11

45 9 0
                                    

"Siapa di sana?" Tanya Reno sambil berjalan mendekati gadis yang tertutup oleh gelapnya malam

Mata Reno berusaha menembus kegelapan itu. Meski tak yakin, bibirnya sedikit terbuka "Vanya? Kamu Vanya kan?" Tebak pria itu masih berusaha menembus lebih dalam.

Setelah penglihatannya jelas, tanpa keraguan pria itu bertanya " Kamu sedang apa di tempat segelap ini?"

Sosok gadis yang terbalut dalam pakaian berwarna hitam itu perlahan mundur hingga akhirnya berlari menjauhi Reno.

Pria yang sedang kebingungan itu berusaha mengejarnya namun sosok itu entah pergi kemana hingga matanya merekam sebuah peristiwa. Sesosok pria tinggi dengan pakaian mirip seperti milik Vanya sedang terlihat merangkul mesra gadis yang disukainya itu. Gambaran kebahagiaan tercetak jelas di kedua wajah Vanya dan pria yang sedang merangkulnya itu. Reno mendekati mereka.
Dengan penuh kemurkaan Reno mengomentari kedekatan dua makhluk yang berada di hadapannya " Apa yang kamu lakukan padaku Vanya, pengkhianatan apa ini?" Tanya Reno

"Bukan salahku, tapi salahmu. Sejak awal kamu hanya mencemaskan dirimu. Kamu tidak pernah membuatku bahagia. Kamu hanya membawaku dalam dunia sempitmu. Kamu tidak pernah tahu betapa kecewanya aku tidak pernah kamu tanyai apa mauku. Percuma, andai kamu tahu mauku pergi ke dunia luar denganmu kamu juga akan menolaknya. Kamu bukan yang terbaik bagiku. Selamat tinggal" Ucap Vanya dengan tangisan.

Kesunyian pagi berhenti ketika teriakan Reno memenuhi ruangan kamarnya "Tidakkkkk.... hah.. ha..." Matanya mengelilingi setiap sudut kamar lalu menghela nafas panjang " Mimpi"
Reno menatap jam yang menunjukkan pukul 03.26. Ia beranjak dari ranjangnya dan membasuh wajah. Pria itu melangkah menuju balkon. Ditatapnya sisa bintang yang mulai pamit bepergian. Matanya dipejamkan dengan perlahan pria itu menarik nafas kemudian membuangnya. Ia melihat gerbang dimana Vanya pertama kali dilihatnya. Pukul 04.05 gerimis mulai turun. Reno meninggalkan balkon dan mencoba kembali tidur namun matanya tak juga bisa mengantuk. Sekilas Reno melirik keluar jendela kamar kemudian melangkahkan kakinya ke luar rumah. Di kursi yang tersedia di halaman rumah Daniel Reno terduduk. Pria itu menengadah ke langit dan memejamkan matanya. Dibiarkannya gerimis menghajar wajah tampannya. Belum terlalu lama pria itu menantang dinginnya hujan, hujan sudah berhenti. Bukan, kakinya masih dapat merasakan hujan. Reno membuka matanya. Pria itu melotot melihat Vanya sedang berdiri memayungi dirinya.

"Vanya?" Gumam Reno kaget

"Kamu ngapain, sih?" Tanya Vanya sembari duduk di samping Reno dengan payung yang masih melindungi mereka

Reno teringat akan mimpinya 'Aku hanya menyulitkan kehidupan Vanya. Aku akan menjaga jarak darinya' gumam Reno dalam hatinya

Reno berpikir akan meninggalkan Vanya dan kembali ke kamarnya. Namun sebelum pria itu berkutik, Vanya melempar pelan payung dan memeluk Reno.

Vanya memandang wajah Reno "Aku benci" Ujar Vanya

"Maksudmu apa ?" Tanya Reno dengan wajah merona

"Kenapa kamu membohongiku?"

"Tentang apa?" Tanya Reno

Vanya melepaskan pelukannya "Aku tahu kamu tidak baik-baik saja saat kita berada di luar. Aku tahu kamu meminum obat penenang. Kamu pikir aku suka?"

"Maksudmu? Bukankah bagimu yang terpenting itu aku bisa keluar bersamamu agar kamu tidak terkurung di duniaku?" Tanya Reno heran

"Kapan aku bilang gitu? Lebih baik kamu di kamarmu saja seharian dari pada harus mengonsumsi obat menakutkan itu."

"Menakutkan, apa maksudmu? Itu adalah obat. Meskipun hanya menenangkan sesaat tapi aku yakin obat itu akan menghilangkan rasa traumaku secara perlahan" Ucap Reno dengan yakin

Lonely Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang