14

45 6 0
                                    

~Selamat Membaca~

(Hari ke-4)

"Hoammm!!!"
Melirik jam "Oh, masih pukul 03.00" Vanya haus dan ingin mengambil minum yang berada di luar kamar tepatnya di sudut lorong.

Tringggg....

'eh, bunyi lonceng ya?' tanya Vanya dalam hati

"Siapa sih bunyiin lonceng pukul 03.00 begini.  Emang di sini melihara sapi sampai pakai lonceng gitu" gumam Vanya merasa terusik dengan suara lonceng dari kamar yang berada di sudut lorong.

Vanya mendekatkan telinganya ke pintu kamar itu dan kembali mendengar suara lonceng.
Diketuknya pintu itu dengan pelan agar tidak mengganggu yang lain. Suara lonceng berhenti terdengar ketika gadis itu mengetuk pintu.
Vanya sedikit bingung dia mengerutkan keningnya dan mencoba untuk memanggil namun sepertinya usahanya sia-sia. Bunyi lonceng berhenti dan pintu tak kunjung terbuka. Vanya kembali ke kamarnya dan membaringkan tubuh tinggi nan ramping miliknya itu dan menarik selimut.

Setiap detikku 🎶

Ku hanya memikirkanmu 🎶

Kau biarkan aku candu terhadap tubuhmu🎶

Kini hanya kau yang ku mau🎶

Begitulah syair alarm dari handphone Naya yang diatur dengan volume penuh. Meski alarm itu begitu kencang memanggil, namun hanya Vanya dan salah satu penghuni kamar yang tersadar dari dunia mimpi.

"Jam berapa sekarang?" Tanya gadis mungil yang belum Vanya tahu namanya itu.

"5.00. emm, namamu siapa?" Ucap Vanya yang sudah bersiap untuk mandi.

"Mungil. Kau bisa panggil aku simungil. Yah, itu bukan namaku tapi kau panggil saja begitu. Aku suka panggilan itu. Tapi kalau mau tahu namaku nanti aku beri tahu asal kamu bangunkan aku pukul 06.00. oke" ucap simungil sambil merebahkan tubuhnya kembali ke atas kasur mencoba untuk kembali tidur.

Vanya telah selesai mandi. Wajahnya memancarkan kebingungan kala matanya tak menemukan siapapun di kamar saat itu. Diliriknya jam yang masih menunjuk pada angka 05.30. Tiba-tiba telinga gadis itu menangkap sebuah sinyal kegaduhan dari luar kamar. Segera gadis yang masih membalut kepalanya dengan handuk pink itu berlari keluar.

"Hei, ada apa?" Tanya Vanya

"A..ada yang hilang" jawab Jihan dengan suara ketakutan

"Iya, namanya Kinara. Kamarnya di ujung lorong penuh dengan darah" timpal Naya

"Kenapa dia dibuat sendiri di kamarnya? Kudengar dia itu cacat mental" tambah penghuni kamar Vanya yang belum ia tahu namanya.

"Benar. Dia juga dikirim ke sini bukan karena dia pintar tapi agar dia mendapat bimbingan sosial dan gurunya berharap mentalnya akan terobati sedikit di tempat ini. Sudah tahu seperti itu, kok dibiarkan tinggal sendiri di kamar?"ujar Simungil menambah argumen.

Vanya terdiam sebentar lalu masuk ke dalam kamar untuk menjemur handuk yang barusan ia gunakan. Di kamar Vanya sempat teringat akan bunyi lonceng yang terdengar dari kamar Kinara. Vanya mencoba menemui Erio.

Celingak celinguk dan kemudian menangkap sosok Erio "Kak Ore.. eh Erio !" Teriak Vanya dan berlari menuju keberadaan Erio.

"Kak" ucap Vanya dengan sedikit canggung akibat mengingat kejadian semalam

"Apa, tidak tahu situasi sedang genting? Pergi sana kalau mau mengacau!" Ucap Erio dengan tatapan sinis.

Vanya begitu kesal terhadap Erio dan mengepalkan kedua tangannya seperti sedang bersiap meninju tubuh Erio yang kekar namun matanya merekam sosok kekar yang sangat ia rindukan. Kepalan tangannya dilepas begitu saja tanpa mendaratkan tinjuan pada Erio. Kakinya berlari menuju sosok yang sudah sangat dirindukannya. Vanya langsung memegang tangan kanan pria itu dan menatap dengan senyum lebar.

Lonely Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang