalu Vanya berniat meninggalkan tempat itu. Namun kakinya terhenti karena mendengar suara pintu terbuka.
Benar, Reno akhirnya membukakan pintu kamar yang kondisinya hampir rusak karena ketukan Vanya yang begitu kuat.

"Apa kamu tidak bisa mengetuk dengan sopan, kamu ini wanita biasa atau wonder woman?" Tanya Reno dengan nada sedikit lebih hangat dari biasanya.

"Kamu bilang sopan, maksudnya ketukan dengan pelan, ha?"

"Ya" jawab Reno singkat

"Ketukan sekeras itu saja kamu tak dengar apalagi ketukan dengan pelan" sindir Vanya dengan sedikit senyuman di bibirnya.

Reno mempersilahkan Vanya masuk untuk meletakkan makanan yang sedang dipegangnya.
Sebelum pergi dari kamar itu, Vanya kembali teringat dengan pendengaran yang sebelumnya didengarnya tadi dan kembali meminta maaf atas kesalahannya.
Reno terdiam, dan sesaat Vanya memejamkan matanya karena berpikir Reno akan berteriak lagi kepadanya.
Namun reaksi Reno tak seperti yang dibayangkan gadis itu.

"Aku sudah memaafkannya, apa kamu tidak dengar perkataanku saat kamu tersungkur tak jauh dari kamarku?"

Vanya terdiam dan mencoba mengingat kejadian itu lagi.

'Apa yang kemarin kudengar samar-samar adalah suara Reno yang mengatakan bahwa dia sudah memaafkanku?' pikir gadis itu .

"Seperti katamu, sikapku ini hanya akan membuat orang yang menyayangiku semakin jauh dariku. Jadi aku akan mencoba menjadi pria sewajarnya." Ucap Reno dengan nada datar.

"Kamu bilang 'pria sewajarnya' ? Hahahahahah apa kamu sekarang merasa tidak seperti seorang pria, kamu ternyata pria tampan dengan karakter wanita ya, hahahahhaaha" Tawa keras dan lepas keluar dari mulut Vanya.

"Keluarr...!!!!" Teriak Reno.

Tanpa berpikir panjang, Vanya langsung ke luar dari kamar itu.

"Ah, apa yang kulakukan, baru saja Reno mulai dekat denganku tapi aku malah mengacaukannya. Lagian dia aneh, dia bilang menjadi pria sewajarnya. Memangnya dia tampak seperti bukan pria sewajarnya? Sudahlah, nanti aku akan ceritakan pada ibu". Ucapnya sambil berjalan ke kamar.

Bu Asri akhirnya kembali setelah semalam melayat ke rumah tetangganya. Siang itu Bu Asri melihat rumah masih kosong itu artinya Reno dan Vanya masih di sekolah. Tak lama setelah kepulangan Bu Asri, Reno pun pulang dari sekolahan lalu beberapa menit kemudian disusul dengan kedatangan Vanya.

"Nak, apa semalam Reno makan?" Tanya wanita itu dengan raut wajah cemas.

"Aman kok Bu, ibu sekarang bisa tenang".

"Syukurlah" ucap Bu Asri dengan penuh kelegahan.

Setelah selesai membereskan rumah, Vanya menghampiri ibunya dan menceritakan semua kejadian saat ibunya tak ada di rumah termasuk perkataan Reno yang 'menjadi pria sewajarnya' yang masih berupa guyonan bagi Vanya. Kemudian Bu Asri mengatakan bahwa itu memang benar. Reno selama 13 tahun tak pernah keluar rumah selain ke sekolah, Reno tak pernah punya teman di sekolah, Reno tak pernah dikunjungi oleh teman-temannya karena dia tak mempunyai teman, Reno sering sakit-sakitan karena kurang mendapat cahaya, Reno tak pernah paham bagaimana rasanya dunia luar seperti kebanyakan pria pada umumnya. Reno begitu tertutup setelah kecelakaan 13 tahun silam yang harus merenggut nyawa ibunya. Mulai saat itu Reno mengalami trauma terhadap jalan raya. Sempat terpikir oleh ayahnya untuk membuat taman di sekitar rumah yang jauh dari jalan raya namun kebiasaan Reno menutup diri yang sudah lama membuat dia bukan hanya tak mau melihat jalan raya namun juga tak mau melihat orang lain selain orang yang sangat ia kenal baik. Reno memang tidak seperti pria sewajarnya. Mendengar itu semua, Vanya kembali merasa bersalah karena telah menertawakan Reno kemarin.

'Apa yang sudah kulakukan, sikapku pasti sudah sangat melukai hati Reno yang sejak 13 tahun merasa kesepian. Reno, jika kamu memang ingin menjadi pria sewajarnya, aku yang akan membantumu.' gumam Vanya dalam hatinya.


~LONELY HEART~

Lonely Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang